Maaf, Ini Bukan Semata Soal Selera Bahasa Hukum
Resensi

Maaf, Ini Bukan Semata Soal Selera Bahasa Hukum

Apa hubungan bus transjakarta dengan orang hukum? Sekilas, jawabannya tidak ada, bukan?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Maaf, Ini Bukan Semata Soal Selera Bahasa Hukum
Hukumonline

 

Sekilas, persoalan ini sepele. Masalahnya, tiket transjakarta busway adalah dokumen yang setiap hari dibaca oleh publik. Jika kesalahan penggunaan kata ‘perundangan' tetap dibiarkan bertahun-tahun, kesalahan itu akan seolah mendapat pembenaran. Dalam konteks inilah, buku-buku leksika memegang peranan penting. Kamus menjadi panduan bagi siapapun dalam memaknai dan memahami suatu kata.

 

Bagi kalangan hukum, suatu kata bisa berarti lain dan menimbulkan konsekuensi lain pula. Salah menggunakan kata saja dalam dokumen gugatan bisa berakibat fatal. Celakanya, kesalahan sejenis pernah dibuat oleh DPR dan Pemerintah ketika menyusun Undang-Undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Legislator salah menggunakan kata ‘penetapan'. Untunglah para hakim agung jeli. Kata ‘penetapan' itu akhirnya dikoreksi MA dan harus dimaknai sebagai ‘putusan'.

 

Bisa jadi, kesalahan sejenis terjadi karena kurangnya pemahaman legislator terhadap istilah-istilah teknis hukum dan perundang-undangan. Tidak semua perancang undang-undang berlatar belakang hukum. Cuma, latar belakang non hukum sebenarnya tidak jadi soal kalau legislator mau belajar memahami istilah-istilah teknis hukum tadi. Karena itulah, fungsi kamus hukum menjadi penting.

 

Sayang, leksika hukum terbilang dengan jari. Yang rada klasik ada Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda – Indonesia (1983) atau Kamus Hukum oleh JCT Simorangkir dan J.T. Prasetyo yang pada 2005 silam sudah memasuki cetakan kesembilan. Untuk bahasa Inggris ada karya IPM Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris – Indonesia, yang sudah memasuki cet ke-3 September 2003.

 

Tentu saja, tidak arif melupakan peran Black's Law Dictionary yang sudah menjadi referensi wajib orang hukum. Jangan abaikan pula Burton's Legal Thesaurus karya William C. Burton.

 

Istilah-istilah hukum sebenarnya punya tempat tersendiri. Orang tidak bisa menasirkan suatu istilah begitu saja menurut selera jika berhadapan dengan hukum. Yang dirujuk hampir pasti istilah menurut peraturan perundang-undangan. Cuma, untuk mencari istilah-istilah hukum dalam tumpukan perundang-undangan bukan perkara gampang. Apalagi dua istilah yang sama bisa punya arti berbeda dalam peraturan perundang-undangan berbeda. Dalam konteks ini, perjuangan Tim Redaksi Tatanusa mendokumentasikan Kamus Istilah Menurut Peraturan Perundang-Undangan patut diacungi jempol. 

 

1

Kamus Istilah Menurut Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia

1945 – 2007

Penyusun: Tim Redaksi Tatanusa

Penerbit: PT Tatanusa, Jakarta

Edisi Baru: Februari 2008

Halaman: 840 + xii

Harga: Rp160.000,-

 

2

Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia

Penulis: Prof. HAS Natabaya, SH. LL.M

Penerbit: Konstitusi Press dan Tatanusa, Jakarta

Edisi Baru: 2008

Halaman: 752 + xxxvi

Harga: Rp120.000,-

 

 

Berperan sebagai sarana untuk pembakuan istilah dan alat kerja legislasi, edisi perdana Kamus Istilah diluncurkan pada 1999. Upaya Tim Redaksi Tatanusa tidak berhenti di situ. Perkembangan reformasi kala itu mendorong Tim Redaksi meluncurkan Kamus Istilah Menurut Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia: Suplemen 1999. Setelah itu, Tatanusa meluncurkan suplemen dua tahun, yakni 2000-2001.

 

Kini, Tim Redaksi Tatanusa sudah meluncurkan edisi yang lebih lengkap, yakni kamus istilah sejak Indonesia merdeka hingga 2007 lalu. Diluncurkan pada Februari 2008, Kamus Istilah edisi baru merupakan penyempurnaan dan perubahan edisi terdahulu. Bayangkan, jumlah istilah bertambah 13.730 entri. Ini berarti 8.972 entri lebih banyak dari edisi sebelumnya.

 

Seolah bisa membaca kebutuhan akan tema sejenis, selain menerbitkan Kamus Istilah, Tatanusa juga bekerjasama dengan Konstitusi Press untuk mencetak ulang karya Prof. HAS Natabaya, Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Buku Natabaya termasuk satu dari sedikit buku teks yang membahas sistem peraturan perundang-undangan, termasuk asas dan materi muatan. Dari sisi substansi, Kamus Istilah dan buku karya Prof. Natabaya berkorelasi menjalin misi yang sama: bagaimana membuat orang tahu dan paham bukan saja istilah hukum, tetapi juga sistem peraturan perundang-undangan.

 

Jadi, leksika apapun yang Anda pakai selama ini, kurang lengkap rasanya jika tidak memiliki Kamus Istilah Menurut Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia (1945-2007). Apalagi, jika Anda ingin memperdalam pengetahuan di bidang peraturan perundang-undangan, kurang lengkap rasanya perpustakaan Anda tidak dilengkapi buku Sistem Peraturan Perundang-Undangan karya Prof. Natabaya.

 

Anda tertarik membacanya?

 

 

Dapatkan diskon pembelian melalui [email protected], atau hubungi Farli di (021) 8370-1827 ext 210 atau 214.

 

Tetapi cobalah perhatikan kalimat-kalimat yang tertera pada tiket perjalanan bus transjakarta. Selain harga, pada segi untuk penumpang tertera ringkasan SK Gubernur DKI Jakarta No. 193 Tahun 2004. Ada dua poin di sana. Pertama, tiket itu berlaku sekali pakai pada hari pembelian. Kedua, ancaman denda dan tindakan kepada siapapun yang memalsu tiket. Orang yang memalsukan tiket akan dikenakan sanksi sesuai hukum dan perundangan yang berlaku.

 

Adakah yang salah pada kalimat kedua? Jika Anda jeli berbahasa dan kebetulan seorang berlatar belakang hukum, mungkin Anda akan terganggu dengan kalimat terakhir. Di sana, tertera kata ‘perundangan'. Sejak puluhan tahun lalu, ahli hukum tata negara Prof. A. Hamid Attamimi –belakangan diteruskan muridnya Prof. Maria Farida Indrati – sudah mengkritik kesalahan penggunaan istilah perundangan untuk merujuk pada makna peraturan perundang-undangan. Perundangan berasal dari kata dasar ‘undang', yang berarti meminta seseorang datang.

Tags: