Singapore Airlines Harus Bayar Ganti Rugi Rp1,5 Milyar
Gugatan Konsumen:

Singapore Airlines Harus Bayar Ganti Rugi Rp1,5 Milyar

Singapore Airlines tetap dianggap bersalah karena secara sengaja memacu pesawat di jalur yang sedang diperbaiki yang kemudian menabrak penghalang beton dan mesin alat berat lainnya.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Singapore Airlines Harus Bayar Ganti Rugi Rp1,5 Milyar
Hukumonline

 

Pantang menyerah, Sigit kembali menggugat pada akhir 2007. Kali ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada Februari 2008 lalu, majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Sigit. Singapore Airlines dinyatakan bersalah dan dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp1 milyar.

 

Dikuatkan

Baik pihak Sigit maupun Singapore Airlines sama-sama merasa tak puas atas putusan hakim. Keduanya lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

 

Sigit keberatan karena jumlah ganti rugi yang dibebankan hakim masih teramat ‘kecil'. Sementara Singapore Airlines masih berpendapat seharusnya Sigit tak bisa lagi menggugat karena sebelumnya pernah dua kali mengajukan gugatan di Amerika Serikat dan Singapura. Selain itu, rentang waktu antara kecelakaan dengan pendaftaran gugatan di PN Jakarta Selatan sudah terlampau jauh, yaitu tujuh tahun. Padahal, berdasarkan Konvensi Warsawa, gugatan diajukan paling lambat dua tahun setelah kecelakaan.

 

Terhadap keberatan Singapore Airlines, majelis hakim PT DKI Jakarta menguatkan pertimbangan hakim PN Jakarta Selatan. Menurut hakim, ‘penolakan' pengadilan Amerika Serikat dan Singapore lebih pada masalah formil. Bukan pokok perkara. Dengan demikian penggugat (Sigit, red) masih berhak untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena kantor perwakilan Singapore Airlines berkedudukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, demikian petikan pertimbangan majelis hakim banding yang diketuai Soeparno.

 

Pada bagian lain, hakim banding juga mematahkan keberatan Singapore Airlines mengenai daluarsa. Majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa oleh karena penggugat pernah mengajukan gugatan ganti rugi karena kecelakaan tersebut ke pengadilan Amerika Serikat dan pengadilan Singapura, maka daluarsa pengajuan ganti rugi menjadi tidak berlaku dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus perkara ini.

 

Dihubungi terpisah, Wahyu Hargono, kuasa hukum Singapore Airlines masih berkukuh bahwa Sigit tak bisa mengajukan gugatan karena ne bis in idem dan daluarsa. Tapi saya belum melihat putusan bandingnya, kata Wahyu lewat telepon, Sabtu (14/3).

 

Sebaliknya. Arsul Sani, kuasa hukum Sigit mengacungkan jempol atas pertimbangan hakim tingkat banding. Sudah menjadi asas hukum perdata yang universal kalau suatu gugatan yang dinyatakan tidak dapat diterima, masih bisa diajukan lagi. Tidak ne bis in idem. Itu berlaku di negara manapun, ujarnya kepada hukumonline, Senin (16/3).

 

Rp1,5 milyar

Alih-alih menang di tingkat banding, Singapore Airlines malah mendapat hukuman yang lebih berat. Jika PN Jakarta Selatan menghukum sebesar Rp1 milyar, maka PT DKI Jakarta menambahnya menjadi Rp1,5 milyar.

 

Menurut hakim, tindakan pilot yang salah mengarahkan pesawat ke jalur landasan yang sedang diperbaiki lalu menghantam penghalang beton dan mesin alat berat sudah menunjukkan adanya kesengajaan kesalahan Singapore Airlines. Dengan demikian, Singapore Airlines berkewajiban membayar ganti rugi materil maupun immateril kepada Sigit.

 

Ganti rugi materil misalnya. Hakim memerintahkan agar Singapore Airlines membayar sebesar Rp504,3 juta. Jumlah itu terdiri dari tiket penerbangan yang dibeli Sigit pada saat kecelakaan dan kerugian pendapatan Sigit. Maklum, Sigit mendalilkan jenjang karir dan penghasilannya sebagai senior manajer tak bisa naik lantaran ia tak bisa bepergian jauh ketika mendapat tugas dari kantor. Ia trauma jika naik pesawat.

 

Dari segi immateril, hakim memberi ‘hadiah' kepada Sigit sebesar Rp1 milyar. Menurut majelis, ganti rugi sebesar itu pantas diberikan kepada Sigit yang mengalami trauma emosional akibat kecelakaan pesawat. Alhasil, total Singapore Airlines dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 milyar.

 

Iswahjudi A. Karim, kuasa hukum Singapore Airlines langsung menyatakan akan mengajukan upaya hukum atas putusan ini. Kami akan mengajukan kasasi setelah membaca putusan banding, terangnya.

 

Arsul tak mau kalah. Ia pun akan mengajukan kasasi jika Singapore Airlines tetap ngotot membawa perkara ini ke Mahkamah Agung. Terutama mengenai jumlah ganti rugi. Buat kami, walau diberi ganti rugi sebesar Rp10 milyar, bukan itu masalahnya. Kami hanya menyayangkan diskriminasi yang dilakukan Singapore Airlines. Bayangkan, warga negara Amerika Serikat diberi ganti rugi puluhan milyar. Masak klien kami awalnya cuma ditawarkan sekian ratus juta rupiah? ungkap Arsul.

 

Namun demikian, Arsul mengaku akan pikir-pikir jika Singapore Airlines tak mengajukan kasasi. Kalau mereka tak kasasi, saya akan konsultasi dulu dengan klien, pungkasnya.

Dunia transportasi udara Indonesia kembali mendapat kabar tak menggembirakan. Pada Senin, 9 Maret lalu, maskapai penerbangan Lion Air tergelincir keluar dari landasan ketika mendarat di bandara Soekarno Hatta. Suasana kepanikan para penumpang dan kru pesawat baik di dalam maupun di luar pesawat, sempat terekam oleh stasiun televisi nasional. Beruntung tak ada korban jiwa dalam kecelakaan itu.

 

Bicara soal ‘keberuntungan' dari suatu kecelakaan pesawat, Sigit Suciptoyono punya cerita sendiri. Nasibnya lebih baik ketimbang 82 penumpang -termasuk kru- pesawat Singapore Airlines yang tewas dalam kecelakaan hebat akhir Oktober 2000 silam di bandara Chiang Kai Sek, Taiwan.

 

Saat itu, badan pesawat terpotong menjadi tiga bagian dan penumpang terjebak dalam kobaran api. Kecelakaan terjadi lantaran pilot memacu pesawatnya di landasan yang sedang dalam perbaikan.

 

Sigit menderita luka bakar yang mengakibatkan cacat permanen di bagian tangan. Selain itu, ia harus rela menahan sakit kepala yang sewaktu-waktu datang. Secara psikis, Sigit trauma menaiki pesawat.

 

Singkat kata, Sigit bersama beberapa penumpang lain dan ahli waris mengajukan tuntutan hukum. Gugatan pertama kali ditujukan ke pengadilan di Amerika Serikat. Lantaran berkewarganegaraan Indonesia, pengadilan tak menerima gugatan Sigit. Kali kedua, gugatan dialamatkan ke pengadilan Singapura. Lagi-lagi kandas lantaran Sigit tak datang ke persidangan untuk memberikan bukti-bukti dan keterangan.

Tags: