Diskriminasi Tunjangan Pekerja ‘Haram' Hukumnya
Berita

Diskriminasi Tunjangan Pekerja ‘Haram' Hukumnya

PAM Jaya dan dua mitranya dihukum untuk membayar tunjangan secara adil kepada pekerjanya. Totalnya mencapai Rp101 Milyar.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Diskriminasi Tunjangan Pekerja ‘Haram' Hukumnya
Hukumonline

 

Permasalahan muncul ketika pada 1999 Direksi PAM menerbitkan empat buah SK terkait penambahan besaran empat jenis tunjangan itu. Sayangnya SK baru itu hanya diberlakukan pada pekerja yang berada di PAM Jaya. Sementara mereka yang dipekerjakan di Thames Jaya dan Palyja hanya bisa gigit jari tak mendapat tambahan tunjangan. Belakangan pada 2008, Direksi PAM Jaya mengeluarkan SK baru yang memberi tunjangan dengan besaran yang sama pada pekerja yang diperbantukan di mitra swasta.

 

Diskriminatif

Pada pertimbangan hukumnya, hakim merujuk pada konstitusi. Khususnya Pasal 27, Pasal 28 D dan 28 I Ayat (2) UUD 1945. Ketiga pasal itu intinya mengatur mengenai hak setiap orang untuk bekerja dan mendapat perlakuan yang adil dan bebas dari diskriminasi.

 

Selain itu, hakim juga menengok UU Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999. UU Ketenagakerjaan tak luput menjadi acuan hakim. Khususnya Pasal 5 dan 6 yang memberikan hak kepada pekerja untuk bebas memperoleh pekerjaan dan lepas dari diskriminasi pengusaha.

 

Atas dasar itu, hakim menilai SK Direksi PAM Jaya yang membedakan tunjangan pekerja yang bekerja di PAM Jaya dan di mitra swasta, adalah perlakuan diskriminatif. Seharusnya Penggugat (pekerja, red) yang ditempatkan di dua mitra swasta mendapat perlakuan tunjangan yang sama dengan pekerja yang berada di Tergugat (PAM Jaya, red), jelas hakim.

 

Hakim menolak dalil kuasa hukum Tergugat yang berlindung di balik secondment agreement antara PAM Jaya dengan dua mitra swastanya pada 1997 silam. Dalam perjanjian itu, mitra swasta dibolehkan membuat struktur baru yang menyangkut hak-hak materil karyawan yang diperbantukan sepanjang tidak boleh kurang dari yang pernah mereka terima di PAM Jaya.

 

Secondment agreement tak dapat dijadikan dasar untuk mengeliminir hak penggugat yang diperbantukan di mitra swasta karena secondment agreement itu dibuat tanpa melibatkan Penggugat (pekerja, red), kata hakim Junaedi membaca pertimbangan hukumnya.

 

Lantaran dinilai diskriminatif, hakim memerintahkan kepada PAM Jaya dan dua mitra swastanya untuk membayar tunjangan kepada pekerja yang diperbantukan di mitra swasta sejak 2001 hingga 2007. Jumlahnya tak tanggung-tanggung. Mencapai Rp101,3 milyar.

 

Meski menang, Gindo L. Tobing, kuasa hukum pekerja agak kecewa dengan putusan hakim. Pertimbangan hakim sudah tepat, seharusnya diikuti dengan putusan yang tepat pula, kata Gindo usai persidangan. Ia kecewa lantaran hakim tak menghitung pembayaran tunjangan sejak 1999. Padahal SK Direksi yang diskriminatif itu terbit sejak 1999. Kenapa tidak dihitung sejak itu? ujarnya.

 

Bambang Mulyono, kuasa hukum Tergugat mengaku akan mengajukan kasasi atas putusan ini. Secara formal, kata Bambang, gugatan penggugat sudah tak memenuhi syarat. Kami juga menyesalkan sikap hakim yang menolak secondment agreement. Padahal itu dibuat untuk mengatur masalah karyawan, pungkasnya.

Lapangan parkir Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Kamis sore, 19 Februari 2009. Di tengah guyuran rintik hujan, sekira 200-an pegawai Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta Raya (PAM Jaya) Jakarta serentak menundukkan kepala sembari menengadahkan kedua telapak tangan. Seorang di antara mereka dengan menggunakan pengeras suara memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa.

 

Selepas itu, para pekerja yang mayoritas pria itu terlihat saling berpelukan. Beberapa di antaranya malah terlihat menitikkan air mata. Meski demikan, mereka semua terlihat tersenyum. Tak ada tanda-tanda kesedihan di wajah mereka. Boleh jadi mereka semua larut dalam kebahagiaan lantaran majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan mereka.

 

Sebelumnya, majelis hakim yang diketahui Sir Johan, beranggotakan Junaedi dan M Sinufa Zebua dalam putusannya menyatakan PAM Jaya telah melakukan diskriminasi kepada para pekerjanya. Tindakan Tergugat (PAM Jaya, red) yang telah mengeluarkan SK Direksi yang isinya membedakan tunjangan adalah perlakuan diskriminatif, kata Sir Johan membacakan amar putusan.

 

Sekedar mengingatkan, lebih dari 1000 orang pekerja menggugat PAM Jaya di PHI Jakarta. Selain itu, PT Aetra Air Jakarta (dahulu PT PAM Thames Jaya) dan PT PAM Lyonnaise Jaya -dua mitra swasta PAM Jaya- ikut ditarik sebagai Turut Tergugat. Gugatan dilayangkan lantaran pekerja merasa diperlakukan diskriminatif oleh para perusahaan.

 

Perkara ini berawal ketika pada 1998, PAM Jaya menempatkan sekitar 2000-an karyawannya di PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya. Awalnya, semua karyawan PAM memiliki tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan listrik, air, telepon dan gas, serta tunjangan biaya berobat jalan, yang diatur pada beberapa SK Direksi PAM Jaya tahun 1992.

Tags: