Benang Kusut Transisi Kebijakan Sektor Telekomunikasi
Fokus

Benang Kusut Transisi Kebijakan Sektor Telekomunikasi

Agum Gumelar balik kandang sebagai Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi. Namun, naga-naganya Agum yang sempat menjadi Menko Polkam ini akan dihadapkan pada berbagai benang kusut dalam penentuan kebijakan sektor telekomunikasi di Indonesia.

Oleh:
Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Benang Kusut Transisi Kebijakan  Sektor Telekomunikasi
Hukumonline

Sebagai ujung tombak pemerintah dalam melaksanakan UU No.36 Tahun 1999, Agum dihadapkan pada berbagai persoalan pelik sektor telekomunikasi. Mulai dari masalah tarif, privatisasi Telkom, penyelesaian KSO, kebijakan USO (Universal Service Obligation) atau Kewajiban Pelayanan Umum.

Selain itu, mulai ada dorongan pembentukan badan regulasi independen yang semakin bergaung. Dorongan ini datangnya dari dua pihak. Pertama, pihak eksternal seperti lembaga internasional semacam IMF (International Monetary Fund). Kedua, dorongan internal (dalam negeri),  baik dari kalangan praktisi telematika maupun DPR sebagai mitra pemerintah.

Badan regulasi independen ini memang diminta dibentuk oleh UU No 36 Tahun 1999. Belum lagi kewajiban-kewajiban regulasi yang diamanatkan oleh UU Telekomunikasi ini, di antaranya masalah lisensi, baik jaringan telekomunikasi ataupun frekuensi, serta ketentuan-ketentuan berkaitan dengan interkoneksi antara operator telekomunikasi yang semakin penting jika suasana kompetisi sudah dimulai.

Monopoli operator lokal

Alasan yang dilontarkan kenapa skema pembangunan sektor telekomunikasi adalah monopoli, yakni telekomunikasi merupakan layanan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini juga diberlakukan bagi sektor-sektor penyediaan tenaga listrik, distribusi BBM dan gas, serta transportasi kereta api.

Selain itu, regulator di Indonesia, seperti kebanyakan negara, juga berasumsi perlunya monopoli natural pada sektor telekomunikasi. Pasalnya, kondisi economic of scale yang diberlakukan pada seluruh permintaan yang sejenis oleh satu perusahaan dapat melayani pasar dengan harga yang rendah dibandingkan dengan jika ada dua perusahaan atau lebih pada sektor yang sama.

Pada kasus PT Telkom, sejak awal keberadaannya, BUMN ini melakukan pembangunan jaringan kabel tembaga ke rumah-rumah. Biaya jaringan kabel tembaga ini merupakan komponen biaya terbesar dan saat itu kabel ini memadai untuk pelaksanaan layanan telepon. Karena itu,  monopoli layanan telepon lokal oleh PT Telkom merupakan penghematan anggaran yang sangat penting artinya.

Namun kemudian, berbagai studi menunjukkan bahwa bentuk monopoli yang menyebabkan efisiensi bukanlah hal yang penting. Buktinya, perusahaan besar seperti PT Telkom  memiliki berbagai lisensi produksi bidang telekomunikasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: