Kebijakan Persaingan di Era Otonomi
Kolom

Kebijakan Persaingan di Era Otonomi

Kebijakan persaingan bertujuan untuk meminimumkan inefisiensi perekonomian yang diciptakan oleh tingkah laku perusahaan-perusahaan yang bersifat anti-persaingan. Ada dua penyebab distorsi perekonomian yang dapat menyebabkan pasar menjadi tidak sempurna.

Bacaan 2 Menit
Kebijakan Persaingan di Era Otonomi
Hukumonline

Pertama, eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak adil (unfair conduct). Kedua, kebijakan/intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefisiensi perekonomian. Penyebab pertama bersumber dari perilaku perusahaan sedangkan penyebab kedua bersumber dari intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar.

Kebijakan persaingan tidak hanya terdiri dari undang-undang larangan praktek monopoli tetapi juga termasuk deregulasi dan liberalisasi ekonomi. Undang-undang larangan praktek monopoli bertujuan untuk mengatur perilaku-perilaku perusahaan yang besifat antipersaingan. Di sinilah pada dasarnya   ruang lingkup peran KPPU. Sementara itu, deregulasi dan liberalisasi bertujuan agar mekanisme pasar dapat berjalan dengan meminimumkan intervensi pemerintah yang distortif.

Beberapa tindakan atau cara tidak adil (unfair) dapat dilakukan perusahaan untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat, misalnya tindakan kolusif dan tindakan yang menghancurkan pesaing (competitor elimination). Tindakan kolusif ialah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama-sama atau membagi-bagi pasar sedemikian rupa, sehingga memaksimumkan keuntungan masing-masing perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi (tacit collusion) ataupun terbuka (explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka adalah pembentukan kartel oleh perusahaan-perusahaan.

Sedangkan perilaku penghancuran pesaing (competitor elimination) adalah vertical restraints dan predatory pricing. Vertical restraint adalah pengaturan hubungan antara supplier dengan produsen atau antara produsen dengan distributor. Predatory pricing terjadi apabila suatu perusahaan  secara temporer mengenakan harga rendah sebagai upaya untuk membendung masuknya pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan pesaing yang telah ada di dalam suatu pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.

Di Indonesia ada beberapa bentuk tindakan antipersaingan. Pertama, tindakan antipersaingan yang dilakukan perusahaan untuk menghancurkan pesaingnya. Tindakan yang dilakukan antara lain adalah melakukan integrasi vertikal yang bersifat strategis (strategic vertical integration), resale price maintenance, dan pembagian pasar.

Kedua, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh perusahaan dengan dukungan atau persetujuan pemerintah. Contohnya adalah asosiasi-asosiasi pengusaha yang bertindak sebagai kartel atau tata niaga perdagangan. Ketiga, tindakan antipersaingan yang dilakukan oleh badan-badan usaha milik negara dengan  restu pemerintah.

Bentuk-bentuk tindakan antipersaingan di Indonesia yang terbanyak adalah yang tergolong ke dalam kategori kedua dan ketiga. Dengan demikian, penyebab utama tindakan antipersaingan adalah karena pemerintah baik karena kebijakan distortif yang malah menciptakan perilaku antipersaingan maupun karena kepemilikan pada BUMN/D dan kecenderungan memproteksi pasar di mana BUMN/D itu bergerak.

Tags: