‘Saksi Terlibat', Istilah Hukum yang Muncul dari Gedung Bundar
Fokus

‘Saksi Terlibat', Istilah Hukum yang Muncul dari Gedung Bundar

Belum ditemukan literatur dan kamus hukum yang menyinggung istilah saksi terlibat. Itu khayalan orang kejaksaan, kata seorang akademisi.

Oleh:
Mys/Rfq
Bacaan 2 Menit
‘Saksi Terlibat', Istilah Hukum yang Muncul dari Gedung Bundar
Hukumonline

Puluhan tahun Romli Atmasasmita menjalani tugas sebagai akademisi hukum. Ia dikenal sebagai pakar hukum pidana internasional, dan beberapa kali menjadi duta Indonesia dalam forum dunia. Ia juga dikenal sebagai Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (Aspehupiki) Indonesia.

 

Maka, ketika membaca berita tentang peningkatan status Hartono Tanoesoedibjo dan Yusril Ihza Mahendra dari saksi menjadi saksi terlibat, Romli langsung menggeleng kepala. Dalam doktrin dan teori hukum pidana, tak ada istilah saksi yang terlibat. Dalam KUHAP ada persyaratan-persyaratannya (saksi –red), tegasnya usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 26 Mei lalu. Romli menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek Sisminbakum. 

 

Saksi terlibat, atau saksi yang terlibat. Ya, istilah itu muncul dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Bermula dari pertanyaan wartawan tentang status Hartono dan Yusril dalam kasus Sisminbakum mengingat nama keduanya disebut-sebut dalam persidangan di pengadilan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendi, mengatakan telah meminta kepada penyidik agar kedua nama tidak hanya ditempatkan sebagai saksi biasa, tetapi harus dimasukkan sebagai ‘saksi terlibat' persoalan. Persoalan dimaksud tidak lain adalah kasus Sisminbakum.

 

Istilah ‘saksi terlibat' yang diucapkan Marwan memantik perdebatan. Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chaerul Huda, merasa belum pernah menemukan istilah itu dalam KUHAP. Tidak, tidak ada itu, kata Huda ketika dihubungi hukumonline. Itu khayalan orang Kejaksaan, tandas akademisi yang sering jadi ahli di persidangan ini.

 

Chaerul khawatir penyebutan istilah itu sebenarnya wujud keengganan Kejaksaan menetapkan Hartono dan Yusril sebagai tersangka. Dalam persidangan, Romli memang didakwa bersama-sama orang lain melakukan tindak pidana korupsi. Sejauh ini, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka –selain Romli-- adalah Zulkarnaen Yunus, Syamsudin Manan Sinaga, Ali Amran Jannah, dan Yohannes Woworuntu.

 

Penelusuran hukumonline ke dalam beberapa literatur dan kamus memang tidak menemukan istilah saksi terlibat. Yang ada hanya kata ‘saksi'. Kamus Hukum karangan JCT Simorangkir, Rudy T Erwin, dan JT Prasetyo (edisi Mei 2005) antara lain mengartikan saksi sebagai orang yang mengetahui dan menjamin sesuatu peristiwa itu adalah terang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) juga hanya memperkenalkan istilah antara lain saksi ahli, saksi alibi, saksi bisu, saksi dusta, saksi kunci, saksi mata, saksi pemberat, dan saksi peringan. Istilah ‘saksi kunci' misalnya diartikan sebagai saksi yang sangat penting, yang dianggap mengetahui permasalahan dan dapat membantu dalam persidangan.

 

Kalau menurut hukum, yang namanya saksi adalah yang menyaksikan, mengalami sendiri dan mendengar sendiri, jelas Andy F. Simangunsong, pengacara Hartono Tanoesoedibjo. Kalau sudah pelaku, statusnya bisa berubah menjadi tersangka, dan selanjutnya terdakwa kalau sudah dilimpahkan ke pengadilan. Namun, soal bagaimana status kliennya, Andy meminta semua pihak menghormati proses yang tengah berlangsung di pengadilan. Belum ada putusan hakim yang menyatakan sejauh mana keterlibatan saksi masing-masing dalam perkara itu, ujarnya saat dihubungi via telepon, Jum'at (28/5).

 

Saksi adalah Saksi

Minimal ada dua Undang-Undang yang secara langsung mendefinisikan istilah saksi. Pertama, KUHAP. Pasal 1 angka 26 menyebut saksi sebagai orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kedua, Undang-Undang No. 13 Tahun 2006. Berdasarkan payung hukum Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ini, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.

 

Dalam bagian penyidikan KUHAP, perumusan keterangan tersangka nyaris selalu diikuti dengan keterangan saksi. M. Yahya Harahap dalam bukunya ‘Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan' (2002) juga menyinggung masalah ini. Ia menulis begini: Pada dasarnya hampir tidak ada perbedaan antara pemeriksaan saksi dengan tersangka. Baik mengenai tata cara pemanggilan maupun cara pemeriksaan, sama-sama dilandasi oleh peraturan dan prinsip yang serupa. Bahkan pengaturannya dalam KUHAP hampir seluruhnya diatur dalam pasal-pasal yang bersamaan, tidak dipisah dalam aturan pasal yang berbeda.

 

Apakah itu menggambarkan besarnya kemungkinan seorang saksi berubah status menjadi terdakwa dalam penyidikan? Bisa jadi demikian. Kalau dalam pemeriksaan sebelumnya diperiksa sebagai saksi, lalu kemudian ada penyebab lain dan berdasarkan bukti-bukti, bisa saja jadi tersangka, jelas Chaerul Huda. Yang jelas, dalam proses pembuktian di persidangan, keterangan saksi-saksi berperan penting. Satu saksi bukanlah saksi, unus testis nullus testis.

 

Saksi adalah saksi. Kalau statusnya naik, harusnya menjadi tersangka. Dalam suatu kejahatan yang dilakukan bersama-sama, tidak mungkin yang satu diseret menjadi terdakwa, yang lain hanya sekedar saksi. Kalau dilakukan bersama-sama, mestinya semua jadi terdakwa. Tinggal persoalannya, apakah akan dituntut bersama-sama dalam satu berkas, atau dipisah.

 

Penjelasan Marwan tampaknya harus dibaca dalam konteks kemungkinan perubahan status Hartono dan Yusril. Sejauh ini (sampai berita ini ditulis—red), status keduanya memang masih sebagai saksi. Ia menyebut saksi terlibat sebagai antisipasi kemungkinan perkembangan yang terjadi di persidangan kasus Sisminbakum, baik dalam perkara Romli dan Syamsudin Manan Sinaga maupun berkas perkara tersangka lain. Dalam dakwaan, mereka memang sebagai saksi. Tetapi tidak menutup kemungkinan nanti fakta di persidangan, mengubah status mereka. Tetapi tidak terbatas kepada kedua orang itu (Hartono dan Yusril –red), jelas Marwan.

 

Dalam praktik, memang sering terjadi, tidak semua orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana diseret ke meja hijau. Apalagi, demi kepentingan membongkar suatu kasus, penyidik bisa saja menerapkan deponir perkara seseorang asalkan orang tersebut bersedia membuka informasi detail mengenai kejahatan yang mereka lakukan.

 

Fadil Zumhana, penuntut umum dalam perkara Romli, mengingatkan bahwa kasus Sisminbakum melibatkan beberapa orang, sehingga jaksa menggunakan konsep penyertaan (deelneming). Dalam konsep turut serta itu, kejelasan status Romli dan peran saksi lain dalam konsep penyertaan baru akan ketahuan pada tahap pembuktian kelak. Bahkan kemungkinan dalam putusan.

 

Tags: