IHSG dan Masalah Harga Saham di Bursa
Oleh: Muhammad Faiz Aziz *)

IHSG dan Masalah Harga Saham di Bursa

Panik, kaget, khawatir....Itulah barangkali yang dirasakan oleh para investor pasar modal kita. Penurunan tajam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia memang bisa membuat jantung investor berdegup kencang.

Bacaan 2 Menit
IHSG dan Masalah Harga Saham di Bursa
Hukumonline

 

Secara teori, ada beberapa teknik perhitungan harga wajar saham yaitu pertama, Par Value yaitu harga saham didapat dari hasil pembagian total modal disetor dengan jumlah saham. Kedua, Price to Book Value (PBV) yaitu rasio perbandingan harga pasar saham dan nilai buku (keuangan perusahaan) per saham. Ketiga, Capital Asset Pricing Model (CAPM) yaitu menghitung nilai saham berdasarkan hubungan antara resiko dan expected return di kemudian hari. Keempat, adalah P/E Ratio yaitu menilai saham dengan membandingkan harga pasar saham (market price) dengan laba per saham. Kelima, adalah Discounted Dividend Model (DDM) yaitu penilaian harga saham berdasarkan asumsi dividen di masa mendatang dan pertumbuhan perusahaan.

 

Dalam prakteknya, penentuan nilai saham di perdagangan bursa pada umumnya tidak berdasarkan teknik perhitungan di atas akan tetapi berdasarkan permainan orang-orang pintar pasar modal itu sendiri, sehingga tidak heran apabila terdapat pelanggaran-pelanggaran di pasar modal. Mereka bisa membuat harga saham naik dan turun sesuka hati dalam rentang waktu tertentu yang ujung-ujungnya dalam rangka membuat citra Emiten tersebut baik atau bagus melalui pergerakan saham secara likuid.

 

Padahal, transaksi tersebut digerakkan oleh kalangan mereka sendiri. Tentu saja, perbuatan mereka bisa masuk kategori tindak pidana manipulasi pasar sebagaimana diatur di dalam pasal 91-92 UUPM. Selain itu, untuk mendukung aksi manipulasi pasarnya, biasanya mereka menyebarkan informasi yang menyesatkan yang bisa masuk kategori pelanggaran pasal 90 dan pasal 93 UUPM mengenai penipuan dan informasi yang tidak benar atau menyesatkan. Informasi ini bisa saja mengatakan bahwa perusahaan sedang bagus-bagusnya atau perusahaan sedang turun-turunya.

 

Disamping manipulasi pasar dan penipuan, akibat masalah volatile-nya harga saham ini, bagi Emiten yang mungkin memiliki kinerja dan fundamental yang baik, ketika mereka akan melakukan aksi korporasi misalnya berhutang atau menggadaikan sahamnya sebagai jaminan, mereka akan hati-hati karena khawatir aksi korporasinya akan membuat harga saham mereka turun dan anjlok.

 

Efek samping kekhawatiran ini adalah terbuka kemungkinan Emiten yang bersangkutan tidak transparan kepada publik ketika dia melakukan aksi korporasi. Ketika dia sudah tidak transparan, maka dia telah bisa dianggap melakukan pelanggaran atas prinsip keterbukaan di pasar modal (Pasal 86 jo. Pasal 93 UUPM). Apabila aksi korporasi tersebut mengandung benturan kepentingan dan memenuhi prinsip transaksi material, maka dia juga telah melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut. Tentunya patut kita sayangkan apabila terdapat Emiten yang baik dengan kinerja bagus lalu hendak melakukan aksi korporasi, namun karena kekhawatiran masalah nilai saham membuat dia melakukan pelanggaran yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

 

Terkait dengan masalah naik turunnya harga saham, sebenarnya BEI telah memiliki aturan mengenai auto rejection terhadap pergerakan harga saham dengan maksimal kenaikan dan penurunan per harinya adalah 10 % berdasarkan Surat Edaran No. SE-004/BEI.PSH/10-2008 tanggal 12 Oktober 2008 tentang Pembatasan Harga Penawaran Tertinggi atau Terendah atas Saham yang Dimasukkan ke JATS di Pasar Reguler dan Pasar Tunai. Aturan ini menggantikan Surat Edaran yang lama No. SE-009/BEK/12-2001 tanggal 3 Desember 2001 yang membatasi kenaikan dan penurunan harga saham hingga 20-50 %. Aturan ini cukup bagus untuk mencegah perbuatan-perbuatan manipulasi pasar dan penipuan yang bisa menyebabkan harga saham naik dan turun secara tajam. Melalui restriksi batasan harga ini bagi para investor dan Emiten, ketentuan ini akan melindungi nilai investasi dan saham mereka sendiri. Pengaruh aturan ini juga cukup bagus bagi kepentingan Emiten yang hendak melakukan aksi korporasi sehingga nilai saham tidak akan naik atau turun secara tajam. Efek negatif ketatnya aturan auto rejection barangkali adalah masalah likuiditas pasar.

 

Bagai para pemain saham, tentunya ini menjadi tidak menarik karena tidak ada keuntungan besar bagi mereka. Namun, perlu kita tegaskan bahwa pasar modal adalah sarana investasi. Bicara investasi, maka kita bicara jangka waktu yang panjang dan keuntungan untuk semua orang. Apabila pasar modal menjadi ajang main saham, sebaiknya para pelaku tadi mainlah ke Las Vegas atau Makau. Itulah tempat main saham sebenarnya yaitu meja perjudian. Janganlah hanya demi kepentingan dan keuntungan sesaat, kemudian mengorbankan keuntungan sebagian besar investor yang lain dan Emitennya.

 

Apresiasi patut diberikan kepada Bursa Efek Indonesia dengan aturan auto rejection-nya. Penerbitan aturan tersebut diharapkan dapat mengendalikan IHSG dan pasar modal kita yang liar akibat krisis finansial global, walaupun padahal fundamental Emiten kita cukup banyak yang bagus dan kuat. Penerbitan aturan itu juga dapat menjadi upaya preventif dan minimalisir terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum pasar modal kita.

 

Namun, upaya preventif itu juga sebaiknya harus dibarengi penindakan dan penegakan hukum pasar modal kita. Bapepam-LK dan BEI harus berani untuk menindak pelaku pelanggaran tersebut hingga ke pengadilan baik itu pemain besar maupun pemain kecil. Itu dapat menjadi bukti integritas sesungguhnya dari kedua institusi ini.

 

 

-------------------------

*) Penulis adalah masyarakat umum pengamat pasar modal.

 

Aksi jual saham besar-besaran pun tak bisa dibendung. Penawaran lebih banyak dibandingkan permintaan. Sesuai hukum permintaan penawaran, tentunya hal itu akan membuat harga saham yang dijual menjadi jatuh dan bisa mempengaruhi IHSG itu sendiri.

 

Seperti diketahui IHSG mengalami penurunan yang cukup tajam ketika perdagangan di bursa dibuka kembali pasca libur Idul Fitri tanggal 6 Oktober 2008 ke level 1.648,74 dari level 1.832,51 (26 September 2008). IHSG kemudian tercebur kembali 2 hari berikutnya ke level 1.451,67 (8 Oktober 2008) sebelum akhirnya ditutup sementara oleh BEI. Penurunan IHSG ini sendiri sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun 2008 ini secara pelan-pelan walaupun sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah pada tanggal 9 Januari 2008 di level 2.830,26. Penurunan ini sudah diprediksikan sebelumnya bahwa banyaknya hot money yang umumnya berasal dari investor asing dalam perdagangan di bursa. Hot money ini bisa ditarik sewaktu-waktu dan bisa menyebabkan anjloknya bursa.

 

Terkait dengan konsep IHSG itu sendiri, perlu diperhatikan bahwa IHSG merupakan indikator yang mencakup pergerakan harga saham biasa dan harga saham preferen di BEI. Naik turunnya IHSG sangat bergantung kepada pergerakan harga saham di bursa. Apabila pergerakan harga saham secara umum bagus dan naik, maka IHSG akan naik juga. Begitupun sebaliknya, bila pergerakan harga saham kurang bagus atau turun maka IHSG pun akan ikut turun. Fluktuasinya IHSG disebabkan oleh fluktuasinya harga saham. Dan fluktuasinya harga saham ini disebabkan salah satunya adalah karena pengukuran nilai saham itu sendiri yang hampir tidak pernah menggunakan indikator fundamental kinerja dan keuangan perusahaan itu sendiri.

 

Bila kita tengok anjloknya pasar modal kita kemarin bahwa hampir seluruh saham-saham di bursa turun. Ada yang mengatakan bahwa anjloknya pasar modal kita tidak lepas dari krisis finansial global. Ada pula yang mengatakan bahwa ini gara-gara grup Bakrie yang gagal bayar dalam transaksi buy back saham-sahamnya. Memang benar apa yang dikatakan sebagian orang itu namun ada satu akar sebab atau permasalahan mengapa IHSG dan saham-saham bisa naik dan turun secara tajam, yaitu tidak menggunakannya fundamental perusahaan sebagai dasar penilaian harga saham di bursa.

 

Tidak digunakannya indikator ini memiliki banyak akibat hukum di pasar modal. Sebut saja tindak pidana penipuan, manipulasi pasar, insider trading, ketidaktransparanan Emiten ketika melakukan aksi korporasi (masalah keterbukaan), dan sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya forbidden di dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Tentunya, kalau kita perhatikan sudah banyak kasus akibat masalah penilaian saham yang tidak wajar ini. Kasus manipulasi pasar PT Perusahaan Gas Negara (PGN), kasus saham Agis, kasus saham Indosat, dan sebagainya. Semua itu sekali lagi berakar kepada tidak digunakannya indikator penilaian saham berdasarkan fundamental kinerja dan keuangan perusahaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: