Bapepam-LK Akan Perketat Aturan Anti Money Laundering di Bursa
Berita

Bapepam-LK Akan Perketat Aturan Anti Money Laundering di Bursa

Nantinya, setiap perusahaan yang terkait dengan pasar modal dan perasuransian, wajib memiliki divisi khusus untuk menangani transaksi keuangan yang mencurigakan.

Oleh:
Yoz
Bacaan 2 Menit
Bapepam-LK Akan Perketat Aturan Anti <i>Money Laundering</i> di Bursa
Hukumonline

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan memperketat standar dan aturan untuk mencegah praktik pencucian uang (money laundering). Regulator pasar modal itu menilai, masih ada kekurangan ketentuan di pasar modal untuk menerapkan aturan antipencucian uang. Hal ini disampaikan Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany saat jumpa pers, Rabu (12/8), di Jakarta.

 

Menurut Fuad, Indonesia sebenarnya sudah memiliki perangkat pencegahan pencucian uang. Namun, masih banyak pelaku pasar dan lembaga keuangan yang tidak mematuhi aturan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya mendorong pelaku usaha seperti broker dan perusahaan asuransi menerapkan standar operasional. Mereka wajib memiliki divisi khusus untuk menangani setiap terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan, katanya. Selain itu, Self Regulatory Organizations (SROs) wajib memiliki sistem audit internal yang sudah diberlakukan tahun ini.


Dijelaskan Fuad, sanksi pidana dan denda dalam UU Antipencucian Uang selama ini belum sepenuhnya dilaksanakan. Kami ingatkan untuk patuh aturan. Pelaku pasar yang tidak memenuhi aturan langsung dikenai sanksi, tegasnya. Selama ini, sambung Fuad, jika terjadi pelanggaran SROs hanya melakukan pembinaan. Namun, sekarang akan difokuskan pada penegakan.

 

Fuad mengatakan money laundering akan membuat pasar terdistorsi. Kami akan tegas menindak pelaku," ujarnya. Namun, penegakan hukum tersebut bukan tanpa kendala. Ada aturan yang belum dimiliki pemerintah, yakni terkait kerahasiaan bank. Dia mencontohkan, Bapepam di Amerika Serikat (AS) bisa langsung memeriksa keuangan bank jika bank bersangkutan dicurigai terlibat transaksi mencurigakan. Sementara di Indonesia, katanya, apabila Bapepam-LK mencium ketidakberesan transaksi, otoritas harus meminta izin lebih dulu ke Bank Indonesia (BI).


Kendala lainnya adalah bila ada transaksi antarnegara yang mengindikasikan transaksi mencurigakan. Dalam hal ini regulator akan kesulitan untuk memperoleh data lintas negara. Sebab, regulator harus mendaftar dan melaksanakan multilateral memorandum of understanding (MoU) terhadap negara-negara bersangkutan. Kita belum ada aturan independensi dan membuka informasi pelaku. Ini juga sebagai kendala kelambatan pelaksanaan investigasi, katanya.

 

Untuk diketahui, saat ini Bapepam-LK dan SROs tengah membahas 29 peraturan baru di bidang pasar modal. Peraturan tersebut terdiri dari 13 peraturan Bapepam-LK dan peraturan SRO yang terdiri dari: 9 peraturan yang dikeluarkan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), 5 peraturan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan 2 peraturan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

 

Untuk peraturan Bapepam-LK yang masih dalam pembahasan tersebut, sebanyak 5 peraturan masih berupa rancangan peraturan yang antara lain mengatur tentang Bank Umum sebagai Pedagang Surat Utang Negara, kemudian tentang pengendalian dan perlindungan efek dan perizinan perusahaan efek yang melakukan kegiatan sebagai manajer investasi.


Sementara untuk peraturan yang masih dibahas di BEI, seluruhnya masih berupa rancangan, antara lain tentang keanggotaan bursa, keanggotan derivatif, sanksi, suspensi dan pencabutan persetujuan anggota bursa. Sedangkan untuk KPEI salah satunya membahas rancangan perubahan anggaran dasar KPEI.
Dan untuk KSEI juga masih dibahas rancangan perubahan anggaran dasar KSEI.

 

Aturan Stabilisasi Harga

Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) meminta klarifikasi kepada Bapepam-LK mengenai dua aturan, yakni terkait stabilisasi harga dan waktu pencatatan lebih. Soalnya, antara praktek yang dilakukan saat ini dengan aturan yang ada di draf peraturan Bapepam-LK berbeda. Kami merasa perlu mengetahui apa dasar pemikiran aturan tersebut, kata Ketua Umum APEI Lily Widjaja.

 

Menurutnya, selama ini pada prakteknya, underwriter atau agen sebagai penjamin emisi, menjaga harga penawaran saham perdana (IPO) selama 30 hari pada harga IPO. Pada draf aturan, stabilisasi harga yang diperkenankan setinggi-tingginya pada harga IPO. Itu artinya, bisa di bawah harga IPO, tambahnya.


Selain itu, APEI juga meminta penjelasan mengenai pencatatan lebih. Alasannya, pada prakteknya pencatatan lebih (oversubscribed) berlangsung saat penjatahan. Sekarang ini pencatatan lebih berlaku di depan, sedangkan pada draf aturannya pencatatan lebih dilakukan di belakang. Kami ingin tahu apa pertimbangannya, ucap Lily.

 

Mengenai aturan lain dalam draf seperti maksimum saham penstabil (greenshoe) sebesar 15 persen, Lily menilai hal itu sudah wajar.

 

Menurutnya, pihaknya akan bertemu Bapepam-LK untuk mendiskusikan poin-poin dalam draf aturan itu. Proposal kami berikan langsung ke Bapepam. Rencananya, sore ini akan kami diskusikan, pungkasnya.

Tags: