DPR Setujui RUU Migas, Pertamina Akan Rindukan Nikmatnya Hak Retensi
Fokus

DPR Setujui RUU Migas, Pertamina Akan Rindukan Nikmatnya Hak Retensi

DPR telah menyetujui RUU tentang Minyak dan Gas Bumi untuk disahkan menjadi undang-undang. Proses pembahasan tingkat akhir RUU Migas ini sempat diwarnai dengan penolakan sebagian anggota dewan serta demonstrasi dari serikat pekerja Pertamina.

Oleh:
Amr/APr
Bacaan 2 Menit
DPR Setujui RUU Migas, Pertamina Akan Rindukan Nikmatnya Hak Retensi
Hukumonline

Pimpinan Sidang Paripurna Tingkat IV, A.M. Fatwa (23/10) akhirnya mengetukkan palunya yang menandakan bahwa DPR telah menyetujui disahkannya RUU tentang Migas untuk menjadi undang-undang oleh Presiden. Hampir seluruh anggota dalam pendapat akhir fraksinya menyatakan setuju untuk menjadikan RUU tersebut menjadi landasan hukum baru bagi kegiatan usaha migas di Indonesia.

RUU yang tidak lama lagi akan menjadi UU Migas yang baru ini banyak mendapat sorotan masyarakat. Bahkan sejak diajukannya ke DPR akhir tahun lalu hingga pada pembahasan tingkat akhirnya, Selasa petang (23/10). Reaksi yang demikian gencar dari sebagian anggota masyarakat memang mudah dipahami. Hal ini mengingat RUU ini terkait dengan hajat hidup rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Perhatian masyarakat terhadap RUU Migas ini terutama terfokus pada isu-isu dihapuskannya hak monopoli Pertamina sebagai satu-satunya badan usaha  yang dapat memberikan Konsesi Usaha Pertambangan Migas di Indonesia. Isu lainnya adalah terkait dengan masalah liberalisasi sektor migas mulai dari hulu hingga hilir.

Konsesi langsung dari negara

Menteri Pertambangan dan Sumber Daya Energi, menurut RUU Migas, dapat secara langsung memberi wewenang (konsesi) kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk melakukan Eksplorasi dan Eksploitasi atas Minyak dan Gas Bumi. Ketentuan tersebut dapat pula dibaca sebagai hapusnya wewenang sebagai Kuasa Pertambangan yang dikuasakan oleh Negara.

Wewenang sebagai Kuasa Pertambangan yang diperoleh Pertamina melalui UU No.44/1960 tersebut meliputi kewenangan untuk membuat Kontrak Production Sharing (KPS) dengan perusahaan-perusahaan swasta asing ataupun lokal untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas yang dikategorikan sebagai Kegiatan Usaha Hulu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari F-PDIP, Emir Moeis, mengatakan bahwa jika sebelum RUU Migas ini disetujui, para kontraktor minyak akan pergi ke Pertamina untuk mendapatkan KPS. Kini, KPS akan diperoleh melalui badan yang disebut Badan Pelaksana. Badan Pelaksana adalah suatu Badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.

Kepada hukumonline, Emir mengungkapkan bahwa skema yang diatur oleh RUU Migas merupakan skema yang paling menguntungkan bagi negara karena uang hasil eksplorasi dan eksploitasi akan langsung masuk ke APBN. Hal tersebut juga disampaikan Emir untuk menjawab pendapat yang menganggap bahwa RUU Migas hanya mementingkan kepentingan pihak swasta.

Tags: