MA Ajak Perguruan Tinggi Bikin Anotasi Putusan HKI
Berita

MA Ajak Perguruan Tinggi Bikin Anotasi Putusan HKI

Masih banyak hakim yang kurang memahami teknis hukum hak kekayaan intelektual. HKI tak melulu persoalan undang-undang, tetapi juga teknis.

Oleh:
Mys/CR1
Bacaan 2 Menit
MA Ajak Perguruan Tinggi Bikin Anotasi Putusan HKI
Hukumonline

 

Jumlah sengketa dan tindak pidana bidang HKI terus bertambah. Di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat misalnya. Pada tahun 2006, ada 90 perkara gugatan HKI yang masuk. Terdiri dari merek 68 perkara, hak cipta 9 perkara, desain industri 12 perkara, dan paten 1 perkara. Sepanjang tahun berjalan, majelis hakim berhasil memutus 78 perkara, dan 9 perkara dicabut. Pada tahun 2007, jumlah perkara HKI terdaftar mencapai 85. Hingga akhir tahun, sisa perkara yang masih dalam proses adalah 30 perkara.

 

Putusan-putusan pengadilan atas perkara tersebut perlu dikaji demi penyelarasan pemahaman, terutama bidang-bidang HKI yang relatif jarang muncul ke permukaan seperti desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu. Dengan anotasi, diharapkan bisa memicu hakim menghasilkan putusan yang benar-benar sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan.

 

Untuk lebih memperdalam pemahaman dan pengetahuan hakim terhadap HKI, jelas Prof. Mieke, Mahkamah Agung antara lain mengirimkan sejumlah hakim ke luar negeri. Selain itu, para hakim juga disekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan hakim bisa mengambil spesialisasi bidang HKI. Upaya tersebut dimaksudkan agar hakim-hakim lebih bisa menangani dan memutus perkara HKI. Ajakan kepada perguruan tinggi untuk membuat anotasi juga dalam rangka upaya tersebut. Kerjasama akademisi dan dunia peradilan perlu terus dikembangkan, ujarnya.

 

Sejauh ini, putusan HKI tidak spesifik diterbitkan Mahkamah Agung. Yang melakukan kompilasi putusan perkara HKI malah masyarakat swasta. Penerbit Tata Nusa misalnya sudah menerbitkan buku ‘Himpunan Putusan-Putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Hak Cipta'; ‘Himpunan Putusan-Putusan MA dalam Perkara HaKI', dan ‘Himpunan Putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Merek'.

 

Ajakan tersebut disambut positif kalangan perguruan tinggi. Kami siap kerjasama, ujar Budi Agus Riswandi, Kepala Pusat Kajian HKI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

 

Gagasan tersebut cukup bagus. Jadi, ada peran masyarakat memberikan tanggapan, timpal Suyud Margono, praktisi HKI yang sekaligus pengajar di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta.

 

Insan Budi Maulana, dosen Universitas Krisnadwipayana Jakarta berharap kerjasama semacam itu bisa membuat perbaikan-perbaikan positif di bidang HKI. Secara pribadi, Insan mengaku sudah sering diminta MA untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada hakim-hakim niaga. Sepengetahuan Maulana, sudah banyak hakim yang mengikuti pelatihan atau studi banding mengenai HKI. Tetapi dalam praktik, seringkali mutasi hakim menyulitkan. Setiap dua tiga tahun hakim mengalami mutasi. Akibatnya, hakim-hakim yang sudah memahami bidang HKI digantikan hakim yang belum.

 

Banyaknya hakim yang kurang memahami masalah-masalah HKI mungkin bisa dimaklumi. Menurut Rizki Adiwilaga, persoalan HKI bukan semata-mata soal teknis hukum dan perundang-undangan, tetapi juga hal-hal yang bersifat non-legal. Khususnya menyangkut perkara desain industri. Dosen mata kuliah desain produk industri Institut Teknologi Bandung (ITB) itu berpendapat hakim harus memahami filosofi dasar HKI dan teori dasar, baru kemudian berbicara tentang undang-undang dan praktik. Selain itu, hakim kudu memahami perjanjian-perjanjian internasional bidang HKI. Kalau sudah begitu, kata Rizki, nanti logika berpikir hakim akan lebih sistematis dalam menangani kasus HKI.

Mahkamah Agung mengajak kalangan perguruan tinggi, khususnya Fakultas Hukum, ikut berperan membuat anotasi putusan-putusan di bidang hak kekayaan intelektual (HKI). Tidak ada jaminan putusan hakim sudah benar sesuai hukum dan perundang-undangan mengingat persoalan HKI relatif baru dan terus berkembang. Belum semua hakim menguasai bidang baru ini, ujar hakim agung Mieke Komar Kantaatmadja.

 

Ajakan sekaligus tantangan itu disampaikan Hakim Agung Mieke Komar dalam Seminar Hukum Desain Industri di Indonesia: Interpretasi dan Penegakan Hukumnya, di Jakarta, Rabu (12/11) pekan lalu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: