Institutional reform adalah peninjauan kembali terhadap masyarakat guna menata keseluruhan bangunan kenegaraan dan kemasyarakatan. Institutional reform ini, baik di tingkat suprastruktur maupun infrastruktur kehidupan bangsa dari lapisan paling bawah sampai dengan pemerintahan.
Jimly Asshiddiqie, pakar Tukum Tata Negara dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa berkaitan institutional reform, diperlukan gerakan besar-besaran untuk menata ulang semua institusi sosial, keagamaan, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, serta politik.
Jimly menambahkan, lemahnya basis sosial dari demokrasi di Indonesia telah mengakibatkan munculnya fragmentasi dan kemajemukan masyarakat yang berpotensi memicu konflik di kalangan masyarakat. "Hal ini perlu segera dibenahi dan membutuhkan waktu dan pengorbanan yang besar," cetus Jimly.
Jimly mengamati, konflik yang terjadi selama ini di dalam masyarakat maupun pemerintahan disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum dan perangkat peraturan perundang-undangan.
Karena itu, menurut Jimly, institutional reform tadi perlu dibarengi dengan instrumental reform. Instrumental reform ini berupa perbaikan di tataran perundangan-undangan, dimulai dari Undang-Undang Dasar sampai ke peraturan perundang-undangan dibawahnya.
Reformasi perundangan tidak saja menyangkut subtansi atau materinya saja, tetapi juga soal susunan hierarkhisnya dan bentuk peraturannya yang perlu dibenahi kembali. Jimly mencontohkan, perlunya membedakan antara penetapan (beschikking) dengan pengaturan (regeling).
Jimly berpendapat bahwa perlunya pembaruan ataupun perbaikan dalam segi insitusi hukum, diharapkan dapat dijadikan pegangan dan rujukan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul.