Tergugat Diminta Melakukan Sumpah Pocong
Gugatan Mantan Klien:

Tergugat Diminta Melakukan Sumpah Pocong

Hukum perdata tak mengenal istilah sumpah pocong. Namun banyak yang mengatakan sumpah pocong ini mirip dengan sumpah pemutus yang dikenal dalam hukum perdata. Terbentur dengan asas ‘siapa yang mendalilkan dialah yang harus membuktikan?'

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Tergugat Diminta Melakukan Sumpah Pocong
Hukumonline

 

Selain itu, ia yakin kalau advokat senior berambut perak itu terlibat langsung dalam tindakan penghentian perjanjian jasa hukum secara sepihak. Hagus punya bukti mengenai hal ini, yaitu sebuah pesan pendek yang diterimanya dari Eri pada 7 Januari 2008. Isinya begini, Pak Hagus Yth, saya di S'pore, kita meet Rabu lusa di kantor kami jam 16.00. Ada message penting dari Bang Buyung yang akan saya sampaikan. Ok Pak. Tx. Eri. Cc: Sadly/Padma.

 

Tak cuma lewat pesan pendek, dalam beberapa kali pertemuan tanggal 9 Januari, 17 Januari, dan 12 Februari 2008 di kantor ABNP yang juga dihadiri Sadly Hasibuan (asisten Eri), Eri secara langsung mengabarkan kepada Hagus perihal perintah Buyung. Intinya, menurut penggugat, Hagus wajib dan harus menuruti kemauan dan perintah Buyung selaku pemiliki kantor hukum ABNP dan atasan langsung Eri.

 

Eri, masih menurut penggugat, sempat mengatakan bahwa Hagus mendapatkan suatu keistimewaan, karena tidak semua penanganan permasalahan hukum di kantor hukumnya mendapat perhatian dan ditangani langsung oleh Buyung. Eri juga pernah mengatakan secara lisan kepada Hagus kalau ia tidak bisa dan berani membantah pemilik kantor sekaligus gurunya. Setelah itu Eri melanjutkan dengan kalimat, Tidak ada yang namanya bekas guru.

 

Kemudian, melalui Eri, Buyung memberi perintah kepada Hagus dengan pepatah Rangkulah musuhmu. Eri juga sempat berkomunikasi dengan sekretaris pribadi Buyung meminta waktu bertemu untuk melaporkan keberatan Hagus atas ‘intervensi' Buyung dalam permasalahannya.

 

Dengan ini, Hagus berpendapat bahwa pengambil keputusan bukan lagi Eri, melainkan Buyung yang seharusnya sudah tidak lagi menjalankan praktek sebagai advokat. Lebih dari itu, Hagus menganggap Buyung sendiril yang telah menciptakan hubungan hukum dengannya.

 

B Cyndy Panjaitan, salah satu kuasa hukum Buyung dalam sambungan telepon mengatakan hubungan hukum tidak bisa tercipta apabila tidak ada kontak langsung dengan pihak terkait. Masalahnya, dalam dalil penggugat, tidak sama sekali diungkapkan bahwa Hagus mengenal atau pernah mendengar, melihat, ataupun kontak langsung dengan Buyung.

 

Hagus hanya memperoleh informasi melalui Eri, tidak ada kontak secara langsung. Sehingga, menurut Cyndy, tidak bisa otomatis terbentuk suatu hubungan hukum antara Hagus dan Buyung. Dia bilang, walaupun dari tergugat II sekalipun, sudah ada hubungan hukumnya. Ini kan nggak bisa. Kan nggak otomatis. Harus ada satu titik yang, entah dengar langsung, entah ada bercakap-cakap dengan tergugat III. Ini nggak ada sama sekali. Makanya, kita minta dia juga buktikan, tuturnya.

 

Karena tak bisa buktikan dalil?

Untuk membuktikan hal ini. Dalam repliknya, Hagus meminta Buyung dan Eri melakukan sumpah pocong di depan majelis hakim. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) sebenarnya tak mengenal istilah sumpah pocong. Namun, dalam Pasal 1929 KUHPer dikenal dua macam sumpah, sumpah pemutus dan sumpah yang diperintahkan hakim karena jabatan kepada salah satu pihak.

 

Sumpah pemutus adalah sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain (di hadapan hakim) untuk memutus suatu perkara. Kemudian, Pasal 1930 KUHPer menyebutkan sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apapun juga, kecuali kedua belah pihak mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka tidak boleh diperhatikan.

 

Sumpah pemutus ini dapat digunakan sebagai alat bukti dalam hukum perdata dengan syarat, berupa keterangan yang diikrarkan dalam bentuk lisan, diucapkan di depan hakim dalam proses pemeriksaan perkara, dan tidak ada bukti lain yang dapat diajukan para pihak alias pembuktian dalam keadaan buntu.

 

Kuasa hukum Eri, Wirawan Adnan menolak jika kliennya harus melakukan sumpah pocong. Karena selama ini, Eri tidak pernah mengatakan apa-apa tentang intervensi. Lagipula, dalam Pasal 163 hukum acara (Herziene Inlandsch Reglement, HIR), diatur bahwa siapa yang mendalilkan dialah yang harus membuktikan.

 

Pendapat senada diungkapkan Cindy. Berdasarkan hukum acara perdata, Cindy meminta Hagus yang membuktikan Buyung telah melakukan intervensi dalam penghentian pemberian jasa hukum kepada Hagus. Bukan lantas meminta Buyung melakukan sumpah pocong.

 

Oleh karena itu, menurut Wirawan yang seharusnya melakukan sumpah pemutus itu adalah Hagus sendiri. Jadi, kalau ada yang harus sumpah pocong, ya dia. Hagus itu. Kok nyuruh Eri yang sumpah pocong.

 

Langkah Hagus meminta Eri melakukan sumpah pemutus ini dianggap Wiarawan malah menunjukan kegagalan dan frustasi penggugat karena tidak bisa membuktikan adanya intervensi tersebut. Jadi, ini kan sebetulnya frustasinya penggugat. Tidak bisa membuktikan adanya intervensi. Oleh karena itu, dia mengusulkan adanya sumpah pocong. Itu justru menunjukan kegagalan penggugat untuk bisa membuktikan adanya intervensi, pungkasnya.

Hagus Suanto tampaknya tak terima gugatannya disebut error in persona alias salah pihak oleh kuasa hukum Adnan Buyung Nasution dan Eri Hertiawan. Oleh karena itu di dalam berkas repliknya Hagus menuntut agar Eri dan Buyung melakukan sumpah pocong di masjid dekat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Awalnya begini. Dalam eksepsinya, kuasa hukum Buyung menyatakan Hagus telah keliru membidik Buyung sebagai Tergugat II dalam perkara ini. Pasalnya, Buyung tidak terlibat dalam perjanjian antara Hagus dengan Eri pada 2 Oktober 2007. Lagipula, Buyung sudah tak menjalankan profesinya sebagai advokat sejak diangkat menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Mei 2007.

 

Sekedar mengingatkan, Hagus pernah meminta bantuan jasa hukum kepada kantor hukum Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP). Perjanjian advokat-klien ditandatangani oleh Eri dan Hagus. Namun di tengah jalan Hagus merasa ‘diceraikan' sepihak. Ia lantas menggugat ABNP (Tergugat I), Eri Hertiawan (Tergugat II) dan Adnan Buyung Nasution (Tergugat III) di PN Jakarta Selatan.

 

Hagus tak terima dengan argumentasi kuasa hukum Buyung. Menurut dia, Buyung sangat tepat ditarik menjadi tergugat dalam perkara ini. Pertama karena Buyung adalah pemilik dan pendiri ABNP.

Halaman Selanjutnya:
Tags: