UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif
Kolom

UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif

Prof Bagir Manan dalam harian Republika, Sabtu 27 Mei 2000, mengemukanan bahwa UUD '45 Tak Mengenal Hak Prerogatif. Tulisan Prof Bagir Manan benar sepanjang dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan Inggris atau bila dikaitkan dengan istilah prerogatif menurut pengertian Inggris.

Bacaan 2 Menit
UUD 1945 Mengenal Hak Prerogatif
Hukumonline

Menurut pengertian Inggris, istilah prerogatif memang merupakan "residual power" yang semula ada pada raja/ratu yang berangsur-angsur beralih ke tangan parlemen sejak Magna Charta 1215, The Petition of Rights 1627, The Hobeas Corpus Act, The Bill of Rights of 1689, The Parliament Act 1911, Statue of Westminter 1931.

Pada masa sekarang, kekuasaan diskresi yang bisa dilakukan Ratu Inggris berdasar hak prerogatif (berarti tanpa statuta yang dibuat oleh parlemen) antara lain membubarkan parlemen dan mengangkat bangsawan baru (antara lain Sir Alex Ferguson dan Sir Sean Connory) yang tidak berarti bagi kehidupan ketatanegaraan.

Pendapat Prof Bagir Manan bahwa kekuasaan prerogatif akan hilang apabila telah diatur dalam Undang-Undang atau UUD hanya berlaku di Inggris, tidak berlaku di Amerika Serikat, Portugal, atau Indonesia. Di Amerika Serikat, yang diartikan hak prerogatif adalah hak atau previlege yang tidak dipunyai oleh lembaga yang lain (right or previlege that no body else has, Thordike Dictionary; a special right or previlege of a sovereign or other executive of a government Grolier Webster International Dictionary).

Hak prerogatif Presiden AS

Thomas Jefferson, yang menulis Declaration of Independence dan ikut menyusun Konstitusi Amerika Serikat mengartikan hak prerogatif sebagai kekuasaan yang langsung diberikan diberikan oleh Konstitusi (power granted him directly by constitution). Jadi tidak ada hubungannya dengan residual power seperti di Inggris.

Dapat dikemukakan bahwa Thomas Jefferson merasa mempunyai hak prerogatif untuk membuat executive agreemen untuk membeli daerah Lousiana tanpa persetujuan Senat. Menurut Jefferson, executive agreement berlainan dengan treaty yang menurut Konstitusi harus mendapat persetujuan Senat.

Interpretasi Jefferson yang agak kontroversial itu ditindaklanjuti dengan mengadakan treaty dengan Perancis pada 2 Mei 1803 dan kemudian pada 21 Oktober 1803 diratifikasi oleh Senat dengan suara 24 berbanding 7. Rakyat Amerika merasa sangat beruntung karena luas daerah Lousiana seluass 885.000 mil persegi (dua kali luas Amerika pada tahun 1803) hanya seharga AS $ 15.000.000 atau kurang lebih 10 sen per hektar.

Di Amerika, kesalahan presiden menggunakan hak prerogatif bisa diuji atau digugat di Mahkamah Agung. Dalam kasus Jefferson, tidak ada gugatan karena Senat kemudian menyetujui pembelian tersebut meskipun belum ditentukan garis perbatasan dengan negara tetangga yang perjanjiannya (treaty) baru diadakan kemudian.

Dalam kasus Youngstown Sheet and Tube Company vs Sawyer (1952), Mahkamah Agung menyatakan bahwa penggunaan hak prerogatif oleh Presiden Truman untuk mengambil alih pabrik baja tempa melalui persetujuan Kongres dianggap tidak konstitusional.

Demikian pula dalam kasus Humprey s Executor vs. United States (1935), Mahkamah Agung menyatakan bahwa Presiden Roosevelt tidak bisa memecat pejabat yang bertugas di lembaga quasi legislature dan quasi judicial bila tidak tercantum dalam statutanya (Roosevelt memecat seorang Federal Trade Commisioner).

Dalam Konstitusi Amerika Serikat, Article II, Section 2, Butir 2, dinyatakan bahwa "& and he shall nominate and by end with the advice and consent of the Senate shall appoint ambassadors, other public ministers and consuls, judges of the Supreme Court, and all others officeras of the United States, whose appointments are not herein otherwise for, and which shall be established by law..".

Di Amerika Serikat, Menteri (Secretary) termasuk officers of the United State, meskipun tidak secara eksplisit dicantumkan dalam Konstitusi. Pada kenyataannya soal pengangkatan menteri selalu memerlukan persetujuan Senat atau Senat tidak berkeberatan (Senatorial Approval).

Pada masa pemerintahan A. Jhonson, pengangkatan dan pemecatan Menteri Pertahanan Edwin Stanton yang berpihak kepada kaum oposisi menjadi kasus yang sangat terkenal. Ketika Presiden Andrew Jhonson memecat Edwin Stanton, pihak oposisi mencoba meng-impeach-nya.

Di Sidang Impeachment yang dilakukan di Senat dengan pimpinan Ketua Mahkamah Agung, Presiden Jhonson lolos dari impeachment. Pihak oposisi yang kekurangan hanya satu suara, 35 suara (64,7%), menyatakan Presiden A. Jhonson bersalah dan 19 menyatakan bahwa A. Jhonson tidak bersalah.

Mengingat syarat Presiden AS dapat dilengserkan bila 2/3 atau 66,6% anggota Senat menyatakan Presiden bersalah, A Jhonson bisa tetap duduk di kursi Kepresidenan sampai masa akhir jabatannya. Fix Government memerlukan ketentuan yang membuat pelengseran Presiden sukar dilakukan.

Hak Prerogatif Presiden Indonesia

Sebagaimana dimaklumi, dalam Penjelasan UUD 1945 dikemukakan bahwa teks UUD tidak dapat dipahami bila hanya membaca teksnya saja. Kita harus mendalami bagaimana terjadinya teks tersebut, bagaimana suasana kebatinnya dam bagaimana praktek penyelenggaraan UUD, termasuk konvensi yang terjadi.

Pendapat para pendiri negara kita sesuai dengan pendapat Dicey, bahwa "the conventions of the constitution whichconsisting (as they do) of customs, practices, maxims or precepts, which are not enforced or recognized by the courts, make up a body not of laws, but of constitutional or political ethics (Dicey, 1968 hal 17).

Bila pendapat Dicey bahwa "konvensi membentuk etika politik dan etika konstitusional", maka pada masa UUD berlaku antara 1945  1950, terjadi konvensi yang penting yakni bahwa:

  1. Hak prerogatif Presiden bergeser dari menunjuk menteri menjadi menunjuk Perdana Menteri.

  2. Bahwa kabinet secara langsung bertanggung jawab kepada KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan secara tidak langsung kepada Presiden, dan bila dianggap perlu/keadaan darurat, presiden atau wakil presiden akan langsung memimpin kabinet.

  3. Bahwa Presiden Soekarno tetap menjadi Panglima Tertinggi TNI. Panglima Besar Sudirman tidak mau berada di bawah Menteri Pertahanan, sedangkan Perdana Menteri hanya membawahi Polisi Republik Indonesia.

  4. Bahwa bila negara dalam keadaan darurat, sistem pemerintahan menjadi sepenuhnya di bawah Presiden.

Kembali pada pengertian hak prerogatif, bila diambil pengertian hak prerogatif seperti pengertian di Amerika, maka hak prerogatif presiden Indonesia adalah hak yang tercantum dalam Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 17 UUD 1945.

Dalam Penjelasan UUD 1945 digunakan kalimat bahwa pasal 10, 11, 12, 13, 14 dan 15 adalah kekuasaan-kekuasaan Presiden sebagai konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara. Sementara Penjelasan tentang Kementerian Negara Pasal 17 tertulis "Lihatlah Di atas", yang dimaksud adalah lihatlah tentang menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa. Dalam prakteknya menteri yang menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executive), bahwa menteri itu pemimpin-pemimpin negara.

Hak seorang menteri tentunya lebih besar dari seorang pegawai biasa. Dia tidak diberhentikan dengan menyatakan itu adalah hak prerogatif presiden. Presiden Soekano, Presiden Soeharto, dan Presiden Habibie tidak pernah menyatakan bahwa punya hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan seorang menteri. Yang menjadi tanda tanya dari mana atau siapa yang membisiki Presiden Abdurahman Wahid bahwa dia punya hak prerogatif untuk mengangkat seorang menteri tanpa adanya persetujuan dari DPR atau elite politik atau memperhatikan konvensi dan etika politik.

Mengingat kekeliruan tersebut, maka seharusnya pasal 17 perlu diamandemen dengan menyatakan bahwa pengangkatan menteri, terutama yang penting, seperti Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan menteri lainnya yang dianggap penting, harus dengan persetujuan DPR.

Di Amerika, sampai hari ini, pengangkatan Menteri Luar Negeri M. Albright dan Menteri Pertahanan Cohen, harus mendapat persetujuan dari Senat. Kita ingin meniru sistem pemerintahan di Amerika, tetapi kita kurang memahami detailnya agar pemerintahan bisa berjalan efektif dan efisien. Amandemen pasal 17 sangat menentukan jalannya pemerintahan kita.

Ananda B. Kusuma adalah pengajar Hukum Tata Negara di Gakultas Hukum Universitas Indonesia

Tags: