Sidang Tahunan MPR Tidak Bisa Dijadikan Sidang Istimewa
Berita

Sidang Tahunan MPR Tidak Bisa Dijadikan Sidang Istimewa

Jakarta Hukumonline. Akhir-akhir ini ramai diperdebatkan kemungkinan Sidang Umum Tahunan (SUT) MPR pada 7 -18 Agustus 2000 berubah menjadi Sidang Istimewa (SI) yang bisa meminta Presiden Abdurrahman Wahid untuk mundur. Namun banyak juga kalangan yang berpendapat SUT tidak bisa dijadikan SI.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Sidang Tahunan MPR Tidak Bisa Dijadikan Sidang Istimewa
Hukumonline
Taufiqurrahman, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Ketua FKB berpendapat bahwa Sidang Tahunan tidak bisa dijadikan Sidang Istimewa. Karena itu berarti tidak konstitusional, ujarnya dalam acara Obrolan Merdeka di Jakarta.

Pada acara yang sama, Herry Ahmadi, Sekretaris Fraksi PDIP juga berpendapat bahwa tidak mungkin Sidang Tahunan MPR mendatang menjadi Sidang Istimewa. Namun Sidang Tahunan dapat membuka jalan dibukanya Sidang Istimewa, cetusnya.

Apabila dalam Sidang Tahunan nanti MPR melihat rapot pemerintahan Abdurrahman Wahid merah, menurut Herry, MPR bisa saja memberikan catatan dan memberikan waktu kepada pemerintah untuk memperbaiki. Nah apabila tidak, dapat saja digelar Sidang Istimewa, ujarnya.

Herry tidak setuju kalau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya melihat sisi gelap (black side) dari pemerintahan Gus Dur. Namun di sisi lain, Herry melihat kritik anggota dewan merupakan upaya kontrol yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap pemerintah Dan itu tidak pernah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada masa sebelumnya, ujarnya.

Menurut Herry, kalau ada orang yang tidak mengakui DPR pada saat ini, berarti yang bersangkutan anarkis. Ia juga berpendapat bahwa MPR tidak pernah menyimpang. Pasalnya, berdasarkan UUD 1945 pasal 1 dinyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepernuhnya oleh MPR.

Namun Taufiqurrahman melihat bahwa MPR bisa saja menyeleweng karena tidak dapat menangkap realitas yang berkembang di masyarakat. Para politisi yang ada di MPR bisa saja merekayasa kondisi politik untuk kepentingannya sendiri, katanya.

Institusi negara

Menurut Herry, yang terpenting sekarang adalah bagaimana membangun dan menegakkan institusi-institusi negara yang formal. Pertemuan-pertemuan informal bisa saja dilaksanakan, tapi itu tidak mendesak. Keputusan-keputusan yang harus diambil, prosesnya dilakukan di dalam lembaga formal, katanya.

Oleh karena itu Herry memandang pertemuan 5 tokoh di Yogyakarta yang akan dihadiri oleh Gus Dur, Akbar Tanjung, Amien Rais, Megawati, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X itu tidak jelas kapabilitasnya. Ketidakjelasannya adalah apakah pertemuan tersebut merupakan pertemuan pimpinan partai politik atau bukan.

Masalahnya adalah kalau memang pertemuan tersebut merupakan pertemuan pimpinan lembaga, kenapa tidak dilakukan melalui mekanisme formal. Kenapa Hamzah Haz tidak diundang, sedangkan partainya pemenang ketiga pemilu, katanya.

Herry berpendapat, seharusnya jangan melembagakan institusi informal, tetapi justru harus melembagakan institusi formal seperti MPR dan DPR. Itulah yang menjadi concerned kami di PDIP, ujarnya.

Agenda sidang tahunan

Sidang Tahunan akan diselenggarakan pada 7 sampai18 Agustus 2000. Ada beberapa agenda penting dalam Sidang Tahunan MPR itu. Yang paling penting adalah perubahan II UUD 1945 yang akan dikerjakan oleh komisi A, ujar Herry.

Menurut Herry, pada Komisi II yang paling penting adalah Rancangan Ketetapan (Rantap) tentang persatuan dan kesatuan nasional serta rekonsiliasi yang merupakan solusi dasar untuk mencegah bahaya disintegrasi bangsa. Selain itu dibahas Rantap yang bekaitan dengan pemisahan Polri dan TNI serta perumusan kembali peran TNI.

Sementara Komisi C bertugas menanggapi laporan dari lembaga tinggi negara (Presiden, BPK, Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat) berkaitan dengan progress report-nya selama ini.

Herry menegaskan pembahasan konsep bikameral atau unikameral tidak akan diputuskan dalam Sidang Tahunan MPR sekarang. Pasalnya berdasarkan kesepakatan 11 fraksi, masalah ini sangat berkaitan dengan sistem Majelis Perusyawaratan Rakyat, Pemilu, Pemilihan Presiden. Masalah ini masih memerlukan pendalaman dan pengkajian karena sangat berkaitan dengan pola pengembangan daerah, sehingga nanti sistemnya kompatibel.

Sekalipun tidak akan diputuskan, PDIP lebih mendukung konsep unikameral. Posisi kami di PDIP jelas bahwa kami tetap mendukung konsep unikameral seperti pada masal lalu, sekalipun demikian kami tidak menolak kehadiran lembaga utusan daerah, katanya. Ia melihat lembaga utusan daerah tidak mempunyai tugas legislasi.

Permasalahan ini akan dibahas lebih lanjut dan akan direncanakan pada rapat konsultasi ketiga 11 fraksi pada Minggu malam, 30 Juli 2000. Sementara yang akan diputuskan dalam sidang tahunan Agustus ini meliputi amandemen yang meliputi kedudukan Mahkamah Agung, BPK, wilayah Indonesia, dasar negara dan segala macam. Pembahasan lembaga DPA masih alternatif, kemungkinan menghapuskan lembaga DPA, ujarnya.
Tags: