Komisi Kejaksaan Nilai Kejaksaan Tidak Serius
Berita

Komisi Kejaksaan Nilai Kejaksaan Tidak Serius

Ada 424 surat pengaduan diterima Komjak, 251 diantaranya diteruskan ke Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan, hanya 5 surat tembusan Sprint, 6 sudah ada LHP dan 240 yang belum ada Sprint/LHP.

Oleh:
CR-1
Bacaan 2 Menit
Komisi Kejaksaan Nilai Kejaksaan Tidak Serius
Hukumonline

Komjak baru menerima lima surat tembusan Sprint (surat perintah, red.), dan yang belum ada Sprint dan laporan hasil pemeriksaan berjumlah 240 surat, beber Maria. Kondisi ini dipandang sebagai pertanda bahwa kejaksaan tidak serius menangani laporan yang telah dimasukkan Komjak. Komisi Kejaksaan menilai Kejaksaan kurang serius, tegasnya.

 

Terpisah, Hasril Hertanto mengaku tidak terlalu kaget mendengar keluhan Komjak. Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia ini bahkan sudah bisa memprediksi sejak MoU ditandatangani. Kejaksaan sebagi institusi, tentunya enggan untuk diawasi oleh Komjak. Hal ini, terlihat dengan adanya MOU yang membatasi ruang gerak Komjak, katanya.

 

Selain MoU, nuansa rivalitas juga menjadi salah satu penyebab. Kelahiran Komjak yang dirancang sebagai pengawas eksternal, menurut Hasril, dipandang sebagai kompetitor bagi pengawasan internal Kejaksaan. Untungnya, rivalitas juga membawa berkah. Hasril mengamati sejak ada Komjak, prosedur pengawasan internal relatif lebih cepat dari sebelumnya.   

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, M. Jasman Panjaitan menerangkan, Komjak bertugas membantu Jaksa Agung dalam monitoring prilaku jaksa nakal. Hasilnya monitoring itu disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas). Nantinya, lanjut Jasman, Jamwas akan menentukan tiga opsi.

 

Pertama, kalau terjadi di wilayah hukum Kejaksaan Agung, maka ditangani langsung oleh Jamwas. Kedua, kalau terjadi di daerah, maka akan diserahkan ke Pengawasan Fungsional di daerah, yakni asisten pengawasan di Kejaksaan Tinggi. Ketiga, jika diserahkan kalau itu tidak menyangkut perilaku, maka pengawasannya ada dua, yakni pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Seharusnya Komisi Kejaksaan mengklarifikasi terlebih dahulu yang mana yang belum ditindak lanjuti, kata Jasman.

 

Ia menegaskan, kejaksaan bukan hanya melakukan pemeriksaan, melainkan juga mencopot status jaksa nakal lalu dimutasikan ke bagian tata usaha. Saya pikir hal ini sudah tegas, ujarnya.

 

Jasman membatah isu yang menyatakan bahwa ada jaksa di daerah yang dipromosikan meski sedang terkena hukuman disiplin. Kalau sudah digolongkan hukuman itu berat atau ringan, tidak mungkin dipromosikan lagi, tegasnya.

 

Jasman menyarankan agar Komjak tidak menyampaikan ke publik mengenai temuan-temuannya sebelum disampaikan ke Kejaksaan Agung. Jangan sampai masyarakat bingung, seolah-olah semua mau cuci tangan. Kerena saat ini kita dalam rangka pembersihan, pungkasnya.

 

Komjak soal Urip dkk

Jika Komjak begitu ngotot menagih respon Kejaksaan atas pengaduan masyarakat yang mereka teruskan, lain halnya ketika berbicara tentang langkah penindakan terhadap Urip Tri Gunawan. Sebagaimana diketahui, terpidana kasus suap ini telah resmi diberhentikan dengan tidak hormat oleh Jaksa Agung, Senin lalu (22/12).

 

Selain Urip, Kemas Yahya Rahman juga dijatuhi sanksi, tetapi lebih ringan. Mantan Jampidsus itu dihukum disiplin ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. Sementara, mantan Direktur Penyidikan Muhammad Salim dan mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Joko Widodo dihukum teguran tertulis.

 

Terkesan hati-hati, Maria mengatakan Komjak belum bisa mengambil sikap atas penjatuhan sanksi terhadap Urip dkk. Ia berdalih Komjak belum menerima Rencana Hukuman Disiplin (RHD) dari Kejaksaan Agung. Menurutnya, Jika RHD sudah diterima, Komjak baru bisa melakukan evaluasi sekaligus kesimpulan untuk diberikan ke Jaksa Agung. Merujuk pada Perpres 18 Tahun 2005, Komjak sebenarnya bisa mengambil alih kasus pelanggaran oleh jaksa dengan alasan hasil pemeriksaan internal dirasa tidak sesuai dengan derajat kesalahan yang dilakukannya. Namun, lagi-lagi Maria mengelak,  tetapi Komjak tetap menunggu RHD-nya sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

 

Sementara, Hasril menilai hukuman yang diterima Kemas tidak seimbang dengan perbuatan yang dilakukannya. Padahal, Kejaksaan jelas-jelas menyimpulkan Kemas telah berbuat kesalahan. Harusnya kemas masuk ke ranah pidana, harapnya. Hasril berpendapat Kemas patut diproses secara hukum pidana. Untuk itu, perlu dilibatkan pihak luar, seperti penyidik Polri, agar prosesnya objektif dan tidak menimbulkan kecurigaan publik. Menurutnya, jika hal ini dilakukan maka Kejaksaan akan memperbaiki citra institusi yang terpuruk.

Pasal 38 UU Kejaksaan adalah cikal-bakal lahirnya Komisi Kejaksaan (Komjak). Pasal itu mempersilahkan Presiden membentuk sebuah komisi demi memperbaiki kinerja institusi Kejaksaan. Tindak lanjutnya, terbitlah Peraturan Presiden (Perpres) No. 18 Tahun 2005 menandai pembentukan Komjak yang dilatik Presiden pada Maret 2006. Perpres tersebut menegaskan kewenangan Komjak meliputi pengawasan, pemantauan, dan  penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan dalam maupun di luar tugas kedinasan.

 

Selintas membaca Perpres, Komjak tampak garang. Masyarakat pun berharap banyak pada komisi yang diketuai Amir Hasan Ketaren ini. Sayang, penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Jaksa Agung dan Komjak pada Juli 2006 seperti menjadi anti klimaks. MoU ternyata membatasi ruang gerak Komjak. Setiap laporan yang masuk ke Komjak, misalnya, harus dioper terlebih dahulu ke internal pengawasan Kejaksaan.

 

Hampir tiga tahun berkiprah, Komjak ternyata belum bertaji. MoU yang diharapkan

menjadi jembatan koordinasi antara kedua lembaga juga belum bertuah. Dalam jumpa pers akhir tahun, Selasa (23/12), Komisioner Komjak Maria Ulfa Rombot mengungkapkan kekecewaan terhadap sikap Kejaksaan. Maria kecewa karena ratusan pengaduan yang diteruskan ke Kejaksaan minim respon. Jumlah tepatnya ada 424 surat pengaduan diterima Komjak, 251 diantaranya diteruskan ke Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan.

 

Tahun 2008 s/d 22 Desember 2008

Laporan masyarakat yang masuk ke Komjak

424

Laporan masyarakat yang diteruskan ke Jaksa Agung/Jamwas

251

Jumlah penerimaan laporan penanganan dari pengawasan internal

 

Penerimaan tembusan Sprint

5

Penerimaan LHP

6

Laporan yang belum ada Sprint/LHP

240

 

Halaman Selanjutnya:
Tags: