INFID: Awasi Money Politics Pemilu 2009
Surat Pembaca

INFID: Awasi Money Politics Pemilu 2009

Awasi Money Politics Pogram Penanggulangan Kemiskinan dan Stimulus Fiskal Antisipasi Krisis untuk Kepentingan Pemilu

Oleh:
Bacaan 2 Menit
INFID: Awasi Money Politics Pemilu 2009
Hukumonline

 

Kenyataan tersebut harus segera diwaspadai dan menjadi peringatan adanya potensi terjadinya pemboncengan agenda politik menjelang Pemilu 2009 dalam program-program yang mengatasnamakan penanggulangan kemiskinan. Dan ini adalah juga potensi terjadinya pelanggaran pidana Pemilu 2009.

 

Hal yang juga bisa dikategorikan menjadi potensi pelanggaran Pemilu adalah keberadaan para menteri yang partisan, yang memimpin kementerian dan departemen-departemen teknis yang mendapat alokasi anggaran langsung untuk menjalankan program penanggulangan kemiskinan.

 

Menteri-menteri partisan tersebut antara lain:

  1. Aburizal Bakrie (Menko Kesra): Merupakan Penanggung Jawab/Koordinator Utama PNPM-M. Aburizal Bakrie berasal dari Partai Golkar.
  2. Anton Apriantono (Menteri Pertanian): Departemen Pertanian merupakan penanggungjawab pelaksanaan program PNPM di sektor pertanian. Anton Apriantono berasal dari Partai Keadilan Sejahtera.
  3. Bachtiar Chamsyah (Menteri Sosial). Departemen Sosial mengelola dana-dana bantuan sosial dan juga dana bantuan untuk bencana alam. Bachtiar Chamsyah berasal dari Partai Persatuan Pembangunan.
  4. Bambang Sudibyo (Menteri Pendidikan Nasional): Merupakan Menteri yang menerima dan mengelola anggaran paling besar dari APBN 2009 (20%) untuk Pendidikan. Bambang Sudibyo berasal dari Partai Amanat Nasional. Departemen Pendidikan juga menjalankan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dibiayai utang luar negeri (Bank Dunia) sebesar US$ 127,740,000 termasuk untuk pengadaan gedung dan materi PAUD, honorarium kader-kader PAUD yang potensial menjadi laskar kampanye partai politik dan calon Presiden tertentu.
  5. Erman Suparno (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi): Merupakan Menteri yang mengelola dana stimulus fiscal untuk antisipasi PHK dan deportasi buruh migran. Erman Soeparno berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa.
  6. Fredy Numberi (Menteri Kelautan dan Perikanan): Merupakan Menteri yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program PNPM di sektor pesisir dan kelautan. Fredy Numberi berasal dari Partai Demokrat.
  7. Lukman Edi (Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal) adalah Menteri yang bertanggungjawab mengelola dana untuk penanggulangan kemiskinan di daerah tertinggal. Lukman Edi berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa.
  8. Meuthia Hatta Swasono  (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan) adalah Menteri yang bertanggungjawab untuk program pemberdayaan perempuan dalam PNPM. Meuthia Hatta Swasono berasal dari Partai Kebangsaan dan Persatuan Indonesia.
  9. Suryadharma Ali (Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil)  adalah Menteri yang bertanggungjawab untuk program pemberdayaan koperasi dan UKM dalam PNPM. Suryadharma Ali berasal dari Partai Persatuan Pembangunan.
  10. Yusuf Asy'ari (Menteri Negara Perumahan Rakyat) adalah Menteri yang bertanggungjawab untuk rehabilitasi perumahan untuk rakyat miskin dan program rumah susun untuk rakyat miskin. Yusuf Asy'ari berasal dari Partai Keadilan Sejahtera

 

Menurut INFID, keberadaan Menteri-menteri partisan yang berada di kementerian dan departemen yang strategis dalam meraih dukungan dari publik karena program-program penanggulangan kemiskinan harus benar-benar diawasi. Harus dipastikan pula bahwa Menteri-menteri beserta Presiden dan Wakil Presiden, yang saat ini menjabat, tidak menggunakan anggaran negara untuk kunjungan-kunjungan atau konsolidasi partainya dalam rangka kampanye.  Selain itu, harus dipastikan bahwa Menteri-menteri beserta Presiden dan Wakil Presiden, yang saat ini menjabat, menjalankan programnya secara adil, tidak partisan dan tidak diskriminatif.

 

Untuk hal tersebut INFID mendesak kepada BAWASLU RI untuk secara serius mengantisipasi potensi pelanggaran Pemilu 2009 dalam pelaksanaan dan pengelolaan program penanggulangan kemiskinan dan pengalokasian stimulus fiskal untuk antisipasi krisis, serta dana pendidikan yang langsung berkaitan dengan masyarakat tingkat dusun dan Rukun Warga (RW).

 

 

Jakarta, 6 Februari 2009 

 

 

Don K Marut

Direktur Eksekutif

Statement INFID Tentang Potensi Pelanggaran Pemilu dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Stimulus Fiscal Antisipasi Krisis Financial

 

Di ambang pintu menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 (baik Pemilihan Legislatif maupun Pemilihan Presiden), masalah seputar kemiskinan adalah masalah yang paling laku dijual, baik untuk bahan hujatan maupun klaim keberhasilan. Berdasarkan tracking yang dilakukan oleh INFID, seluruh partai politik peserta Pemilu 2009 dan calon-calon presiden yang mulai bernafsu untuk berkompetisi dalam Pilpres 2009 juga mengedepankan masalah kemiskinan sebagai kampanye utama untuk meraih dukungan publik. Tentu saja, hal ini sah untuk dilakukan sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

Yang menjadi persoalan dan sangat berpotensi untuk menjadi ajang money politics adalah penyelenggaraan program pemerintah yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan dan penyediaan stimulus fiskal untuk antisipasi krisis finansial. Dana yang digelontorkan Pemerintah untuk stimulus fiskal tahun ini mencapai Rp 71,3 triliun. Menurut rencana, dana ini akan digunakan untuk penghematan pembayaran pajak, tambahan belanja infrastruktur dan termasuk juga untuk penambahan dana PNPM sebesar Rp 0,6 triliun.

 

Untuk diketahui sejak tahun 2007, Pemerintah Indonesia meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri (PNPM-Mandiri) sebagai kelanjutan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Untuk tahun 2009 saja, pemerintah berencana meningkatkan dana PNPM menjadi Rp 16 triliun dari sebelumnya Rp 13,8 triliun di tahun 2008. Program yang dibiayai dari utang luar negeri dimaksudkan sebagai upaya penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat di tingkat akar rumput. Namun, menurut kajian INFID, ternyata program ini tidak terlalu signifikan untuk mengurangi angka kemiskinan. Walau telah bertrilyun-trilyun rupiah diguyurkan namun penurunan angka kemiskinan tidak sebanding dengan biaya besar yang telah dikeluarkan.

 

Hal ini terjadi karena, pembiayaan program ini ternyata lebih banyak dinikmati oleh aparat birokrasi, fasilitator dan pelaksana program ini ketimbang masyarakat miskin. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau ada penolakan dari beberapa pemerintah kabupaten/kota untuk menjalankan program ini karena juga ditengarai sebagai pembiayaan kampanye politik menjelang Pemilu 2009. Tujuh kabupaten meliputi Kabupaten Muaro, Tanjung Jabung Timur, Malinau, Bulungan, Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan dan Sula menyatakan enggan menyediakan Dana Daerah untuk Program Bersama (DDUPB) bagi PNPM Mandiri 2008. Termasuk 10 Kepala Daerah Kabupaten dan Kota yaitu Semarang, Surabaya, Ambon, Mojokerto, Deli Serdang, Medan, Tegal, Sidoarjo, Rokan Hilir dan Kabupaten Seula malah menyatakan menolak dan tidak menyediakan DDUPB bagi PNPM Mandiri 2008.

Tags: