Paradigma Checks and Balances dalam Hubungan Eksekutif-Legislatif
Kolom

Paradigma Checks and Balances dalam Hubungan Eksekutif-Legislatif

Salah satu substansi pokok reformasi konstitusi dalam konteks transisi menuju demokrasi adalah merumuskan peran dan fungsi masing-masing cabang pemerintahan sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat saling mengawasi dan mengimbangi demi terhindarnya dominasi kekuasaan satu cabang atas cabang-cabang pemerintahan lainnya.

Bacaan 2 Menit
Paradigma Checks and Balances dalam Hubungan Eksekutif-Legislatif
Hukumonline

Diskusi tentang masalah ini sebenarnya telah berkembang dengan sangat marak mengiringi proses reformasi konstitusi di Indonesia selama kurang lebih dua tahun terakhir ini. Karena itu, membicarakan kembali masalah ini sebenamya hanya untuk mengingatkan bahwa proses reformasi konstitusi itu.

Bahkan setelah melalui dua tahap amandemen terhadap UUD 1945, belum secara tegas memanifestasikan paradigma checks and balances. Khususnya, dalam mengkerangka- kerjakan hubungan eksekutif-legislatif. Tersirat dalam kenyataan ini adalah pertanyaan sejauh mana sebenamya proses reformasi konstitusi mempertimbangkan kepentingan checks and balances untuk membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

Tulisan singkat ingin mendiskusikan bagaimana konstruksi hubungan eksekutif-legislatif dalam sistem pemerintahan yang berbeda-beda, dan bagaimana konsekuensi dari masing-­masing konstruksi itu terhadap sistem pemilihan umum. Pada bagian akhir, akan dilihat bagaimana status hubungan eksekutif-legislatif dalam proses reformasi konstitusi di Indonesia saat ini, dan apa yang perlu dilakukan demi terbangunnya hubungan eksekutif-­legislatif yang mendukung terselenggaranya pemerintahan demokratik di negeri ini.

Mencegah dominasi kekuasaan satu cabang pemerintahan

Secara umum dalam praktek pemerintahan demokratik, paling kurang dikenal tiga bentuk sistem pemerintahan: presidensiil, parlementer, dan campuran. Meski berbeda satu dengan yang lain, masing-masing sistem membawa satu kesamaan prinsip, yaitu mencegah dominasi kekuasaan satu cabang atas cabang-cabang pemerintahan yang lain.

Prinsip ini secara sama pula diterjemahkan ke dalam pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif (dan yudikatif). Tetapi, cara pembagian kekuasaan masing-masing sistem memang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

Pemisahan kekuasaan

Kunci perbedaan di antara ke tiga sistem itu terletak pada sejauh mana kekuasaan pemerintahan dibagi secara fungsional kepada cabang-cabang pemerintahan, dan pada kekuasaan apa saja yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh masing-masing cabang pemerintahan itu. Ini termasuk sejauh mana eksekutif dapat mengontrol badan legislatif, atau sejauh mana badan legislatif dapat mengontrol (mengawasi) eksekutif, dan seberapa besar kekuasaan badan legislatif mempunyai kapasitas untuk membuat undang-undang.

Satu hal penting dalam persoalan kontrol dan persaingan antar cabang pemerintahan ini adalah kapasitas untuk mengajukan dan menyetujui (mengabsahkan) legislasi. Dan ini amat bervariasi di antara ketiga sistem tersebut.

Tags: