Pekerja Gugat Diskriminasi Tunjangan di PAM Jaya
Berita

Pekerja Gugat Diskriminasi Tunjangan di PAM Jaya

Meski sama-sama berstatus sebagai karyawan PAM Jaya, terjadi diskriminasi jumlah tunjangan terhadap pekerja yang ditempatkan di PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya. Sebaliknya, menurut tergugat total pendapatan yang diterima dari dua mitra swasta lebih besar dari karyawan yang ada di PAM Jaya

Oleh:
CR-3/IHW
Bacaan 2 Menit
Pekerja Gugat Diskriminasi Tunjangan di PAM Jaya
Hukumonline

 

Para pekerja pernah beberapa kali berunjuk rasa atas perbedaan perlakuan ini. Ujungnya dibuat kesepakatan pada April 1999. Isi kesepakatannya  memberlakukan sementara SK Direksi yang baru untuk semua pegawai PAM Jaya. Termasuk yang ditempatkan di Thames Jaya dan Palyja.

 

Namun seperti diakui kuasa hukum pekerja, Gindo L. Tobing, kesepakatan itu hanya terjadi di atas kertas. Tak ada penambahan tunjangan bagi pegawai PAM Jaya di Thames Jaya dan Palyja. Sampai saat ini, walau ditugaskan pada mitra swasta, status kepegawaian para penggugat tetap sebagai karyawan PAM Jaya. Sehingga sistem pengupahan, pengaturan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, tetap diatur secara sentralistik, kata Gindo.

 

Perjuangan pekerja tak hanya di jalanan. Perundingan bipartit dengan perusahaan, menyambangi sejumlah instansi ketenagakerjaan bahkan hingga tingkat menteri juga dilakukan. Tapi hasilnya nihil.

 

Perselisihan berlanjut ke tingkat mediasi. Pegawai mediator Depnakertrans pada November 2007 mengeluarkan anjuran yang menyarankan perusahaan untuk memberlakukan ketentuan tunjangan kepada semua pegawai PAM Jaya. Namun anjuran itu ditolak perusahaan, kata Gindo.

     

Perselisihan pun berlabuh ke PHI Jakarta. PAM Jaya ditempatkan sebagai Tergugat I. Sementara Aetra dan Palyja masing-masing sebagai Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.

 

Pada Maret 2008 sebenarnya PAM Jaya sudah mengeluarkan SK Direksi yang menyamakan jumlah tunjangan bagi seluruh PAM Jaya dimanapun ia ditempatkan. SK ini diberlakukan sejak 1 Januari 2008.

          

Dalam gugatannya, penggugat menyebut PAM Jaya telah melakukan diskriminasi. Mereka menuntut PAM Jaya membayar kekurangan pembayaran tunjangan yang mencapai Rp224,2 miliar. Jumlah ini merupakan kalkulasi dari selisih tunjangan sejak Juli 1998 hingga Desember 2007 ditambah bunga dan denda.

 

Penggugat juga meminta majelis hakim untuk mengabulkan permohonan sita jaminan atas aset berupa tanah dan bangunan milik tergugat yang antara lain terletak di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Kemayoran, dan Pasar Rebo.

 

Lebih Besar

Ditemui seusai sidang, kuasa hukum tergugat Bambang Mulyono menjelaskan ketentuan yang diatur secara sentralistik, hanya mengatur pengupahan untuk seluruh karyawan PAM Jaya. Bukan untuk tunjangan.

 

Sementara pengupahan bagi karyawan yang diperbantukan di dua mitra swasta telah diatur secara tersendiri melalui secondment agreement antara PAM Jaya dengan PT PAM Thames Jaya dan PT PAM Lyonnaise Jaya tertanggal 5 Desember 1997.      

 

Secondment agreement menyangkut swastanisasi. Jadi semua ketentuan yang menyangkut gaji dan tunjangan karyawan yang diperbantukan mengacu ke secondment agreement. Sehingga hak-haknya tidak bisa dipersamakan dengan karyawan PAM Jaya, ujar Bambang.   

 

Dalam secondment agreement, lanjut Bambang, mitra swasta dibolehkan memberlakukan struktur baru yang menyangkut hak-hak materil karyawan sepanjang tidak boleh kurang dari yang pernah mereka terima di PAM Jaya.  

 

Sebenarnya take home pay (total upah) yang diterima pegawai yang diperbantukan lebih besar daripada pegawai PAM dan hal ini mereka akui. Jadi tidak logis apabila mereka terima gaji dari mitra setiap bulan, sementara minta tunjangan juga dari PAM Jaya, imbuh Bambang. Oleh karena itu, masih menurut Bambang, anjuran yang dikeluarkan Depnakertrans dibuat secara sepihak tanpa melihat fakta yang sebenarnya.             

 

Persidangan yang dipimpin hakim Sir John ini telah memasuki tahap pemeriksaan saksi. Sidang ditunda hingga pekan mendatang Kamis (22/01) lantaran tergugat belum bisa menghadirkan saksi..

Seribuan karyawan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta Raya (PAM Jaya) menggugat perusahaan air minimum itu di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Gugatan dilayangkan terkait masalah perbedaan jumlah tunjangan antara karyawan PAM Jaya yang ditempatkan di PAM Jaya dengan karyawan yang ditempatkan di mitra swasta PAM Jaya.

 

Seperti diketahui, sejak 1998 PAM Jaya bekerja sama dengan dua perusahaan (mitra swasta), PT Thames Jaya dan PT Lyonnaise Jaya. Dengan PT Thames Jaya, PAM Jaya membentuk PT PAM Thames Jaya. Belakangan perusahaan ini berubah menjadi PT Aetra Air Jakarta. Sementara dengan PT Lyonnaise Jaya, PAM Jaya membuat PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).  

 

Sejak itu pula PAM Jaya menempatkan sekitar dua ribuan karyawannya di kedua perusahaan tersebut. Semula, semua karyawan PAM memiliki tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan listrik, air, telepon dan gas, serta tunjangan biaya berobat jalan, yang diatur pada beberapa SK Direksi PAM Jaya tahun 1992..

 

Permasalahan muncul ketika pada 1999 Direksi PAM menerbitkan SK terkait penambahan besaran empat jenis tunjangan itu. Sayangnya SK baru itu hanya diberlakukan pada pekerja yang berada di PAM Jaya. Sementara mereka yang dipekerjakan di Thames Jaya dan Palyja hanya bisa gigit jari tak mendapat tambahan tunjangan.

Tags: