Sapta dan Conoco Tetap Bertahan pada Argumen Masing-Masing
Kontrak:

Sapta dan Conoco Tetap Bertahan pada Argumen Masing-Masing

Menarik untuk menunggu pandangan hakim tentang unsur penyalahgunaan keadaan sebagai dasar membatalkan perjanjian.

Oleh:
M-4/Mys
Bacaan 2 Menit
Sapta dan Conoco Tetap Bertahan pada Argumen Masing-Masing
Hukumonline

 

Selain itu, Conoco masih menengarai adanya campur aduk antara wanprestasi karena penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigeden) dengan perbuatan melawan hukum pada gugatan Sapta. Padahal, alasan ini juga yang dipakai hakim terdahulu menyatakan gugatan Saptasarana tidak dapat diterima.

 

Pada persidangan terungkap bahwa penyalahgunaan keadaan merupakan perkembangan baru dari cacat kehendak yang dikenal dalam KUHP Perdata. Sebelumnya, umum dipahami bahwa cacat kehendak dalam suatu kontrak meliputi kekhilafan, paksaan, dan penipuan. Penyalahgunaan keadaan adalah anasir keempat yang muncul sejalan dengan perkembangan hukum kontrak.

 

Dalam gugatannya, Saptasarana menilai Conoco telah mengubah kontrak Rig Management Services No. TE 10707/RD secara sepihak. Perubahan itu berpengaruh pada kewajiban Sapta menyediakan rig sesuai waktu yang disepakati. Apalagi, Conoco dinilai telah mengubah spesifikasi rig dan jumlah rig dari tiga menjadi dua. 

 

Toh, bagi Conoco, semua yang dilakukan sudah sejalan dengan kontrak. Sebut misalnya waktu pelaksanaan pekerjaan (commencement date). Dalam kesimpulannya Conoco menegaskan perubahan pelaksanaan waktu pekerjaan tidak dilakukan secara sepihak. Perubahan itu sudah disepakati melalui amandemen No. 1 Rig Management Services tertanggal 8 Januari 2002. Amandemen itu telah disepakati kedua belah pihak. Demikian pula perubahan lingkup pekerjaan dari tiga rig menjadi dua rig. Conoco menunjukkan surat tertanggal 22 April 2002 untuk menunjukkan adanya persetujuan Sapta atas perubahan itu.

 

Kalau tidak sepakat secara tertulis, perubahan mungkin tidak terjadi. Seperti pada perubahan top drive rig dari 500 HP ke 100 H. Conoco mengaku pernah meminta perubahan itu. Tetapi lantaran tak ada persetujuan, maka sampai terjadinya pemutusan kontrak, perubahan top drive rig tak pernah terjadi.

 

Intinya, kedua belah pihak memang tetap pada argumen masing-masing. Kini, keputusan ada di tangan majelis hakim pimpinan Edward Pattinasarani.

 

Apakah hakim akan menyinggung doktrin penyalahgunaan keadaan alias misbruik van omstandigeden dalam kontrak? Kita tunggu saja.

 

Selama dua minggu ke depan, PT Saptasarana Personaprima dan PT ConocoPhilips Indonesia menunggu harap-harap cemas. Kedua perusahaan menantikan ketuk palu hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada awal September mendatang. Sengketa ini sudah berjalan dalam hitungan tahun, berawal dari gugatan perdata yang terdaftar pada 2005 silam.

 

Kini, kedua pihak tinggal menunggu putusan tingkat pertama. Pada persidangan Kamis (14/8), tim pengacara Sapta dan Conoco sudah menyerahkan kesimpulan masing-masing. Sapta tetap pada gugatan, Conoco bersikukuh pada jawabannya. Sapta menganggap Conoco melakukan perbuatan melawan hukum. Kami tetap pada gugatan terdahulu,  itu sudah standard, tandas Rico Pandeirot, kuasa hukum Saptasarana.

 

Sebaliknya, Conoco pun merasa sudah berada pada rel yang benar baik dari segi formil maupun materiil. Versi Conoco, segala sesuatu yang dipersoalkan Saptasarana selama persidangan ternyata masih mengenai hal-hal yang diatur dalam kontrak, yakni perubahan kontrak, perhitungan penalti, dan pengakhiran sepihak (termination clause). Selain itu, Conoco menganggap gugatan Saptasarana kali ini tak ada bedanya dengan perkara yang pernah diajukan pada 2005 alias ne bis in idem.

 

Rico menampik tegas anggapan demikian. Pasalnya, meski perkara yang diajukan tahun 2005 itu adalah perkara yang sama, putusan majelis adalah tidak dapat diterima alias NO. Kalau NO, berarti pokok perkara belum diperiksa, terang Rico. Sehingga, para pihak mempunyai pilihan untuk naik banding atau mengajukan gugatan baru lagi.

 

Saptasarana memang pernah mengajukan banding, tapi dicabut karena lebih memilih untuk mengajukan gugatan baru. Perkara memang sama, tapi secara hukum masih bisa disidangkan karena belum memeriksa pokok perkara, tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: