Putra Jadnya Dililit Dugaan Track Record yang Kelam
Fokus

Putra Jadnya Dililit Dugaan Track Record yang Kelam

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, I Gde Putra Jadnya diadukan ke Komisi Ombudsman nasional (KON) oleh pengacara investor PT Fiskar Agung Perkasa (FAP) Tbk (dalam pailit). Jadnya juga dilaporkan memiliki track record yang "kelam". Namun Jadnya membantah semua tudingan tersebut.

Oleh:
Nay/Tri/Zae
Bacaan 2 Menit
Putra Jadnya Dililit Dugaan <i>Track Record</i> yang Kelam
Hukumonline

Hakim Putra Jadnya diadukan ke KON karena diduga telah memutuskan perkara gugatan Herwanto, investor PT Fiskar Agung terhadap PT FAP, BEJ, dan Bapepam tanpa bermusyawarah dengan majelis hakim lainnya.

Perkara itu bermula ketika Herwanto yang memilki saham PT FAP mengugat PT FAP, BEJ, dan Bapepam. Herwanto membeli saham PT FAP dari mulai Juni 1999 sampai November 1999 sebanyak 12 ribu lot saham  Ternyata pada Juni 1999 FAP sedang digugat pailit di Pengadilan Niaga. Gugatan itu tidak diinformasikan pada masyarakat, sehingga para investor, termasuk Herwanto,  tidak mengetahui adanya gugatan tersebut.

Menurut C. Suhadi, pengacara Herwanto yang mengadukan Jadnya ke KON, sidang perkara bernomor 55/Pdt.G/2001 itu telah berlangsung selama kurang lebih delapan bulan dengan dua kali pergantian ketua majelis hakim.

Rencananya, pada 25 september 2001 perkara tersebut akan diputus. Namun menjelang tanggal tersebut, kuasa hukum Herwanto telah mendengar rumor bahwa  gugatan akan ditolak serta putusan perkara itu dibuat dengan tidak melibatkan anggota majelis yang lainnya.

Ketika kuasa hukum menanyakan pada salah seorang anggota majelis ternyata anggota majelis itu membenarkan  dan anggota itu mengaku tidak tahu menahu tentang rencana putusan itu. Ketika putusan dibacakan pada 25 September, ternyata gugatan benar ditolak dan putusan itu dinyatakan telah dimusyawarahkan pada 24 September 2001. 

Dalam pembacaan putusan, anggota yang tidak ikut bermusyawarah tersebut kedudukannya digantikan dengan anggota yang bukan dalam susuan majelis perkara tersebut.

Karena menganggap putusan itu tidak dimusyawarahkan oleh anggota majelis hakim yang lain, Suhadi menilai putusan itu tidak sah dan harus dibatalkan. Putusan itu juga dianggap tidak memenuhi Pasal 178 ayat (1) HIR. Dalam suratnya Suhadi menduga adanya permainan perkara dari mulai majelis hakim perkara ini  masih dipimpin oleh Ritonga sampai kemudian Ritonga pindah dan ketua majelis dipegang oleh Jadnya.

Tags: