Seperti KPK Cabut Gigi Busuk
Kasus Antasari Azhar

Seperti KPK Cabut Gigi Busuk

Segelintir advokat bersorak menyambut kabar Ketua KPK Antasari Azhar ditetapkan sebagai tersangka, kalangan LSM mengaku kaget tetapi memakluminya mengingat rekam jejak Antasari.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Seperti KPK Cabut Gigi Busuk
Hukumonline

 

Rasa terkejut Febri tidak berlangsung lama. Ia justru mengatakan kejatuhan Antasari hanya tinggal menunggu waktu. Cuma tidak menyangka saja kalau kasusnya pembunuhan, tukasnya. Bagi ICW, ‘kenakalan' Antasari bukan barang baru. Jauh sebelum Antasari nyaman duduk di kursi Ketua KPK, ICW sudah wanti-wanti kepada Panitia Seleksi bentukan pemerintah dan Komisi III DPR. Mantan Direktur Penuntutan pada Jampidum itu, menurut ICW, memiliki rekam jejak miring.

 

Ini adalah momentum cabut gigi, dalam artian gigi yang busuk dan buruk harus dicabut, dibuang. Kalaupun sedikit sakit, hal itu tetap untuk kebaikan yang lebih besar, Febri beranalogi. Melalui kasus Antasari ini, ICW memang berharap KPK menjadi lebih bersih dari sebelumnya. Sejumlah kasus yang tersendat ketika Antasari memimpin KPK, seperti kasus BLBI atau kasus aliran dana BI, diminta untuk segera diusut kembali.

 

Internal KPK mungkin menjadi pihak yang paling terpukul atas kejadian ini. Ekspresi itu terlihat ketika empat kolega Antasari, sesama Komisioner KPK, menggelar jumpa pers, Jumat malam (1/5). Kita (KPK) menunggu dan menghormati proses dari kepolisian. KPK tidak punya intensi untuk mengintervensi proses tersebut. kita hormati itu dan kewenangan itu adalah kewenangan kepolisian, kata Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah.

 

Dari parlemen, Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin mengaku tidak kalah kaget. Sebagai lembaga yang menguji kelayakan Antasari ketika proses seleksi, Aziz mengaku Komisi III telah ‘kecolongan'. Ia menyangkal tudingan sebagian kalangan bahwa Antasari adalah cerminan buruknya proses seleksi yang dilakukan DPR. Menurut Aziz, kejahatan yang diduga dilakukan Antasari adalah murni pribadi, sementara yang diuji oleh Komisi III adalah kualifikasi terkait pelaksanaan tugas dan fungsi KPK.

 

Ragam ekspresi yang muncul menyikapi kasus Antasari bisa jadi adalah cerminan dari ekspektasi masyarakat yang begitu tinggi terhadap KPK. Makanya, ketika ada ‘cacat' yang muncul, banyak kalangan yang mengaku terkejut atau tidak menyangka. Salah satu cara membersihkan ‘cacat' itu, sebagaimana bunyi siaran pers ICW, Proses hukum yang fair dan benar akan semakin membersihkan dan menguatkan KPK.

Jumat, 1 Mei 2009, menjelang Azan Maghrib, isu yang beredar sejak kemarin malam akhirnya semakin mendekati kebenaran. Melalui pesan singkat dari seorang rekan, hukumonline memperoleh informasi Kejaksaan Agung telah resmi mengumumkan status hukum Antasari Azhar. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu dinyatakan telah dicekal karena tersangkut kasus pembunuhan. Kapuspenkum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan membacakan surat dari Mabes Polri yang di dalamnya menyebut Antasari sebagai tersangka/saksi.

 

Ah yang benar? Masa' sih? tanya seorang advokat begitu hukumonline berbagi informasi tentang Antasari. Belum tuntas rasa keterkejutan itu, beberapa koleganya yang juga advokat langsung bersorak, hore!. Salah seorang dari mereka mengungkapkan rasa kesalnya ‘hanya' karena tidak boleh membawa telepon seluler di KPK ketika mendampingi seorang tersangka korupsi. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, ujarnya berpribahasa.

 

Sudah menjadi rahasia umum, kalangan advokat memang memendam rasa kesal terhadap KPK. Selain persoalan larangan membawa telepon seluler dan beberapa aturan ketat lainnya, fakta bahwa belum ada satu kasus korupsi pun yang lolos dari dakwaan dan tuntutan KPK, juga menjadi pemicu kekesalan itu. Pengadilan Tipikor bak ‘kuburan' bagi advokat, baik yang senior maupun junior. Jadi, cukup beralasan jika segelintir advokat menganggap kasus yang membelit orang nomor satu KPK itu sebagai ‘kabar gembira'.

 

Ekspresi berbeda diperlihatkan kalangan LSM, khususnya pemerhati korupsi. Febri Diansyah, Peneliti ICW, mengaku terkejut dan tidak menyangka Antasari tega melakukan kejahatan sebagaimana dituduhkan. Surat Mabes Polri yang dibacakan Kapuspenkum Kejaksaan Agung menyebut Antasari sebagai Intellectual Dader atau aktor intelektual di balik peristiwa terbunuhnya

Halaman Selanjutnya:
Tags: