Diusulkan, Permohonan Pailit secara Online
Berita

Diusulkan, Permohonan Pailit secara Online

Selama ini, ada anggapan bahwa hakim Indonesia masih 'gaptek' alias gagap teknologi. Namun, anggapan ini nampaknya tidak seluruhnya benar. Bahkan, seorang hakim pengadilan niaga dengan lantang mengusulkan dibuatnya aturan khusus yang memungkinkan para pihak menyampaikan permohonan kepailitan secara online.

Oleh:
Zae/APr
Bacaan 2 Menit
Diusulkan, Permohonan Pailit secara <I>Online</I>
Hukumonline

Usul tersebut terkemuka dalam lokakarya sosialisasi RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Jakarta. Hakim tersebut mengusulkan, adakah kemungkinan jika dalam RUU tentang Kepailitan dan PKPU ini dicantumkan ketentuan yang mengatur tentang pengajuan pailit oleh para pihak secara online.

Usul lainnya adalah pencantuman ketentuan yang isinya akan mengakui alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Apalagi menurutnya, UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi mengakui bahwa data record yang dihasilkan merupakan suatu evidence (alat bukti) yang bisa diterima. "Kalau (soal bukti elektronik) ini tidak dimasukkan, bisa-bisa UU selalu berubah," ujar hakim tersebut.

Sumber daya belum siap

Menaggapi usul tersebut, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Depkeh dan HAM, Sri Hariningsih, menjelaskan bahwa memang dalam RUU ini belum ada ketentuan tentang pengajuan permohonan kepailitan secara online. Pasalnya, dalam setiap penyusunan peraturan terdapat asas reasonable. Maksudnya, jika UU ini diterapkan apakah UU ini kemudian bisa dilaksanakan.

Asas ini dalam prakteknya berhubungan langsung dengan kemampuan pemerintah. Maksudnya, jika kemampuan pemerintah sendiri dalam menyiapkan pengadilan online belum begitu siap, peraturan yang sudah ada juga tidak bisa dilaksanakan. "Kan ini percuma juga," ujar Sri Hariningsih.

Sri kemudian menegaskan kembali bahwa belum disiapkannya masalah online dalam RUU ini, karena menyangkut kesiapan pemerintah dalam menyiapkan sarana dan prasarananya. Selain itu, untuk menyiapkan sistem online juga memerlukan biaya yang sangat besar.

Selain kesediaan pemerintah, yang menjadi kendala dalam penerapan sistem online ini adalah kesiapan sumber daya manusia di pengadilan. Saat ditemui hukumonline seusai lokakarya, hakim tersebut juga mengakui bahwa memang untuk saat ini sumberdaya tersebut belum siap. "Tapi mau tidak mau, harus menuju ke sana," jelas hakim tersebut.

Namun menurutnya, minimal mengenai barang buktinya dimasukan dalam RUU Kepailitan ini. "Pembuktiannya kalau dalam bentuk data record, fax, telex, katanya itu tidak memenuhi syarat kalau kopi-kopian. Kalau mengacu pada HIR, kita ketinggalan. Dan kalau hakimnya tidak menerima hal itu, itu saya anggap ketinggalam jaman," cetusnya.

Tags: