RUU TKMI Bukan untuk Kebebasan Tanpa Batas
Berita

RUU TKMI Bukan untuk Kebebasan Tanpa Batas

Anggapan sekelompok orang bahwa RUU Transparansi dan Kebebasan Mendapatkan Informasi (TKMI) akan mengintrodusir kebebasan yang bersifat kebablasan perlu diluruskan. Pasalnya, dalam RUU ini juga dikenal prinsip pengecualian (exemption). Bahkan, majunya suatu bangsa tidak terlepas dari informasi yang didapatkan langsung.

Oleh:
Zae/APr
Bacaan 2 Menit
RUU TKMI Bukan untuk Kebebasan Tanpa Batas
Hukumonline

Hal tersebut terungkap dalam diskusi terbatas bertajuk Akses Informasi dalam Penyusunan Peraturan Peraturan Perundang-undangan (15/11). Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Informasi, Mas Ahmad Santosa dari koalisi menjelaskan bahwa RUU ini disiapkan untuk memberikan landasan kebijakan tentang perlunya keterbukaan dalam penyelenggaraan negara.

Menurut Mas Ota, panggilan Mas Ahmad Santosa, keberadaan UU TKMI nantinya harus dilihat sebagai upaya seluruh bangsa untuk mewujudkan pemerintahan terbuka (open government). Yaitu, pemerintahan yang minimal mensyaratkan adanya jaminan hak-hak publik termasuk kebebasan untuk mendapatkan informasi.

Sebenarnya, akses publik terhadap informasi bukan hal baru dalam hukum Indonesia. Beberapa peraturan sudah memberikan jaminan terhadap informasi publik di bidang-bidang tertentu. Yaitu pada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan PP No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Kebebasan vs pengaturan

Salah satu hal yang menjadi bahan perdebatan dalam RUU ini adalah adanya kata "kebebasan" dalam judul RUU. Menurut Kepala Biro Hukum Kejaksaaan Agung, Supono, kata kebebasan dikhawatirkan akan menuju pada pengertian tanpa batas. Ia berpendaapat bahwa kebebasan biasanya tidak sejalan dengan pengaturan.

Supono berpendapat bahwa hendaknya judul UU ini sebisa mungkin menunjukkan bahwa rakyatlah yang berkuasa terhadap informasi publik. Pendapat ini juga dilontarkan oleh Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI), Leo Batubara. Supono mengusulkan, sebaiknya judul RUU ini adalah Hak dan Kewajiban Publik Memperoleh Informasi.

Menanggapi masalah ini, sebelumnya Mas Ota telah menjelaskan bahwa setidaknya ada dua kelompok orang yang menganggap RUU TKMI akan mengintrodusir kebebasan yang bersifat eksesif (kebabalasan).

Kelompok pertama adalah yang ingin memelihara suasana ketertutupan selama ini untuk melestarikan penyimpangan (pro status quo) dan kelompok yang khawatir UU ini akan melemahkan pemerintah dan membahayakan kedaulatan negara (militer).

Halaman Selanjutnya:
Tags: