Sistem Bank Sentral Perlu Dipertahankan
Berita

Sistem Bank Sentral Perlu Dipertahankan

Jakarta, Hukumonline. Sistem bank sentral lebih baik dipertahankan karena sudah mapan. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hendaknya menghindari pilihan-pilihan dalam draf perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh:
Rfl
Bacaan 2 Menit
Sistem Bank Sentral Perlu Dipertahankan
Hukumonline

Dua kesimpulan itu mengemuka dalam dialog terbuka Kedudukan Bank Indonesia dalam Amandemen UUD 1945 Pasal 23 di Jakarta, Jumat (4/8). Dialog itu dilaksanakan Lingkaran Studi Meridien bekerja sama dengan Jurnal Indonesia dan ANTeve.

Dialog ini menghadirkan pembicara Slamet Effendy Yusuf (PAH I BP MPR), Dono Iskandar (BI), Ismail Sunny (UI), Laode Kamaluddin (MPR). Sementara pengamat politik Fachry Ali bertindak sebagai moderator.

Seperti diketahui, sejauh mengenai bank sentral, Panitia Ad Hoc I (PAH I) BP MPR telah merumuskan dua alternatif. Alternatif pertama, Negara Republik Indonesia memiliki satu bank sentral yang independen, yaitu Bank Indonesia, yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan mata uang.

Alternatif kedua, Negara Republik Indonesia memiliki satu bank sentral atau lembaga otoritas keuangan lainnya, yang independen dan berwenang mengeluarkan dan mengedarkan mata uang.

Wakil Ketua PAH I Slamet Effendy Yusuf menyatakan, munculnya alternatif itu karena ketidakpuasan terhadap kinerja BI selama ini. Terhadap ketidakpuasan itu, sebagian anggota PAH I menyarankan agar performanya saja diperbaiki. Namun sistemnya perlu dipertahankan, terutama tentang independensi BI.

Tapi, ternyata, Fraksi Reformasi, yang dimotori mantan Menkeu Fuad Bawazier, menginginkan agar dimasukkan kemungkinan membentuk lembaga otoritas keuangan di luar BI, bahkan di luar sistem bank sentral. Sistem itu dikenal dengan CBS (Currency Board System).

Negara kecil

Menanggapi alternatif kedua itu, Deputi Gubernur BI Dono Iskandar menyatakan bahwa saat ini dari sekitar 200 negara di dunia, hanya 11 negara yang menerapkan CBS. Itu pun negara-negara kecil, seperti Granada dan Guatemala. "Negara-negara itu bisa berhasil karena, selain negaranya kecil, juga memiliki cadangan devisa yang besar," ujar Dono.

Menurut Dono, CBS adalah sistem membagi uang kartal dengan devisa. Dalam kasus Indonesia, uang kartal yang beredar sebesar Rp 52 triliun dan cadangan devisa AS$ 16 miliar. Dengan demikian, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah adalah Rp 3.250.

Bila CBS ingin diterapkan, BI harus menerima setiap orang yang ingin menukar rupiahnya dengan dolar, yaitu 1 AS$ = Rp 3.250. Dengan kondisi saat ini, Dono pesimistis CBS bisa diterapkan.

Senada dengan Dono Iskandar, Laode Kamaluddin menyatakan bahwa sistem yang sekarang sudah benar. Yang perlu dibenahi hanya aparat BI yang saat ini masih mau diintervensi pemerintah.

"Yang perlu dilakukan hanya internal rearrangement. Tak perlu membuat lembaga baru. Itu hanya akan menimbulkan kegoncangan," ujar anggota MPR dari Utusan Golongan itu.

Ismail Sunny pun setuju dengan Dono dan Laode. Menurut guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia itu, tak seharusnya PAH I membuat perumusan pasal yang bersifat pilihan dalam UUD 1945.

"Pelaksanaan UUD 1945 tak bisa digantungkan dengan future policy. Pilih sekarang, bank sentral atau apa," tegas Ismail Sunny.

Tags: