Permohonan Pencabutan Kepailitan oleh Kurator Dikabulkan
Berita

Permohonan Pencabutan Kepailitan oleh Kurator Dikabulkan

Jakarta, hukumonline. Satu lagi kasus menarik terjadi di Pengadilan Niaga. Majelis Hakim yang diketuai oleh Sujatno, SH, mengeluarkan penetapan untuk mencabut kepailitan PT Indomas Pratamacitra (IP) atas permintaan kurator pada Rabu (16/8).

Oleh:
Leo/Apr
Bacaan 2 Menit
Permohonan Pencabutan Kepailitan oleh Kurator Dikabulkan
Hukumonline

Permintaan tersebut didasarkan fakta bahwa IP tidak lagi memiliki aset yang bisa digunakan untuk melunasi tagihan kepada kreditur dan untuk membayar biaya jasa kurator yang sampai pada Mei 2000 diperkirakan telah mencapai AS$95.200.

IP yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang promosi dan periklanan sebelumnya telah mengajukan permohonan pailit atas dirinya sendiri (voluntary), dengan dasar IP tidak dapat lagi memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditur karena kondisi keuangan perusahaan yang semakin memprihatinkan.

Majelis Hakim Pengadilan Niaga berdasarkan putusan No.53/Pailit/1999 menolak permohonan pailit dari IP. Barulah pada tingkat kasasi, berdasarkan putusan No.34/K/N/1999 tanggal 2 Nopember 1999, IP dinyatakan pailit. Saat itu, sekaligus ditunjuk Lucas, SH sebagai kurator.

Dalam proses persidangan, Lucas mengungkapkan fakta-fakta bahwa uang tunai dalam budel pailit hanya ada sekitar Rp115 juta. Sementara kewajiban IP kepada kreditur-krediturnya mencapai lebih dari Rp4 miliar. Aset IP berupa furnitur, mobil, dan barang-barang lainnya tidak laku dijual dan malah pihak kurator harus mengeluarkan biaya ekstra untuk merawat barang-barang tersebut.

Pencabutan kepailitan

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan dengan menggunakan ketentuan Pasal 15 (1) Undang-Undang Kepailitan (UUK), kurator dengan persetujuan hakim pengawas mengajukan permohonan pencabutan kepailitan.

Salah seorang in house counsel dari IP mengungkapkan keberatannya apabila dikatakan bahwa IP sudah tidak memiliki apa-apa lagi. "Kami masih mempunyai tagihan (piutang) yang cukup besar ke PT Sempati Air yang hasilnya nanti bisa dibagikan kepada kreditur, walaupun tidak bisa melunasi seluruhnya." Ia menambahkan, sayangnya Sempati Air sendiri sekarang dalam proses likuidasi juga akibat kepailitan. Jadi memang situasinya serba sulit.

Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang kebetulan susunannya sama dengan Majelis Hakim yang memutuskan perkara No.53/Pailit/1999, akhirnya mengeluarkan penetapan untuk mencabut kepailitan dengan pertimbangan bahwa debitur sudah tidak lagi memiliki aset untuk membayar tagihan-tagihannya dan untuk membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses kepailitan.

Akibat hukum dengan dikeluarkannya penetapan tersebut, IP kembali beroperasi seperti sediakala dan kurator harus mengembalikan aset debitur yang telah dikuasai sebelumnya.

Sepertinya, ada sesuatu yang belum terungkap, mengingat IP mengajukan pailit secara sukarela (voluntary) dan ketika telah dinyatakan pailit, ternyata kepailitan malah dicabut. Padahal tidak ada urgensi untuk mencabut kepailitan karena IP juga sudah berhenti beroperasi dan tidak memiliki apa-apa lagi. Ibaratnya, orang sudah tak bernyawa dipaksa untuk dihidupkan lagi.

Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 15 (2) dan (3) UUK, pencabutan kepailitan membawa akibat di mana biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator harus didahulukan atas semua utang yang tidak dijamin dengan agunan.

Proses perlawanan dan banding

Timbul pertanyaan, apakah motif permohonan pencabutan kepailitan ini semata-mata agar jasa kurator dibayar terlebih dahulu? Menanggapi hal tersebut, wakil dari kantor konsultan hukum Lucas & Partner selaku kurator menyatakan bahwa tidak ada maksud untuk memperoleh pembayaran terlebih dahulu dengan pencabutan kepailitan ini.

"Semata-mata agar kreditur dan debitur bisa duduk bersama-sama lagi untuk menyelesaikan utang piutang, dan kalau ada perselisihan bisa diselesaikan secara terpisah lewat Pengadilan atau lewat mekanisme lain," ujar wakil dari konsultan hukum Lucas & Partner itu.

Secara yuridis, berdasarkan pasal 17 UUK, debitur dan kreditur yang keberatan atas penetapan tersebut diperbolehkan untuk mengadakan perlawanan dengan cara dan dalam jangka waktu sebagaimana halnya apabila ada putusan pailit. Masalahnya adalah dalam proses pemeriksaan kepailitan, baik di Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung, tidak dikenal proses perlawanan dan banding.

Kalau salah satu pihak akan mengajukan perlawanan, maka harus diajukan kemana, apakah ke Pengadilan Niaga atau ke Mahkamah Agung? Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim mengusulkan bahwa debitur dan kreditur yang tidak puas dapat mendaftarkannya ke Panitera Pengadilan Niaga. "Pokoknya diajukan dulu keberatannya," ujar Sujatno, SH selaku Ketua Majelis Hakim.

Menanggapi penetapan pencabutan kepailitan tersebut, wakil dari IP menyatakan keheranannya."Untuk apa lagi IP dihidupkan, kita hanya memiliki aset berupa sumber daya manusia (SDM) karena kita hanya bergerak di bidang periklanan. Tidak seperti perusahaan-perusahaan lain yang memiliki aset berupa barang, tanah, mesin."

 

 

 

 

Tags: