Kurang Tepat, Kerugian Negara Ditentukan Sendiri oleh Hakim
Berita

Kurang Tepat, Kerugian Negara Ditentukan Sendiri oleh Hakim

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan kalimat secara nyata telah ada kerugian negara.

Oleh:
Mys/Rfq
Bacaan 2 Menit
Kurang Tepat, Kerugian Negara Ditentukan Sendiri oleh Hakim
Hukumonline

 

Ia khawatir penentuan kerugian negara oleh hakim potensial salah karena dalam praktik hakim dan pengadilan tidak melaksanakan tugas-tugas audit keuangan. Menjadi agak aneh kalau hakim menentukan sendiri jumlah kerugian negara dalam suatu tindak pidana korupsi.

 

Pendapat senada disampaikan pengajar hukum keuangan negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang. Menurut Dian Puji, hakim bukan auditor sehingga tidak dapat menentukan adanya kerugian negara. Secara formil, kerugian negara harus dibuktikan dengan adanya perhitungan oleh auditor melalui suatu mekanisme yang standar dalam pemeriksaan keuangan negara. Jadi, kata dia, hakim tidak punya pengetahuan tentang mekanisme perhitungan keuangan negara tersebut.

 

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merumuskan keuangan negara sebagai seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul. Hak dan kewajiban itu bisa timbul karena dua hal. Pertama, berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Kedua, berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

 

Pasal 32 UU yang sama menyebut frasa secara nyata telah ada kerugian keuangan negara. Frasa ini mengandung arti kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Frasa ini jelas menunjuk pada perlunya badan atau akuntan yang berwenang menentukan kerugian negara.

Adagium ius curia novit mengandung arti hakim dianggap sudah tahu hukum. Tetapi apakah hakim bisa mengetahui dan menghitung sendiri kerugian negara dalam suatu tindak pidana korupsi? Pertanyaan itulah yang mengusik Juniver Girsang. Saat mendengar vonis dua tahun terhadap kliennya, Romli Atmasasmita, dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Juniver langsung mempersoalkan pertimbangan hakim. Bagian yang diprotes adalah penentuan kerugian negara.

 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim mengatakan biaya akses yang didulang dari proyek Sisminbakum mencapai Rp31,5 miliar. Romli, kata majelis, kecipratan sekitar Rp1,3 miliar. Majelis mengakui angka pasti kerugian negara belum ada, tetapi majelis yakin ada kerugian negara dalam kasus Sisminbakum. Pertimbangan ini seakan menjawab dalil pengacara Romli yang menyatakan belum ditemukan kerugian negara dalam proyek Sisminbakum. Majelis hakim dapat menentukan kerugian negara, tandas majelis dalam pertimbangannya.

 

Kalimat pamungkas itulah yang membuat Juniver penasaran. Tidak ada ketentuan, pengadilan bisa menentukan kerugian negara, tandas Juniver usai persidangan.

 

Selama ini, pengadilan biasanya merujuk pendapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika salah satu atau kedua badan ini menyatakan tidak ada kerugian negara, pendapat itu biasanya menjadi alasan bagi penyidik untuk menghentikan suatu perkara korupsi. Argumen ini misalnya dipakai Kejaksaan dalam menghentikan penyidikan dugaan korupsi VLCC.

 

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, berpendapat bahwa keputusan hakim menghitung dan menentukan sendiri kerugian negara dalam suatu tindak pidana korupsi kurang tepat. Sebab, sudah ada lembaga tersendiri yang punya kapasitas dan kapabilitas untuk memastikan apakah ada  kerugian negara atau tidak, sekaligus menghitung jumlah pasti kerugian negara tersebut. Kalau bicara soal kewenangan, menurut saya kewenangan untuk menentukan kerugian hanya bisa dikeluarkan oleh lembaga yang mengerjakan itu, yaitu BPK atau BPKP, ujarnya.

Tags: