Hukum Positif Dapat Bekerja dalam Mengantisipasi Cyberporn
Fokus

Hukum Positif Dapat Bekerja dalam Mengantisipasi Cyberporn

Boom situs cabul! Pornografi di dunia maya lewat internet (cyberporn) terus berkembang. Karena dikhawatirkan "merusak" moral anak muda, cyberporn diatasi dengan memberlakukan hukum tertulis (hukum positif). Namun. Hal ini tidak mudah dilakukan karena butuh keberanian dan banyak kendala. Apa saja kendalanya?

Oleh:
Ram/APr
Bacaan 2 Menit
Hukum Positif Dapat Bekerja dalam Mengantisipasi <I>Cyberporn</I>
Hukumonline

Banyak yang berpendapat, hukum selalu tertinggal dalam mengikuti perkembangan teknologi yang saat ini termanifestasikan dalam media internet. Pendapat tersebut mungkin ada benarnya jika kita melihatnya hanya dari sisi teknologi saja. Padahal dalam menyikapi fenomena tersebut harus dilihat dari berbagai segi.

Kesan ini membawa implikasi pada perilaku pengguna (penyedia jasa dan pemakai) internet yang akhir-akhir ini cenderung mengalami "penyimpangan" dan tidak "mematuhi" norma yang berlaku di dalam masyarakat. Cyberporn sebagai salah satu feature di internet memberikan kemudahan untuk memperoleh gambar, cerita, dan film.

Berdasarkan laporan terakhir yang dikeluarkan oleh American Demographics Magazine menunjukkan adanya peningkatan keberadaan situs porno di internet. Data itu diperoleh dari sextracker.com. Jumlah situs dewasa yang menyediakan pornografi meningkat dari 22.100 pada 1997 menjadi 280.300 pada 2000 atau melonjak 10 kali lebih dalam kurun tiga tahun!.

Keadaan ini membuat semakin banyaknya "tempat wisata" yang dapat dikunjungi oleh para pecandu situs cabul. Selain itu, memang bisnis di bidang ini cukup menjanjikan. Ini terbukti dengan tingginya transaksi di Amerika yang hampir bernilai AS$1,4 miliar pada 1998. Dapat dibayangkan berapa merosotnya moral bangsa bila cyberporn terus dibiarkan "mengobok-ngobok" generasi muda.

Dengan kemajuan teknologi saat ini, keberadaan cyberporn mestinya dapat dibendung. Namun, harus pula dipikirkan cara lain yang bersifat preventif. Dalam hal ini, harus dibuat suatu prakondisi terhadap komunitas di internet untuk mematuhi hukum yang ada, baik tertulis ataupun tidak tertulis. 

Tiga perspektif

Tidak bekerjanya hukum dalam menghadapi cyberporn, salah satunya karena  sempitnya kita memandang fenomena cyberporn tersebut. Pendekatan yang dilakukan selama ini masih bersifat teknis dan sektoral. Padahal seharusnya tidak demikian halnya. Sudah saatnya cyberporn ini ditinjau dari tiga prespektif, yaitu, teknologi (technic), bisnis (bussiness), dan masyarakat (sosio). 

Bila kita hanya memandang dari sisi teknologi dan bisnis, selamanya hukum tidak akan dapat bekerja efektif dalam mengatasi gejala yang timbul di dalam masyarakat.   Memberlakukan suatu ketentuan hukum, tidak terlepas dari keadaan masyarakat (keadaan sosial) setempat. Belum lagi adanya hukum tertulis tidak menyebabkan kejahatan dalam internet, termasuk pornografi, menjadi tidak "tersentuh" oleh hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags: