Perkara Bukan Ranah Dewan Kehormatan Advokat
Gugatan Mantan Klien:

Perkara Bukan Ranah Dewan Kehormatan Advokat

Majelis anggap gugatan mantan klien Adnan Buyung Nasution and Partner bukan pelanggaran kode etik advokat sehingga PN Jakarta Selatan tetap berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ini.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Perkara Bukan Ranah Dewan Kehormatan Advokat
Hukumonline

 

Di samping itu, mengacu pada Pasal 2 UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA), beserta badan-badan peradilan di bawahnya, yaitu peradilan umum, agama, militer, dan Tata Usaha Negara (TUN). Dewan kehormatan advokat tidaklah termasuk badan peradilan, sebagaimana ditentukan dalam UU Kekuasaan Kehakiman, cetus Nugroho. Dengan demikian, perkara Hagus ini akan dilanjutkan, 16 Juni mendatang dengan agenda pembuktian dari penggugat.

 

Hagus sangat mengapresiasi putusan sela majelis. Menurutnya, dasar gugatan memang bukan menyangkut pelanggaran kode etik advokat, melainkan penghentian kuasa secara sepihak yang dilakukan tergugat I dan II. Eri dianggap telah melanggar azas kepatutan karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagai kuasa hukum Hagus.

 

Dengan dua surat kuasa khusus tertanggal 20 November dan 18 Desember 2008, Hagus menunjuk Eri sebagai kuasa hukum dari ABNP untuk menangani permasalahannya dengan Citibank. Tapi, boro-boro gugatan terhadap Citibank dilayangkan, Eri malah mengundurkan diri dari ABNP, dan bahkan tidak membuat pernyataan tertulis tentang pengunduran dirinya kepada Hagus.

 

Walau tidak sependapat dengan putusan sela majelis hakim, kuasa hukum Eri, Wirawan Adnan mengatakan akan tetap menghormati dan mengikuti proses persidangan. Artinya, itu hanya membuktikan bahwa pengadilan tidak sependapat dengan tergugat II, mengenai perselisihan kode etik. Bukan berarti membenarkan tergugat II telah melakukan PMH, ujarnya.

 

Menjadi preseden

Terlepas setuju atau tidak, Adnan bersikukuh, perselisihan yang terjadi antara Eri dan Hagus merupakan perselisihan kode etik. Seharusnya, penggugat mengadukan Eri ke Dewan Kehormatan Advokat dan bukan ke pengadilan. Kalau kita kan berpendapat, ini kan soal meninggalkan klien, soal meninggalkan kewajiban, bukan PMH. Seharusnya, dia mengadukan ke Dewan Kehormatan Peradi, bahwa saya ditelantarkan oleh pengacara saya. Tidak datang ke pengadilan dengan PMH.

 

Masalahnya, Adnan khawatir, apa yang dilakukan Hagus nantinya akan menjadi preseden. Setiap klien yang kecewa, (perbuatan pengacaranya) diajukan sebagai PMH, ngotor-ngotorin pengadilan saja, katanya. Padahal, dalam profesi lain, diberikan kehormatan pada Dewan Kehormatan profesinya untuk mengadili hal-hal yang sifatnya etika. Menurut Adnan, mestinya demikian juga yang harus diberikan kepada profesi pengacara.

 

Ralat:

Ada kekeliruan pada Paragraf 7, tertulis:

Dengan dua surat kuasa khusus tertanggal 20 November dan 18 Desember 2008, Hagus menunjuk Eri sebagai kuasa hukum dari ABNP untuk menangani permasalahannya dengan Citibank.

 

Yang benar adalah:

Dengan dua surat kuasa khusus tertanggal 20 November dan 18 Desember 2007, Hagus menunjuk Eri sebagai kuasa hukum dari ABNP untuk menangani permasalahannya dengan Citibank.

 

@Redaksi

 

Gugatan mantan klien Adnan Buyung Nasution and Partner (ABNP), Hagus Suanto, akhirnya tiba pada agenda putusan sela. Beberapa waktu lalu, tergugat II, Eri Hertiawan, sempat mempermasalahkan kompetensi absolut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam memeriksa dan memutus perkara Hagus.

 

Menurut mantan partner di ABNP ini, perselisihan yang terjadi antara dirinya dan penggugat masuk ke dalam ranah kode etik advokat. Sehingga, sesuai ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) Kode Etik Advokat, penyelesaiannya pun harus melalui Dewan Kehormatan Advokat. Eri memperkuat dalil-dalilnya dengan penyerahan bukti-bukti serta menghadirkan ahli, Maqdir Ismail.

 

Dalam keterangannya, Maqdir menerangkan bahwa advokat tidak harus menuruti apa yang diinginkan kliennya. Karena posisi advokat-klien tidak sama dengan buruh-majikan. Sepanjang advokat itu menjalankan pekerjaan sesuai kode etik, tidak ada alasan hukum bagi klien untuk dapat menuntut advokat. Dan sesuai Pasal 8 huruf g Kode Etik Advokat, seorang advokat berhak mengundurkan diri dalam perkara yang ia tangani, apabila ada perbedaan keyakinan mengenai cara menangani perkara tersebut.

 

Sayang, majelis hakim yang diketuai Nugroho Setiadji, berpendapat lain. Majelis menolak eksepsi Eri dan menyatakan Pengadilan Negei Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus perkara Hagus. Setelah majelis hakim teliti, dasar gugatan penggugat adalah perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan oleh tergugat I (ABNP) dan tergugat II, yaitu alasan penghentian sepihak yang berdasarkan alasan di luar alasan hukum dan bukan masalah kode etik advokat, papar Nugroho.

Halaman Selanjutnya:
Tags: