Saat Hubungan Kemitraan Menjadi Hubungan Kerja
Berita

Saat Hubungan Kemitraan Menjadi Hubungan Kerja

Hubungan kemitraan meluruh menjadi hubungan kerja ketika terbukti ada unsur pekerjaan, perintah, dan upah.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Saat Hubungan Kemitraan Menjadi Hubungan Kerja
Hukumonline

 

Alhasil, melalui Federasi Transportasi dan Angkutan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Nurudin melayangkan gugatan ke PHI Jakarta. Ia menuntut agar hakim menyuruh perusahaan mempekerjakannya lagi. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Majelis hakim pimpinan Makmun Masduki, beranggotakan Juanda Pangaribuan dan Dudy Hidayat, mengabulkan keinginan Nurudin untuk bekerja kembali.

 

Dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa PT Bahana Prestasi salah kaprah dalam menerapkan perjanjian mitra kerja. Hakim lebih melihat hubungan antara Nurudin dengan PT Bahana Prestasi adalah sebagai hubungan kerja. Penggugat (Nurudin, red) mendapat dari Tergugat (perusahaan, red) pekerjaan, upah dan perintah. Artinya, penggugat melaksanakan isi perjanjian sesuai dengan perintah tergugat, kata hakim.

 

Mengenai imbalan yang diberikan dalam sistem borongan, kata hakim, juga dimungkinkan dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal 157 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan.

 

Saling Menguntungkan

Agus Mulya Karsona, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Padjadjaran, Bandung menandaskan ada perbedaan mendasar antara hubungan kemitraan dengan hubungan kerja. Secara umum, hubungan kemitraan memang tidak tunduk dengan UU Ketenagakerjaan, kata Agus, lewat telepon, Jumat (5/12).

 

Hubungan kemitraan, kata Agus, bersifat lebih mengedepankan mutualisme di antara para pihak. Prinsipnya, kemitraan lebih menekankan pada hubungan saling menguntungkan. Posisi para pihak setara, kata dia. Berbeda dengan posisi majikan-buruh dalam hukum ketenagakerjaan yang sifatnya atasan-bawahan.

 

Pada beberapa perusahaan pengangkutan, masih menurut Agus, seperti perusahaan Taksi ada perjanjian kemitraan yang menguntungkan kedua pihak. Banyak perusahaan taksi yang tak memberi gaji kepada sopirnya. Padahal sopir itu tetap harus menyetor sejumlah uang tiap harinya. Nah setelah sekian tahun, nanti taksi itu menjadi miliknya si Sopir. Kalau seperti ini masih boleh. Karena ada keuntungan bagi si sopir.

 

Hubungan kemitraan akan menjadi berbeda, lanjut Agus, ketika perusahaan tak menjanjikan apapun selain imbalan uang tiap bulan. Apalagi kalau mobil untuk mengangkut adalah milik perusahaan.

 

Pendapat Agus senada dengan pertimbangan hakim. Dalam perkara ini, Nurudin hanya menjalankan truk milik perusahaan. Jika penggugat (Nurudin, --red) menerima order dari Tergugat (perusahaan, --red) dan menjalankannya dengan truk milik penggugat sendiri, maka itu dapat disebut sebagai mitra kerja, kata hakim.

 

Atas putusan ini, kuasa hukum perusahaan dari kantor hukum Purbadi & Associates menyatakan siap mengajukan upaya hukum kasasi.

 

Pengalaman PT Bahana Prestasi Linc Express bisa menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan lain yang bergerak di bidang jasa pengangkutan barang. Intinya, pikir ulang dulu sebelum membuat perjanjian mitra kerja antara perusahaan dengan pengemudi.

 

Gara-gara masalah perjanjian mitra kerja itu, PT Bahana Prestasi mesti berurusan dengan hukum. Adalah Nurudin, mantan pengemudi yang membuat perusahaan yang berdomisili di Sunter, Jakarta Utara itu harus mondar-mandir ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.

 

Sejak Juli 2006, PT Bahana Prestasi mengikat Nurudin sebagai pengemudi melalui perjanjian mitra kerja yang berlaku hingga Juli 2007. Di dalam perjanjian itu, Nurudin berkewajiban mengantarkan barang, sementara perusahaan memberi imbalan uang dengan sistem borongan yang nilainya rata-rata Rp2 juta per bulan.

 

Meski perjanjian kemitraan berakhir pada Juli 2007, Nurudin tetap bertugas seperti biasa. Masalah mencuat ketika pada Mei 2008, perusahaan menyodorkan surat yang isinya menghentikan perjanjian kemitraan. Perusahaan berdalih, kelalaian Nurudin mengakibatkan truk yang dia kendarai rusak berat. Atas kerusakan itu, perusahaan mengaku rugi besar.

 

Nurudin tak terima perlakuan perusahaan yang memutuskan perjanjian secara sepihak. Perundingan antara kedua pihak tak membuahkan hasil. Anjuran Disnaker DKI Jakarta yang menyarankan agar Nurudin dipekerjakan kembali juga diabaikan.

Tags: