Eurico dihadapkan ke pengadilan dengan dakwaan telah melakukan kejahatan terhadap ketertiban umum. Eurico diduga telah menyulut perebutan kembali senjata yang telah diserahkan kepada TNI dari para milisi pada 24 September 2000.
Hakim menyatakan bahwa mantan wakil panglima pasukan pro intergrasi (PPI) ini bersalah sesuai yang dituduhkan kepadanya. "Eurico Gutteres terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 160 KUHAP," tegas ketua majelis hakim Suwardi di PN Jakarta Utara, 30 April 2001.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa hal yang memberatkan adalah bahwa Eurico tidak mau mengakui perbuatannya. Hakim juga mengatakan bahwa yang meringankan Gutteres dalam kasus ini adalah bahwa Eurico belum pernah dihukum.
Pertimbangan ini mengenyampingkan pembelaan dari pengacara Eurico yang mengatakan bahwa tidak ada perintah dari Eurico untuk merampas kembali senjata tersebut. Hakim juga tidak mengindahkan pembelaan penasehat hukum Gutteres yang mengatakan bahwa justru Eurico lah yang memerintahkan anak buahnya untuk menyerahkan senjata ke Kodim.
Mengesampingkan keterangan saksi
Menanggapi putusan hakim tersebut, penasehat hukum Eurico, Suhardi Sumomuljono, menyatakan tidak puas atas putusan tersebut. Padaha, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Eurico dengan pidana penjara 12 bulan.
Menurut Suhardi, majelis hakim dalam pertimbangannya tidak mempertimbangkan keterangan saksi yang meringankan Eurico (saksi a charge) yang diajukan oleh pihak Eurico. "Atas putusan tersebut, kami menyatakan banding," tegas Suhardi.
Majelis hakim sendiri mengesampingkan keterangan dari para saksi yang diajukan oleh pihak Eurico tersebut bukan tanpa alasan. Saksi-saksi yang diajukan tersebut sebagian besar adalah anggota PPI anak buah dari Eurico. Karena PPI dididik secara militer, hakim beranggapan bahwa mereka pasti tunduk pada Eurico.