Pahlawan
Tajuk

Pahlawan

Pahlawan lahir untuk jamannya. Itu sebabnya mungkin secara sadar Soeharto menyebut dirinya Bapak Pembangunan, karena dia tidak bisa menyebut dirinya Bapak Konstitusi atau Proklamator Kemerdekaan atau Bapak Pancasila. Walaupun kenyataannya, pembangunan ala Soeharto hanya menghasilkan Indonesia menjadi negara nyaris tanpa hukum, paling korup sedunia, kesenjangan sosial, dan kesejehtaraan yang selalu membara, tatanan birokrasi yang bobrok dan feodal, serta terbungkamnya mulut rakyat selama tiga dekade.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
Pahlawan
Hukumonline

Paling-paling Soeharto bisa menyebut dirinya "Jendral Besar", karena tidak ada siapapun yang perduli dengan gelar kosong itu. Demikian pula, Soekarno yang proklamator kemerdekaan dan penggali Pancasila tidak mungkin menyatakan dirinya "Pahlawan Demokrasi" atau "Pahlawan Reformasi Hukum" atau "Bapak Hak Azasi Manusia", karena Soekarno tidak terpilih oleh zamannya untuk memainkan  peran itu.

"Hero does not choose his destiny, destiny chooses him". Itu pesan singkat Nikita Kruschev kepada penembak jitu Vassily Zaitsev yang dibesarkan oleh propaganda politbiro partai untuk menjaga moral tentara Rusia dalam perang perebutan Stalingrad oleh Jerman yang dramatis pada awal 1940-an, meskipun itu hanya tampil dalam film baru "the Enemy at the Gates". Perang yang maksudnya menghambat gerakan Jerman ke Asia untuk menguasai sumber-sumber minyak dunia, berubah menjadi perang pribadi antara Vassily, pemburu desa dari Ural  dan Major Konig, penembak jitu dari kalangan sekolahan dan aristokrat Jerman. Bukan lagi perang antar penindas dengan yang ditindas atau penjajah dengan yang dijajah,  atau perang antar-kelas.

Mungkin persis dengan situasi yang sekarang terjadi di Indonesia. "Perang" yang sekarang terjadi antar elite politik adalah perang sia-sia. Alih-alih proses yang terjadi adalah untuk menjadikan eksekutif Indonesia terbiasa dengan konsep akuntabilitas publik dan legislatif berburu dengan waktu untuk melakukan reformasi dan rekonstruksi hukum untuk memuliakan kepentingan publik, keadaan sekarang hanya mencerminkan cakar-cakaran atau perang pribadi sekalangan elite yang tidak menyentuh kepentingan mendasar rakyat.

Demikianlah, zaman memanggil sendiri pahlawannya. Zaman menentukan sendiri peran setiap pahlawannya. Pahlawan-pahlawan itu hidup dalam keseharian, dan berbuat sesuatu tanpa pamrih. Lebih banyak lagi mereka yang hanya mengenal pengorbanan sebagai satu-satunya cara hidup. Dia hadir di sudut-sudut dan pelosok-pelosok Indonesia. Mereka adalah guru-guru desa, perawat-perawat Puskesmas, penyuluh-penyuluh pertanian. Mereka juga adalah birokrat jujur dan miskin, mahasiswa pendorong reformasi, segelintir hakim-hakim yang memahami rasa keadilan rakyat, aktivis LSM, dan penggerak masyarakat madani yang bersuara dan berbuat.

Daftar ini bisa panjang, dan bukan sekadar daftar orang atau profesi yang terpaksa menjalani kesehariannya. Mereka sadar perannya. Mereka berbuat sedikit untuk lingkungannya terkecilnya. Mereka menggulirkan semangat pengorbanan yang menjadi kerikil dari fondasi besar Indonesia yang mempunyai harapan ke depan.  Ini modal besar bangsa ini yang tidak mampu digali oleh pemimpin-pemimpinnya.

Pahlawan tidak selalu mereka yang berlatar belakang bersih. Katanya orang yang berbuat jahat hampir seumur hidupnya tapi kemudian bertobat dan berbuat baik untuk sesamanya, berkesempatan masuk surga. Dan orang yang hanya bisa berdoa tanpa pernah berbuat sesuatu untuk sesamanya, mungkin tidak akan ke mana-mana. Banyak koruptor besar akan jadi pahlawan kalau mereka sekarang secara terbuka mengakui kesalahannya dan menyerahkan semua hartanya untuk negara.

Banyak orang Golkar akan jadi pahlawan jika mereka secara sadar mundur dari pentas politik dan memberi jalan kepada partai-partai baru yang punya integritas untuk mengontrol kekuasaan, baik dari kursi eksekutif maupun legislatif. Perampas hak azasi manusia di masa orde baru akan jadi pahlawan kalau mereka melangkah maju ke depan untuk mengakui dosanya dan menunjuk hidung teman-temannya pelaku kejahatan kemanusiaan di depan mahkamah.

Tags: