Menyoal Bahasa dalam Kontrak Derivatif
Berita

Menyoal Bahasa dalam Kontrak Derivatif

Hampir semua kontrak transaksi derivatif dibuat dalam bahasa Inggris. Peraturan Bank Indonesia hanya menegaskan informasi harus dijelaskan dalam bahasa Indonesia.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Menyoal Bahasa dalam Kontrak Derivatif
Hukumonline

 

Seperti disebutkan tadi, Bank Indonesia memang tidak tegas meminta agar kontrak derivatif dibuat dalam bahasa Indonesia. Yang diminta pengawas perbankan nasional itu cuma informasinya saja yang harus berbahasa Indonesia. Ironisnya ketentuan itu pun baru keluar bulan ini. Pada 1 Juli lalu, Bank Indonesia menerbitkan aturan baru, yakni Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/26/PBI/2009 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product Bagi Bank Umum. Pasal 21 ayat (4) berintikan, ketentuan informasi mengenai pemasaran structured product wajib disajikan dalam bahasa Indonesia.

 

Pengertian structured product sendiri adalah produk yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan transaksi derivatif valuta asing (valas) terhadap rupiah, untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enchancement) yang dapat mendorong transaksi pembelian dan/atau penjualan valas terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah.

 

Sebenarnya, pada 2005, Bank Indonesia pernah mengeluarkan aturan mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi. Aturannya tercantum dalam PBI No. 7/6/PBI/2005. Pasal 4 ayat (1) PBI itu menyebut, bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap produk bank. Lagi-lagi yang disebut adalah informasi, bukan kontrak yang harus berbahasa Indonesia.

 

Meski tidak diatur secara tegas oleh Bank Indonesia, namun Drajad Wibowo menekankan agar bank membuat kontrak derivatif dalam bahasa Indonesia. Biasanya orang Indonesia tidak memahami istilah hukum dalam bahasa Inggris, katanya.

 

Direktur Hukum Bank Indonesia Ahmad Fuad mengakui kalau bank central tidak mengatur secara detil isi kontrak yang harus berbahasa Indonesia. Informasinya yang harus berbahasa Indonesia, katanya kepada hukumonline. Walaupun demikian, Ahmad menyarankan para pihak sebaiknya membuat kontrak dalam bahasa Indonesia. Mestinya kontraknya dalam bahasa Indonesia, lanjut Fuad yang berjanji akan membahas masalah kontrak ini dengan internal Bank Indonesia. 

 

Terlepas dari itu, ketentuan mengenai informasi produk bank yang wajib dijelaskan dalam bahasa Indonesia, sudah lumayan lengkap diatur. Lihat saja Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/25/DPNP. Surat edaran sebagai penjelasan dari PBI No. 7/6/PBI/2005 itu mengatur, bank wajib melakukan transparansi informasi dan mengungkapkan karakteristik produk bank secara memadai, terutama mengenai manfaat, resiko, dan biaya-biaya yang melekat pada produk bank tersebut.

 

Tak berhenti di situ, usai menyampaikan informasi, bank meminta nasabah menandatangani formulir yang memuat klausul pernyataan telah memahami atau menyetujui segala persyaratan pemanfaatan produk bank, termasuk manfaat, resiko dan biaya-biaya yang melekat pada produk bank dimaksud.

 

Jadi, nggak mungkin orang menandatangani kontrak tanpa tahu isi kontraknya, papar Ahmad Fuad.

Tak dapat dipungkiri kalau bahasa asing sudah menjadi kebutuhan ‘primer'. Hampir semua lowongan pekerjaan mencantumkan kriteria calon pelamar minimal harus bisa berbahasa Inggris. Hal ini tak cuma terjadi pada ranah ketenagakerjaan, tapi juga hampir semua sektor. Termasuk dalam pembuatan kontrak kerja sama. Apalagi kalau sudah menyangkut kontrak dengan perusahaan asing. Sudah pasti kontrak dibuat dengan bahasa Inggris.

 

Senin (13/7) lalu, klausula kontrak derivatif yang berbahasa Inggris sempat dipersoalkan di pengadilan. Dalam perkara gugatan PT Nubika Jaya melawan Standard Chartered Bank (Stanchart), Drajad Wibowo yang bertindak selaku ahli, mempermasalahkan isi kontrak berbahasa Inggris yang dibuat oleh bank-bank penerbit kontrak derivatif. Menurut ekonom yang juga anggota DPR Komisi Keuangan dan Perbankan ini, kontrak derivatif hendaknya dibuat dalam bahasa Indonesia. Alasannya, transaksi ini rumit dan sulit dimengerti, demikian Drajad usai menjadi memberi keterangan sebagai ahli.

 

Pendapat Drajad bisa dimaklumi. Sebab kontrak derivatif bukanlah kontrak sederhana. Bahkan akhir tahun lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjrijah mengatakan, kontrak derivatif tergolong rumit dan canggih. Apalagi kalau isi kontrak berbahasa asing. Oleh sebab itu Bank Indonesia mengajurkan agar setiap informasi terkait transaksi derivatif dibuat dengan bahasa Indonesia. Permasalahannya, apakah kontrak juga harus berbahasa Indonesia? Inilah yang menjadi perdebatan di pengadilan.

Tags: