Jalur Non-Litigasi Pun Perlu Bantuan Hukum Probono
Berita

Jalur Non-Litigasi Pun Perlu Bantuan Hukum Probono

Pemangku kepentingan harus terus mendorong agar RUU Bantuan Hukum terealisir secepat mungkin. Bantuan hukum struktural tetap dibutuhkan.

Oleh:
Rfq/Mys
Bacaan 2 Menit
Jalur Non-Litigasi Pun Perlu Bantuan Hukum Probono
Hukumonline

 

Chairuman, yang kini aktif di tim hukum pasangan capres-cawapres JK-Wiranto, juga memandang perlu mengatur lebih lanjut pemberian bantuan hukum dalam bidang perdata, administrasi negara, dan hak asasi manusia.

 

RUU Bantuan Hukum digagas antara lain didasari kenyataan belum lengkapnya aturan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008. PP ini menjadi dasar mekanisme pemberian bantuan hukum probono kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Tetapi, PP ini dipandang telah mereduksi peran dan tanggung jawab negara dan Pemerintah karena hanya membebani organisasi advokat dan Lembaga Bantuan Hukum. Memajukan bantuan hukum adalah tanggung jawab negara, dan terutama pemerintah, kata Chairuman.

 

Anggota Wantimpres, Adnan Buyung Nasution, memandang RUU Bantuan Hukum penting karena bantuan hukum merupakan hak asasi manusia. Ia meminta pemangku kepentingan terus mendorong dan mendesak agar RUU Bantuan Hukum disahkan. Buyung merujuk praktik di sejumlah negara, seperti Brasil, dimana bantuan hukum dimaksukkan ke dalam rumusan konstitusi. Dalam amandemen UUD ke depan saya harapkan hak atas bantuan hukum masuk, ujar Buyung.

 

Ketiadaan jaminan eksplisit dalam konstitusi atas bantuan hukum membuat penyelenggara pemerintahan semena-mena terhadap rakyat. Banyak warga yang kurang mampu akhirnya tergusur dari tanah dan lingkungan mereka.

 

Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie melihat lebih jauh implikasi PP 83 Tahun 2008. Jika yang dibebani tanggung jawab hanya advokat, maka pencari keadilan semakin tidak berdaya. Advokat adalah profesi yang dilarang proaktif, apalagi mengiklankan diri. Untuk mengimbangi sifat pasif tersebut, perlu ada bantuan hukum struktural. Perlu ada bantuan hukum struktural, perlu ada legal empowerment, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

 

Jimly berharap RUU Bantuan Hukum bisa mengakomodir lembaga-lembaga yang mengusung penguatan akses masyarakat terhadap hukum. Disamping advokat tugasnya litigasi, ada lembaga bantuan hukum non litigasi yang proaktif yang bisa membina empowerment the people, kata Jimly.

 

Sejalan dengan Chairuman, Jimly pun meminta LBH dan lembaga sejenis tak hanya mengusung kasus-kasus litigasi. Pemberian bantuan hukum jalur non litigasi pun penting.

 

Selama ini, pemberian bantuan hukum probono belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kalaupun ada sosialisasi, sifatnya masih terbatas pada komunitas tertentu. Anggota Komisi III DPR Nursyahbani Katjasungkana berharap seluruh elemen masyarakat memahami esensi bantuan hukum probono, baik yang diatur dalam KUHAP dan UU Advokat, maupun PP No. 83 dan peraturan perundang-undangan lain.

 

Senada, Ketua Departemen Hukum dan HAM PDI Perjuangan Firman Jaya Daeli berharap bantuan hukum sampai ke desa-desa. Cuma, Firman mengingatkan, bantuan hukum tidaklah gratis. Konstitusi sudah mengamanatkan tanggung jawab ke pundak pemerintah. Negara berkewajiban memberikan bantuan hukum, ujarnya.

 

Sehubungan dengan itu, dalam pengantarnya Jurist Makara mengusung kemungkinan pembentukan Komisi Pendanaan bantuan hukum probono. Komisi ini menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam memberikan bantuan hukum secara adil kepada warga negara.

 

Mantan Deputi Menko Polkam Bidang Hukum Chairuman Harahap berharap RUU Bantuan Hukum yang tengah disusun tidak melulu mengatur bantuan hukum probono di jalur litigasi. Jalur non litigasi, sebenarnya bantuan hukum probono pun penting karena selalu ada pencari keadilan yang kurang mampu.

 

Bahkan di pasar modal --yang diasumsikan orang berlimpah uang -- pun pemberian bantuan hukum probono tetap dimungkinkan. Giunseng Manullang, anggota konsultan hukum pasar modal, pernah mencontohkan pemberian informasi dan resiko legal kepada masyarakat berinvestasi lewat pasar modal dan pasar bank.

 

Semangat itu pula yang diusung Chairuman. Tidak lagi hanya dengan pemberian bantuan hukum di area litigasi, tetapi juga sudah harus dilakukan di medan nonlitigasi, ujar Chairuman di sela-sela Diskusi Publik RUU Bantuan Hukum, yang diselenggarakan Jurist Makara Universitas Indonesia, 23 Juni lalu.

 

Menurut mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu, bantuan hukum di area litigasi sudah cukup jelas pengaturannya. KUHAP, misalnya, sudah mengatur bantuan hukum di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Tetapi di jalur nonlitigasi, kata Chairuman, selama ini lebih banyak mengandalkan inisiatif lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Karena itu, kehadiran lembaga sejenis yang memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan perlu diakomodir dalam RUU Bantuan Hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags: