Ini Dia RPP CSR Teranyar
Berita

Ini Dia RPP CSR Teranyar

Rancangan akhir menghilangkan pasal yang mengatur hak complain masyakat terhadap perseroan yang tidak melaksanakan CSR.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Ini Dia RPP CSR Teranyar
Hukumonline

 

Sesuai penjelasan dalam RPP, ketentuan CSR lahir untuk meningkatkan kesadaran perseroan terhadap pelaksanaan tangung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia. Dalam RPP disebutkan, CSR dilaksanakan setiap perseroan selaku subjek hukum punya tanggung jawab sosial dan lingkungan. CSR merupakan kewajiban hukum bagi perseroan yang menjalankan usahanya di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam. Yakni, kegiatan usaha yang mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam sesuai peraturan perundang-undangan. Termasuk kegiatan usaha yang berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan, misalnya laundry, industri tekstil, rumah sakit atau hotel.

 

CSR ini ada dua jenis. Yakni keluar dan ke dalam lingkungan perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. CSR ke dalam lingkungan perseroan misalnya keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja bagi para pekerja (K3). Sedangkan CSR di luar lingkungan perseroan misalnya community development, pengelolaan limbah, pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup.

 

Dalam penjelasan disebutkan, peraturan-perundangan yang dimaksud adalah UU No. 5/1984 tentang Perindustrian, UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 39/1999 tentang HAM, UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 19/2003 tentang BUMN, UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Bagi perseroan yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan akan dikenakan sanksi. Hukuman itu mengacu pada delapan Undang-Undang tersebut.

 

Dapat Insentif

Pelaksana dari CSR adalah direksi perseroan atas persetujuan dewan komisaris sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Artinya, jika peraturan perundang-undangan menentukan bahwa persertujuan rencana kerja diberikan oleh oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka anggaran dasar tidak dapat menentukan rencana kerja disetujui oleh Dewan Komisaris atau sebaliknya. 

 

Dalam teknis pelaksanaannya, CSR harus dirancang dalam rencana kerja tahunan. Rencana ini juga perlu mencantumkan anggaran yang dibutuhkan. Anggaran itu disusun dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran serta diperhitungkan sebagai biaya perseroan. Yang dimaksud dengan kepatutan dan kewajaran adalah sesuai dengan kemampuan keuangan perseroan, plus potensi resiko yang mengakibatkan tanggung jawab yang harus dipikul perseroan sesuai kegiatan usahanya.

 

Pelaksanaan CSR ini harus dimuat dalam laporan tahunan untuk dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Hal itu sesuai dengan Pasal 66 ayat (2) huruf c UU PT. Kemudian bagi perseroan yang melaksanakan CSR, dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang, berupa insentif fasilitas atau bentuk penghargaan lainnya.

Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) telah merampungkan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan, biasa orang menyebutnya dengan istilah corporate social responsibility (CSR). RPP itu bertajuk Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sesuai dengan judul Bab V UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Bab itu memuat Pasal 74 yang mewajibkan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Implementasi Pasal 74 itu yang kemudian diwujudkan dalam RPP CSR. Sekarang masuk tahap sosialisasi, ujar Direktur Perancangan Perundang-undangan Depkumham, Suhariyono, saat dihubungi via telepon, Kamis (11/6).

 

Pembahasan RPP ini sempat tertunda-tunda lantaran timbul polemik seputar kewajiban CSR bagi perusahaan. Pasal 74 UU PT bahkan sempat di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi oleh tiga organisasi pengusaha. Yakni, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi). Para pengusaha berpendapat CSR seharusnya dilaksanakan secara sukarela, bukan diwajibkan. Hasilnya, majelis hakim konstitusi menolak permohonan itu. Majelis hakim konstitusi berpendapat diwajibkannya CSR dalam UU PT lebih memberi kepastian hukum.

 

Tak jauh berbeda dengan rancangan awal, RPP ini berisi delapan pasal. Sebelumnya, RPP CSR memuat sembilan pasal. Hanya satu pasal yang dihilangkan justru merupakan pasal yang dianggap penting. Berdasarkan dokumen RPP yang diterima hukumonline, rancangan akhir menghilangkan pasal yang mengatur hak complain masyakat terhadap perseroan yang tidak melaksanakan CSR. Selebihnya tak jauh beda.

Tags: