Ketua DPR: Tugas Pemerintahan Sebaiknya Dikendalikan Wapres
Berita

Ketua DPR: Tugas Pemerintahan Sebaiknya Dikendalikan Wapres

Jakarta, Hukumonline. Tugas dan wewenang Wakil Presiden (Wapres) hingga kini belum terang. Ketua DPR Akbar Tandjung mengusulkan Wakil Presiden menangani tugas pemerintahan yang bersifat operasional, sedangkan Presiden menangani hal-hal yang strategis.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR: Tugas Pemerintahan Sebaiknya Dikendalikan Wapres
Hukumonline

Akbar Tandjung menyatakan bahwa sebaiknya tugas-tugas pemerintahan sehari-hari yang sifatnya operasional dikendalikan oleh Wakil Presiden. Selain itu Wakil Presiden juga memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan pokok yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. "Dengan demikian Wakil Presiden dapat turut serta secara aktif membantu tugas-tugas pemerintah,".

Menurut Akbar, tugas Presiden lebih mengarahkan pada hal-hal yang strategis. Pertama, membangun citra Indonesia di luar negeri. Kedua, hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan persatuan dan kesatuan bangsa. Ketiga, hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan wawasan yang dibutukan oleh bangsa Indonesia dalam tahun-tahun ke depan.

Akbar menambahkan, terhadap putusan-putusan penting yang nantinya diambil oleh Wakil Presiden dalam memimpin tugas-tugas pemerintahan sehari-hari, tentu saja harus dikonsultasikan dengan Presiden. Sementara untuk putusan-putusan yang sifatnya implementasi merangkap pelaksanaan, Wakil Presiden dapat langsung memberikan arahan-arahannya kepada Menteri.

Akbar berpendapat, kepala pemerintahan dan kepala negara tetap dijabat oleh Presiden. Namun ada penugasan khusus untuk pemerintahan sehari-hari yang diberikan kepada Wakil Presiden.

Ketika ditanya apakah usulan tersebut akan dimasukkan ke dalam Rantap, Akbar menjelaskan bahwa format dari Putusan Majelis itu akan dipikirkan nanti. "Barangkali dapat diberikan dalam bentuk rekomendasi Majelis kepada Presiden," cetusnya.

Akbar menambahkan selain program-program yang akan berkaitan dengan Presiden, penugasan kepada Wakil Presiden tersebut juga dapat merupakan salah satu diktum dari rekomendasi Majelis.

Belum jelas

Wewenang dan tugas Wakil Presiden memang sampai kini tidak jelas diatur dalam Undang-undang. UUD 1945 Pasal 4 (2) hanya menyebutkan bahwa dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Nah, soal bantuan seperti apa itu yang tidak jelas.

Pada rancangan perubahan kedua UUD 1945 malah diusulkan Pasal 4 (1) yang menyatakan bahwa "Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan menyelenggarakan pemerintahan negara menurut Undang-undang Dasar."

Jika mengacu kepada pernyataan Akbar Tandjung, ada pembagian tugas antara presiden dan wakil presiden. Bila Wakil Presiden diusulkan untuk menangani tugas pemerintahan, mengapa tidak diatur peran Wakil Presiden lebih tegas dalam UUD.

Soal pembagian tugas Presiden dan Wakil Presiden disebut dalam Pasal 8 Tap MPR No. III/MPR/1978 yang mengatur hubungan antara Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 8 (1) dinyatakan "Presiden ialah penyelenggara Kekuasaan Pemerintahan Tertinggi di bawah Majelis, yang dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh Wakil Presiden. Sementara dalam ayat (2) dinyatakan "Hubungan kerja antara Presiden dan Wakil Presiden diatur dan ditentukan oleh Presiden dibantu oleh wakil Presiden.

"Pelengkap penderita"

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan dan tugas Presiden dan Wakil Presiden tidak diatur dengan ketentuan yang jelas. Sebagai "pembantu", Wakil Presiden sering kali hanya mengikuti kemauan Presiden sebagai "Bapak" .

Peran Wakil Presiden pernah begitu kuat saat Moh. Hatta menjadi Wakil Presiden. Dwitunggal Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada awal kemerdekaan begitu kuat. Peran Hatta pada pemerintahan kabinet cukup besar dan bahkan keputusan-keputusan penting menyangkut ketatanegaraan disampaikan oleh Wakil Presiden.

Saat awal memimpin, Soeharto bersama-sama Wakil Presiden Hamengkubuwono IX menjalankan fungsi kepresidenan secara bersama-sama. Namun setelah itu posisi Wakil Presiden pada rezim Orde Baru seperti tidak ada apa-apa, hanya sebagai pelengkap atau seperti "ajudan". Posisi Wakil Presiden kembali menguat setelah B.J. Habibie mendampingi Soeharto pada saat akhir kepemimpinannya.

Pada pemerintahan Presiden Gus Dur, presiden mencoba membagi peran. Saat melawat ke luar negeri, Presiden Abdurrahman Wahid menugaskan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menangani masalah di dalam negeri, seperti konflik di Maluku. Namun pada kenyataannya pembagian tugas ini kurang berhasil. Buktinya, Wakil Presiden sering terlambat merespons keadaan, seperti bencana alam di Bengkulu.

Belajar dari sejarah kiranya peran Wakil Presiden perlu diatur lebih tegas, transparan, dan berorientasi kepada publik. Dengan peran yang lebih jelas, peran Wakil Presiden bukan lagi sebagai peran pengganti atau "pelengkap penderita". Presiden dan Wakil Presiden dapat saling mengisi dan bahu membahu membangun negara.

Tags: