Laporan Pemerkosaan Berujung Gugatan Pencemaran Nama Baik
Berita

Laporan Pemerkosaan Berujung Gugatan Pencemaran Nama Baik

Tak terima dituding sebagai pemerkosa, Iven El Suryatama mengajukan gugatan balik, berupa tuduhan pencemaran nama baik. Hakim memutuskan tindak pidana pemerkosaan perlu dibuktikan terlebih dulu.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Laporan Pemerkosaan Berujung Gugatan Pencemaran Nama Baik
Hukumonline

 

Untuk itu, kata Murdiiono, penggugat harus menunggu apakah laporan korban dan majikannya dapat dibuktikan di persidangan. Konsekuensinya, apabila Iven selalu penggugat terbukti melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap Siti, maka perbuatan korban dan majikannya yang melaporkan kejadian itu ke kepolisian bukan perbuatan melawan hukum. Sebaliknya, jika pemerkosaan tidak terbukti, penggugat dibebaskan dan dapat menuntut ganti rugi kepada para tergugat.

 

Sebelumnya, melalui kuasa hukumnya Herman Soehardi, Iven melayangkan gugatan lantaran Siti dan majikannya mengadukan pemerkosaan itu ke kepolisian. Laporan itu sempat dicabut pada 8 September 2008. Pencabutan ini dinilai sebagai bukti bahwa Siti telah bertindak tidak berhati-hati dan bertentangan dengan norma dalam masyarakat.

 

Kasus pemerkosaan itu sendiri sempat diberitakan di harian Pos Kota bertajuk PRT Diperkosa di Apartemen dan beberapa situs berita dua hari setelah peristiwa nahas itu terjadi. Iven merasa nama baik dirinya dicemarkan atas laporan Siti. Lantaran berita itu, ia menjadi malu dan terpaksa angkat kaki dari apartemen. Tudingan pemerkosaan itu juga menyisakan trauma tak hanya buat si pemerkosa, tapi juga gangguan psikoligis bagi istri dan anaknya.

 

Dalam gugatannya, kuasa hukum Iven mengkualifisir tindakan Siti dan majikannya sebagai perbuatan melawan hukum. Karena itu, Iven meminta ganti rugi sebesar Rp150 juta dan immateriil sebesar Rp1 miliar.

 

Bukan Tuduhan Palsu

Di tempat terpisah, kuasa hukum para tergugat, Febi Yonesta, menyatakan tindak perkosaan yang diduga dilakukan Iven bukanlah tuduhan palsu. Peristiwa perkosaan itu benar-benar terjadi pada 21 Agustus 2008. Ketika itu Siti diperintah oleh majikannya untuk mengambil  laptop di apartemen Iven. Di situ, Iven menarik paksa Siti dan melakukan perkosaan. Bahkan, kata Yonesta, Iven mengancam membunuh jika Siti berteriak. Siti akhirnya tak kuasa melawan kuatnya tenaga Iven, apalagi ia diancam dibunuh. Ia hanya menangis dan kemudian kembali ke apartemen majikannya.

 

Setelah kembali, Siti menceritakan pemerkosaan itu kepada majikannya. Saat hampir bersamaan, Iven datang ke apartemen Shinta. Siti langsung bersembunyi di kamar dan menangis. Suami Shinta lalu mengkonfirmasikan cerita pemerkosaan itu pada Iven. Iven menyangkal. Yang benar, ia baru saja memarahi Siti. Iven mendatangi kamar Siti dan melemparkan uang Rp150 ribu ke arah Siti.

 

Tak mau kejadian itu terulang lagi, ditemani Shinta –majikannya- Siti melaporkan pemerkosaan itu ke kepolisian pada 22 Agustus 2008. Keesokan harinya ia juga menyerahkan bukti berupa celana dalam, celana panjang, kaos, dan uang Rp150 irbu kepada penyidik. Lima bulan berselang, Siti mendapat angin segar, pemberkasan laporannya telah selesai dan dikirim ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini membuktikan pengaduan Siti bukan pengaduan yang mengada-ada atau tuduhan palsu, melainkan didukung dengan bukti yang cukup, kata Febi saat dihubungi via telepon, Sabtu (6/6). 

 

Terkait dengan pemberitaan di media massa, Febi menyatakan Siti dan Shinta tidak pernah memberikan keterangan atau pernyataan kepada pers. Karena itu, Siti dan Shinta tidak dapat mempertanggungjawabkan pemberitaan itu. Menanggapi putusan hakim, Febi menyatakan cukup puas atas pertimbangan majelis hakim. Sesuai dengan rasa keadilan, kata pengacara dari LBH Jakarta itu. 

Siang itu, 21 Agustus 2008, Siti (bukan nama sebenarnya) mengalami hal terburuk dalam hidupnya. Di sebuah kamar Apartemen Meditarania Palace, Kemayoran Jakarta Pusat, Siti mengaku diperkosa oleh teman majikannya bernama Iven El Suryatama. Siti tak kuasa melawan lantaran diancam akan dibunuh. Kejadiannya berlangsung singkat, namun luka di hati Siti membekas hingga sekarang.

 

Peristiwa itu belum hilang dari ingatan, Siti malah harus menghadapi gugatan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bersama Shinta, Siti digugat pencemaran nama baik oleh Iven. Kamis (4/6) lalu, sidang perkara pencemaran nama baik itu memasuki babak akhir. Majelis hakim pimpinan Murdiono mementahkan gugatan Iven.

 

Majelis hakim menilai pengajuan gugatan pencemaran nama baik terlalu dini alias prematur. Sebab saat ini perkara pidana pemerkosaan sendiri sudah dilimpahkan kepolisian ke kejaksaan. Untuk menghindari putusan yang saling bertentangan maka majelis berpendapat gugatan penggugat terlalu prematur untuk diajukan ke persidangan, kata Murdiono saat membacakan putusan perkara No. 385/Pdt.G/2008/PN.JKT.PST itu.

 

Proses hukum pidana yang masih berjalan itu dibuktikan dari Surat Pemberitahuan Berkas Perkara No. B 559/I/2009/ResJP pada 22 Januari 2009 lalu. Ditambah lagi dengan bukti surat laporan kejadian No.080/MPR/LKK/VIII/2008 tertanggal 21 Agustus 2008. Bukti itu membuktikan perkara atas nama penggugat masih dalam proses pemeriksaan, ujar Murdiono.

Halaman Selanjutnya:
Tags: