Polri Kejar Target Trust Building 2010
Fokus

Polri Kejar Target Trust Building 2010

Tidak ada ampun bagi perjudian, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, dan premanisme. Sampai-sampai Kapolda setempat dapat teguran. Sayang, tidak demikian halnya dengan korupsi. Tidak ada sanksi bagi penyidikan yang tak tuntas.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Polri Kejar Target <i>Trust Building</i> 2010
Hukumonline

 

Jenis Kejahatan

Jumlah Kasus

Tren

2007

2008

Pencurian dengan pemberatan

61162

48130

turun 21,30%

Pencurian ranmor

32704

19304

turun 40,97%

Pencurian dengan kekerasan

9770

7473

turun 23,51%

Penganiayaan berat

16630

11541

turun 30,6%

Pembunuhan

1370

1081

turun 21,1%

Perkosaan

2696

1976

turun 26,7%

Uang palsu

331

272

turun 17,8%

Perjudian

12225

9770

turun 20,08%

Penipuan

27498

19787

turun 28,04%

Penggelapan

18515

13893

turun 24,96%

Perusakan

6198

5448

turun 12,10%

Pemerasan

5671

4099

turun 27,72%

Sumber: Catatan Akhir Tahun Mabes Polri

 

Untuk jenis kejahatan konvensional ini, Polri telah mencanangkan beberapa sandi operasi, seperti operasi premanisme. Operasi preman yang resmi digelar pada November 2008 ini ditujukan demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat. BHD mengatakan pemberantasan kejahatan jalanan ini akan terus-menerus dilakukan sepanjang tahun sampai masyarakat benar-benar merasa aman dan nyaman. Ada berbagai kategori, mulai dari preman jalanan, debt collector, preman tanah, preman berkedok organisasi, sampai "preman berdasi" atau backing preman.

 

Meskipun premanisme tidak didefinisikan khusus dalam KUHP, Kabareskrim Susno Duaji berpendapat permanisme tetap bisa ditindak sesuai dengan jenis kejahatannya, seperti pemerasan, perampokan, dan sebagainya.

 

Untuk pemberantasan premanisme secara umum mengalami kenaikan, itu semata-mata, kata Susno, karena Polri memberi perhatian khusus untuk penanganan kasus ini. Namun, sayang pemberantasan premanisme ini tidak dikoordinasikan secara khusus dengan Dinas Sosial (Pemerintah Daerah) dan Depkumham. Susno pernah mengatakan Polri hanya fokus pada penindakan, sedangkan overcapacity dan pembinaan menjadi lingkup tugas Dinas Sosial dan Depkumham.

 

Kriminolog Universitas Indonesia Iqrak Sulhin mengatakan pemberantasan premanisme harus diimbangi dengan pembinaan, penambahan kapasitas Rutan atau Lembaga Pemasyarakatan, dan kebijakan ekonomi dari pemerintah. Karena tidak ada yang menjamin preman-preman yang telah keluar dari penjara atau pembinaan ini tidak akan mengulangi perbuatannya di luar sana. "Inti permasalahannya adalah ekonomi, sehingga pemerintah harus memikirkan kebijakan ekonomi mana yang dapat menanggulangi permasalahan ini. Salah satunya, membuka lapangan pekerjaan," kata Iqrak.

 

Untung Sugiyono, Dirjen Pemasyarakatan Depkumham, menganggap walau tidak ada koordinasi khusus Polri-Lapas, sudah otomatis Lapas sebagai suatu kesatuan dalam sistem peradilan pidana mendukung upaya Polri. Masalah overcapacity, menurut Untung, bukan suatu hal yang baru. "Dari dulu juga sudah overcapacity," ujarnya. 

 

Pati hanya ditegur

Demikian pula untuk perjudian, program kerja yang diusung sejak Kapolri dijabat Sutanto ini tetap menjadi prioritas. Sampai-sampai Kapolda setempat dimana judi itu berlangsung mendapat teguran langsung dari Kapolri karena tidak mengetahui ada perjudian skala besar dengan omset miliaran rupiah terjadi di daerah yurisdiksinya.

 

Kasus perjudian toto gelap alias togel, misalnya, baru-baru ini terjadi di daerah Pekanbaru, Riau. Walau Kapoldanya tidak jadi diperiksa Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri, tapi tetap harus mempertanggungjawabkan secara manajerial. Irwasum Mabes Polri Jusuf Manggabarani saat HUT Polisi Air, 1 Desember 2008, sempat mengatakan ada enam Pati yang terindikasi melakukan pembiaran atas kasus judi yang ternyata telah berlangsung sejak tahun 2002. "Tiga Kapolda dan tiga Wakapolda (Riau) ketika Sutanto menjabat sebagai Kapolri (2005)," jelasnya.

 

Enam Perwira Tinggi (Pati) yang sedianya akan diperiksa Irwasum itu ternyata hanya mendapat teguran dari Kapolri. BHD beralasan tidak bisa sembarangan menindak dan menuduh para Kapolda sebagai backing judi. "Apa bisa dibuktikan? Kalau tidak bisa, berarti tidak bisa memposisikan Kapolda turut serta atau turut membantu terjadinya perjudian," dalihnya.

 

Jusuf Manggabarani berulang-kali mengatakan pertanggungjawaban manajerial ini salah satunya dalam bentuk teguran. Setidaknya, akan dicatat dalam track record Kapolda tersebut dan dijadikan sebagai bahan untuk evaluasi. Namun, untuk oknum yang terlibat langsung, Kapolda sudah mengambil tindakan. Tercatat dalam operasi bersih Polri 2008, 8836 personil terkena hukuman disiplin, 198 personil terkena hukuman kode etik profesi, dan 440 personil hukuman pidana.

 

Jenis Hukuman

Jumlah Terhukum

Hukuman disiplin

8836 orang

Hukuman kode etik profesi

198 orang

Pemberhentian tidak dengan hormat

161 orang

Pemberhentian dengan hormat

1 orang

Tour of duty

5 orang

Tour of area

13 orang

Pembinaan ulang profesi

5 orang

Permintaan maaf

6 orang

Perbuatan tercela

7 orang

Hukuman pidana (penyalahgunaan narkoba, penganiayaan, perbuatan tidak menyenangkan, pencurian, perjudian, dan penipuan)

440 orang

Sumber: Catatan Akhir Tahun Mabes Polri

 

Korupsi bukan prioritas?

Sementara itu, untuk illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing. BHD mengaku akan menindak tegas kasus-kasus ini. Namun, komitmen Kapolri seolah tidak terlihat dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) illegal logging yang diterbitkan baru-baru ini terhadap sekitar 14 perusahaan kayu besar di Riau. BHD memberi alasan, lebih baik melakukan SP3 dari pada menggantungkan kasus tersebut bertahun-tahun. Karena penuntut umum sendiri juga tidak mau menerima berkas dan keterangan ahli yang disodorkan Polri.

 

Sebenarnya ada kesempatan Polri untuk melapis kasus illegal logging dengan Undang-undang lain selain UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Misalnya, dengan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, seperti dalam kasus Adelin Lis. Namun, BHD mengatakan, "dengan pasal intinya saja tidak bisa, apalagi dengan yang lain (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)".

 

Lagipula, sambung BHD, SP3 bukan pertanda proses hukum selesai, bisa saja sewaktu-waktu dibuka kembali. Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat peduli lingkungan hidup ini sempat menyatakan akan mempraperadilankan SP3 yang dikeluarkan Polda Riau. BHD mempersilahkan pihak-pihak tersebut untuk mengajukan praperadilan. "Silahkan dipraperadilankan," tantangnya.

 

Sebagai catatan, Polri dalam di tahun 2008 telah menerima 1.149 perkara dengan jumlah tersangka 1.338 orang. Dari jumlah perkara illegal logging yang masuk, 1.030 perkara penyidikannya selesai. Padahal, di tahun sebelumnya, 2007, Polri menerima 1.790 perkara dan selesai 1.260 perkara. Berarti terjadi penurunan sebanyak 641 perkara atau setara dengan 35,81%.

 

Beberapa kejahatan menjadi prioritas, tetapi tidak demikian halnya dengan penanganan korupsi. BHD menyatakan tidak akan ada sanksi untuk penyidikan perkara korupsi yang tidak tuntas. Polri mencatat 298 perkara korupsi ditangani Polri, tapi hanya 184 perkara yang terselesaikan dan Rp185.462.257.186,66 kekayaan negara terselamatkan. Ada perkara yang tidak tuntas dan akhirnya diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi, seperti perkara korupsi Bupati Situbondo yang diduga merugikan negara Rp45,7 miliar. Padahal, Polri sempat menahan delapan orang yang diduga terlibat, tapi belakangan diambil alih KPK. BHD mengaku pengambilalihan ini berdasarkan MoU yang telah dibuat bersama KPK.

 

Diwawancara terpisah, Anggota Komisi III DPR Aziz Syamsudin menilai apa yang dilakukan Polri masih belum seperti yang masyarakat harapkan. Ia berharap Polri konsisten, transparan, akuntabel, dan mengutamakan pelayanan publik. "Tidak hanya melakukan gebrakan di awal, tapi konsistensinya tidak ada," tuturnya.

 

Untuk pembenahan internal Polri sendiri menurut Aziz masih prematur untuk dilakukan penilaian, mengingat BHD belum lama memimpin Polri. "Masih dalam proses, belum terlihat hasilnya," tukasnya. Untuk penanganan tindak pidana korupsi, Politisi dari Partai Golkar ini ingin Polri juga memprioritaskannya seperti halnya premanisme, perjudian, illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing.

 

SMS Dumas 2009

Salah satu indikator sukses tidaknya program kerja Polri adalah terpenuhinya pelayanan publik. BHD pernah melontarkan hal ini dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di hadapan Komisi III DPR. Aziz juga kembali mengingatkan komitmen BHD yang menargetkan Trust Building 2010 dengan mencanangkan Operasi Bersih.

 

Sebenarnya, pada era kepemimpinan Sutanto pembenahan ke dalam sudah mulai dirintis. Salah satunya dengan penempatan perwira pengawas penyidik mulai dari tingkat Mabes hingga Polsek. Berawal dari SK Kabareskrim -saat itu masih dijabat BHD- yang kemudian diteruskan menjadi SK Kapolri. Namun, menurut Jusuf Manggabarani, perwira pengawas penyidik yang baru berjalan enam bulan ini belum dievaluasi. "Ini kan baru. Baru enam bulan. Nanti akan dievaluasi," katanya. 

 

Penempatan perwira pengawas penyidik ini adalah tindak lanjut dari rekomendasi Komisi Kepolisian Nasional yang memberikan rapor merah bagi reserse karena banyaknya pengaduan masuk terkait dengan fungsi reserse, khususnya saat melakukan pemeriksaan.

 

Sampai sekarangpun perwira pengawas penyidik masih ada. Namun, sejak kepemimpinan BHD, pakta integritas dan kontrak kerja mulai diberlakukan. Para Kapolda diikat kontrak kerja dengan Irwasum. Setiap tiga bulan sekali mereka dievaluasi, apa sudah memenuhi target apa belum? Kalau belum mereka harus bisa menjelaskan kenapa? "Bisa saja mereka diganti," ujar BHD saat menguraikan visi misinya kepada publik Oktober lalu.

 

Demi mendukung operasi ini, BHD merasa perlu pengawasan eksternal, khususnya dari masyarakat. Oleh karena itu, BHD berencana membuka akses pengaduan masyarakat yang terhubung langsung ke Irwasum, Kapolri, dan Kompolnas. "SMS pengaduan Januari 2009 mudah-mudahan sudah bisa dioperasionalisasikan," pungkasnya.

 

Sebelum akses SMS pengaduan terealisir, Polri sebenarnya sudah memiliki "mitra" yakni Kompolnas yang menjadi wadah penyaluran keluh-kesah masyarakat. Sejak dibentuk pada tahun 2005, animo masyarakat terhadap Kompolnas ternyata cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh hukumonline, selama periode Januari 2008 hingga 15 November 2008, tidak kurang dari 1062 pengaduan –dikenal dengan nama saran dan keluhan masyarakat (SKM)- masuk ke meja Kompolnas. 372 diantaranya ditujukan langsung ke Kompolnas, sisanya hanya bersifat tembusan. Dari total 1062 SKM, Kompolnas hanya meneruskan 542 SKM ke Polda terkait dan mendapat respon 208 SKM. 

 

Berdasarkan lingkup wilayahnya, Polda Metro Jaya mendapat SKM terbanyak, 231 SKM. Selanjutnya, Polda Jawa Timur 130 SKM, Polda Sumatera Utara 84 SKM, Polda Jawa Tengah 79 SKM, Polda Jawa Barat 62 SKM, dan Polda Sulawesi Selatan 60 SKM. Sementara berdasarkan satuan fungsi Polri, Reskrim menempati posisi teratas, dengan 878 SKM atau sekitar 86%. Sisanya, tersebar mulai dari Samapta, Lalu Lintas, Provos, Brimob, serta fungsi-fungsi lain.  

Kapolri Bambang Hendarso Danuri dalam berbagai kesempatan selalu mengelu-elukan target trust building (2005-2010) yang diharapkan tercapai pada 2010 nanti. Beberapa diantaranya dengan meningkatkan pelayanan publik, pembenahan internal, serta memprioritaskan penanggulangan tindak kejahatan seperti illegal logging, illegal mining, illegal fishing, premanisme, perjudian, dan kejahatan konvensional lainnya.

 

Pada periode Januari 2008 sampai Desember 2008 Polri mencatat 184.108 kasus kejahatan konvensional. Dari jumlah itu, sekitar 52,83% atau sekitar 97.269 kasus telah diselesaikan proses penyidikannya. Apabila dibandingkan dengan tahun 2007, berdasarkan catatan Polri, penyelesaian perkara kejahatan konvensional mengalami kenaikan sebesar 0,84%. Perlu diketahui, total perkara yang ditangani Polri sebanyak 251.223 kasus dan mampu diselesaikan 130.621 kasus (51,99%).

Tags: