Cara MA Memahami Kebutuhan Pembaruan Hukum Keluarga
Hukum Keluarga:

Cara MA Memahami Kebutuhan Pembaruan Hukum Keluarga

Sejumlah yurisprudensi menunjukkan Mahkamah Agung mengikuti perkembangan kebutuhan hukum keluarga Indonesia.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Cara MA Memahami Kebutuhan Pembaruan Hukum Keluarga
Hukumonline

 

Bagi sebagian aktivis perempuan, sebagian hakim peradilan agama belum memahami perkembangan hukum Indonesia yang berimbas pada hukum keluarga. Persepsi semua hakim agama belum sama mengenai hal-hal tertentu. Elli Nurhayati, Direktur Eksekutif Rifka Annisa Yogyakarta, memberi contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

 

Contoh lain, pemahaman hakim tentang makna kesetaraan jender. Dalam satu keluarga dimana suami dan isteri bekerja dan punya sumber penghasilan. Saat terjadi perceraian, apakah suami masih wajib memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya? Dalam kasus ini, ada hakim yang beranggapan suami tak perlu memberikan nafkah kepada isteri yang dia ceraikan. Jadi, perempuan tidak lagi bisa menuntut nafkah dari suami, kata Elli, awal Februari lalu.

 

Realitasnya, di satu sisi, memang cukup banyak perempuan yang bekerja menghidupi keluarga. Tetapi di sisi lain, ada rumusan yang mengharuskan suami memberikan nafkah kepada isteri yang ia ceraikan. Dalam praktik, kondisi semacam itu memang bisa menimbulkan masalah hukum. Kalau masuk ke meja hijau, tentu menjadi tugas hakim untuk menjawabnya.

 

Respons MA

Pembaruan hukum keluarga sebenarnya sudah direspons oleh MA, baik melalui kebijakan maupun putusan. Mahkamah Agung memahami perlunya pembaruan hukum keluarga, kata hakim agung Mukhtar Zamzami.

 

Melalui kebijakan, misalnya, revisi Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan banyak menyinggung hukum keluarga dan kewarisan. Pedoman yang lazim disebut Buku II itu memberikan contoh kebijakan yang berkaitan dengan penguatan hak-hak perempuan. Pertama, mendudukkan isteri sebagai pihak dalam perkara permohonan poligami. Walaupun disebut sebagai perkara permohonan, perkara poligami diperiksa secara kontentius. Artinya, dalam sidang permohonan poligami, pengadilan wajib mendengar suara dari isteri yang hendak dimadu.

 

Sejumlah putusan atau yurisprudensi penting juga sudah ditelorkan MA, yang menunjukkan responsi atas perkembangan hukum keluarga. Pertama, harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri pertama merupakan harta bersama milik suami dan isteri pertama saja. Sedangkan harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan isteri kedua menjadi harta bersama milik suami dengan isteri pertama dan isteri kedua. Begitu seterusnya.

 

Kedua, dalam perkara cerai talak hakim karena jabatannya dapat menetapkan kewajiban mut'ah dan pemberian nafkah iddah kepada isteri walaupun tidak ada tuntutan dari si isteri, selama isteri tidak terbukti nusyuz. Nusyuz adalah perbuatan melawan perintah atau larangan suami secara mutlak. Dalam hal hukum waris, salah satu contoh kebijakan MA adalah memperbolehkan cucu dari anak perempuan mendapat warisan dalam kedudukan sebagai ahli waris pengganti.

 

Ketiga, dalam perkara harta bersama, walaupun Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan yurisprudensi sebelumnya menyatakan harta dibagi dua, fifty fifty. Tetapi yurisprudensi terakhir (2007) menyatakan komposisi atau porsi masing-masing tidak harus 50 : 50, melainkan tergantung siapa yang lebih banyak menghasilkan harta. Jadi, porsinya bisa saja isteri lebih banyak daripada suami kalau isteri memang kontribusi isteri lebih banyak.

 

Mukhtar Zamzami meyakini bahwa putusan-putusan MA di bidang hukum keluarga jauh lebih maju dibanding negara lain yang mengenal peradilan sejenis seperti Malaysia dan Maroko. Karena itu, Mukhtar mengakui beberapa kali hakim-hakim agama di MA dikecam ulama karena putusan-putusan MA dianggap menabrak teks-teks fikih.

Suami mengajukan permohonan talak dengan alasan isteri selingkuh. Alat bukti satu-satunya yang dapat diajukan oleh suami hanya bukti SMS yang ada dalam handphone (HP) isterinya, yang diduga dikirim oleh pasangan selingkuh si isteri. Dalam persidangan, majelis hakim mengecek kebenaran isi SMS tersebut dengan menghubungi nomor pengirim SMS tersebut. Ternyata benar dan diakui si pengirim SMS. Bukti SMS itu digolongkan ke dalam alat bukti apa?

 

Kutipan di atas merupakan salah satu pertanyaan yang diajukan hakim peradilan agama kepada Mahkamah Agung (MA). Pernyataan tersebut dan jawabannya terdokumentasikan saat berlangsung Rapat Kerja Nasional MA di Denpasar Bali, pada September 2005 silam. MA menjawab begini. Pengakuan pengirim SMS tidak dapat dijadikan bukti perselingkuhan, kecuali pengakuan isteri di depan persidangan. Untuk perkara tersebut, SMS hanya bukti permulaan saja dalam hal ketidakharmonisan rumah tangga tersebut.

 

Sesuai dengan tugasnya, MA memang harus mampu menjawab setiap persoalan hukum, terutama yang muncul dalam kasus. Termasuk persoalan yang timbul karena perkembangan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi semacam itu acapkali memasuki ranah hukum keluarga. Misalnya, apakah ikrar talak yang diucapkan lewat pesan layanan singkat sah? Bagaimana MA merespon perkembangan hak asasi manusia yang bersifat universal? Apakah MA tunduk sepenuhnya pada rumusan peraturan perundang-undangan, atau melihat realitas yang ada?

Tags: