Lawan Pemerasan Terhadap Buruh Migran Indonesia
Surat Pembaca

Lawan Pemerasan Terhadap Buruh Migran Indonesia

Kemerdekaan Indonesia telah memasuki usianya yang ke 63 saat ini. Namun bagi kami, 120.000 lebih buruh migran Indonesia di Hong Kong, kemerdekaan adalah hal usang, tak lagi bernilai dan bermakna.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Lawan Pemerasan Terhadap Buruh Migran Indonesia
Hukumonline

 

Hong Kong, 17 Agustus 2008

 

Sri Wulan Mawarsih

Ketua

 

KOTKIHO: IMWU, FKMPU, YIC, AMANAH, Sanggar Budaya, Majelis Taklim, PDV

 

Buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong, bekerja dalam kondisi nyaris sama dengan perbudakaan. Hal ini akibat masih tunduknya Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hong Kong kepada kepentingan majikan serta agensi/PJTKI sehingga dalam memberikan perlindungan bagi BMI tidak maksimal dan serius, bahkan setengah hati, padahal mayoritas warga negara Indonesia di Hong Kong adalah BMI.

 

BMI belum merdeka dari pemerasan

Buruh migran Indonesia di Hong Kong adalah korban dari tindakan pemerasan yang dilakukan oleh majikan dan agen/PJTKI. Lebih dari 22 ribu orang majikan BMI di Hong Kong membayar upah BMI di bawah standar MAW (Minimum Allowable Wage). Hong Kong  Employment Ordinance menetapkan, terhitung mulai 10 Juli 2008 upah minimum pekerja rumah tangga asing adalah HK$ 3580. Pada kenyataannya baik sebelum maupun sesudah hal ini ditetapkan puluhan ribu BMI masih tidak diberikan haknya. Praktik underpayment ini terkait dengan tingginya biaya agen, yang dibebankan kepada BMI sebesar HK$ 21000. Melalui pemotongan upah selama 7 bulan, agen/majikan menahan dokumen pribadi (paspor dan kontrak kerja) BMI guna memastikan pembayaran ini. Hal demikian sudah tentu merugikan BMI dan melanggar Hong Kong Employment Ordinance yang menetapkan bahwa biaya agen tidak boleh melebihi dari 10 persen upah bulanan. Sementara sampai detik ini belum ada tindakan kongkrit dari pemerintah Indonesia (KJRI di Hong Kong) terhadap majikan dan agen yang melanggar hukum ini.

 

Alih-alih melaksanakan KEP 653/2004 yang menetapkan biaya penempatan BMI ke Hong Kong sebesar HK$ 9000, terhitung mulai tanggal 10 Juli 2008, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla melalui Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, KEP 186/PPTK/VII/2008, menetapkan biaya penempatan buruh migran Indonesia ke Hong Kong menjadi Rp.15.550.000. Sebelumnya melalui SK no: KEP 653/2004 biaya penempatan ditetapkan sebesar Rp.9.132.000 atau sebesar HK$9000. Namun, KEP 653/2004 hasil dari perjuangan massa BMI yang menetapkan biaya agen sebesar Rp. 9.132.000, telah dengan sengaja tidak dilaksanakan oleh PJTKI/Agen, bahkan pemerintah Indonesia terlihat tutup mata terhadap pelanggaran ini. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintahan Indonesia tidak mempunyai wibawa di hadapan para tuan-tuan PJTKI/Agen. KEP 653/2004, dengan berbagai macam cara telah ditutup-tutupi oleh pemerintah Indonesia. Menjadi lebih merugikan BMI karena melalui UU no 39/2004, PJTKI diberi keleluasaan sebagai pelaksana dalam melakukan penempatan buruh migran Indonesia ke luar negeri. Pemerasan terhadap BMI menjadi lebih jelas dengan keberadaan terminal khusus BMI, sarang pemerasan. Hal ini memastikan bahwa perlindungan bagi BMI dari pemerintah hanyalah sekedar mimpi.

 

Berdasarkan hal diatas, maka kami organisasi buruh migran Indonesia yang menghimpun diri di Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (KOTKIHO), menuntut kepada pemerintahan Indonesia melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hong Kong:

  •    Pangkas biaya agen menjadi HK$ 9000;
  • Stop underpayment;
  •  Blacklist majikan yang melanggar hukum;
  • Cabut ijin PJTKI/Agen yang melanggar hukum; 
  •  Bubarkan terminal III dan IV;
  • Cabut UU no 39/2004 dan segera ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Seluruh Anggota Keluarganya.
Halaman Selanjutnya:
Tags: