Mahkamah Agung Kalahkan Rektor UI
Berita

Mahkamah Agung Kalahkan Rektor UI

Putusan MA memberikan hak penuh kepada mahasiswa untuk ikut kuliah. Padahal, para penggugat sudah lulus.

Oleh:
Mys/IHW/M-8
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Agung Kalahkan Rektor UI
Hukumonline

 

Para mahasiswa tidak terima, dan mengajukan gugatan pembatalan SK itu ke PTUN Jakarta. Kala itu, PTUN sudah memerintahkan penangguhan SK skorsing tersebut. Jika sejak awal rektor mematuhi putusan PTUN, niscaya perjalanan kasus ini tidak tertatih-tatih seperti sekarang. Bayangkan, putusan MA baru turun setelah para mahasiswa lulus dan diwisuda. Putusan itu menjadi tidak efektif.  Dhoho Ali Satro, salah seorang yang kena imbas SK 266 itu mengaku gembira di satu sisi menerima putusan MA. Putusan itu dapat dimaknai kampus tidak boleh mengebiri hak dan kewajiban mahasiswa. Tetapi di sisi lain, putusan itu akan sulit dilaksanakan. Sebagai alumni fakultas hukum, saya pribadi kecewa sejak awal karena kampus tidak melaksanakan penetapan PTUN yang menetapkan penangguhan SK skorsing itu, ujar Dhoho kepada hukumonline.

 

Kronologis Kasus

 

          11 Juni 2009. Kuasa hukum penggugat melayangkan surat kepada Rektor UI tentang pelaksanaan putusan MA RI

          22 April 2009. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kasasi ke PTUN Jakarta.

          10 Desember 2001. Kepaniteraan Pengadilan Tata Usah negara menerima memori kasasi dari tergugat.

          29 November 2001. Pengajuan  permohonan kasasi secara lisan oleh tergugat melalui kuasa hukumnya.

          16 Oktober 2001. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menguatkan putusan PTUN.

          29 Mei 2001. Putusan PTUN mengabulkan gugatan sebagian Penggugat. PTUN memerintahkan pencabutan SK Rektor UI No. 266/SK/R/UI/2000 tertanggal 16 November 2000.

          1 Februari 2001. Enam mahasiswa UI yang terkena skorsing mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

          14 Desember 2000. Rektor menegaskan tidak akan mencabut keputusan skorsing.

          30 November 2000. Mahasiswa mengirimkan kembali surat penolakan terhadap SK Rektor dan minta peninjauan kembali terhadap SK tersebut.

          17 November 2000. Mahasiswa Fezan Guatano Razak menerima SK Rektor berisi penjatuhan sanksi kepada sejumlah mahasiswa di lingkungan Universitas Indonesai atas Gangguan Tata tertib pada HUT Emas ke 50 tanggal 2 Februari 2000.

          16 Nopember 2000. Rektor mengeluarkan SK No. 266/SK/R/UI/2000 tentang pemberian sansksi kepada mahasiswa-mahasiswa di Lingkungan UI atas Kasus Gangguan Tata Tertib pada HUT Emas ke 50 UI.

          15 Mei 2000. Mahasiswa kembali dipanggil oleh P3T2, dilakukan secara terpisah dan perorangan. 

          11 Mei 2000. Mahasiswa dipanggil oleh P3T2, dilakukan secara terpisah dan perorangan.

          13 April 2000. Beberapa mahasiswa dipanggil oleh Panitia Penyelesaian Tata Tertib (P3T2) UI untuk dimintai keterangan seputar aksi tersebut.

  • 2 Februari 2000. Bertepatan dengan HUT Emas Universitas Indonesia, ratusan mahasiswa menggelar demo meminta pencabutan DPKP.

 

Putusan MA tersebut memang bisa dibilang sulit dilaksanakan. Apakah Dhoho dan kawan-kawan mau dikembalikan ke status sebagai mahasiswa? Nggak mungkin kami disuruh kuliah lagi, jawab Dhoho tegas. Ia tetap menyalahkan kampus yang enggan melaksanakan penetapan PTUN. Akibatnya, proses hukum berjalan bertahun-tahun hingga mahasiswa yang terkena skorsing lulus.

 

Rektor UI memang terus menggunakan hak-hak hukumnya. Kalah di PTUN Jakarta, Rektor mengajukan banding. Pengadilan Tinggi TUN lagi-lagi mengabulkan gugatan sebagian penggugat. Pada akhir 2001, Rektor mengajukan kasasi. Majelis hakim beranggotakan Titi Nurmala Siagian, Marina Sidabutar, dan Ahmad Sukardja baru memutuskan perkara ini lima tahun kemudian, persisnya pada 5 Oktober 2006. Lalu, salinan putusan kasasi baru dikirimkan MA ke PTUN Jakarta pada 22 April 2009. Jadi, ada jeda waktu tiga tahun sejak putusan dibuat hingga salinannya dibuat.

 

Keterlambatan ini ikut andil dalam membuat putusan MA menjadi tidak efektif di lapangan. Akibatnya, bukan hanya Dhoho yang kecewa. Kepala Biro Pelayanan Hukum dan Masyarakat Universitas Indonesia, Retno Moerniati juga mengaku bingung untuk menjalankan putusan MA tersebut. Faktanya, keenam mahasiswa yang terkena skorsing tersebut sudah lulus sejak dua tiga tahun lalu. Kuasa hukum Rektor UI merasa perlu melayangkan surat ke Ketua PTUN Jakarta untuk memastikan bagaimana menjalankan putusan dimaksud. Kami akan berkonsultasi dulu dengan Ketua PTUN mengenai putusan ini, kata Retno melalui sambungan telepon, Senin (22/6).

 

Hasil konsultasi dengan Ketua PTUN juga akan mempengaruhi sikap Rektor UI mengenai upaya hukum selanjutnya. Dhoho dan kawan-kawan pun tengah memikirkan hal serupa. Bisa jadi gugatan perdata atau tindakan lain, ujarnya.

 

Silahkan saja mengajukan gugatan perdata. Itu kan hak mereka, timpal Retno Moerniati.

 

Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Rektor Universitas Indonesia dalam perkara gugatan mahasiswa melawan rektor melalui jalur tata usaha negara (TUN). Dalam putusan yang salinannya baru diterima para pihak bulan ini, Mahkamah Agung membatalkan Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia No. 266/SK/R/UI/2000 tertanggal 16 November 2000. SK ini berisi pemberian sanksi kepada sejumlah mahasiswa UI yang melaksanakan demo saat peringatan HUT Emas ke-50 Universitas Indonesia.

 

Mahkamah Agung juga memerintahkan agar Rektor UI menerbitkan surat yang isinya memulihkan hak dan kewajiban para penggugat. Bahkan memberikan hak penuh kepada para mahasiswa itu untuk mengikuti perkuliahan di UI. Putusan yang disebut terakhir tentu saja sulit dilaksanakan karena mahasiswa yang dikenakan hukuman berdasarkan SK 266 tadi sudah lulus dan bahkan sudah bekerja.

 

Jika dirunut ke belakang, perkara ini memang sudah lama. Terjadi pada Februari 2000. Gara-gara menggelar aksi demo saat HUT Emas kampusnya, Lucky A. Lontoh dan lima orang rekannya sesama mahasiswa dikenakan sanksi. Lucky dan kawan-kawan menilai pemberian sanksi itu tidak berdasar. Selain legalitas karena proses pemeriksaan oleh Panitia Penyelesaian Tata Tertib UI, para mahasiswa juga menganggap demo merupakan hak. Apalagi yang dituntut adalah penghapusan Dana Peningkatan Kualitas Pendidikan (DPKP). Sebaliknya, bagi rektorat, demo yang dilakukan mahasiswa mengganggu ketertiban. Rektor menerbitkan SK 266 yang berisi sanksi kepada Lucky dan kawan-kawan.

Tags: