Lemahnya Regulasi Ancaman bagi Kompetisi Sektor Telekomunikasi
Fokus

Lemahnya Regulasi Ancaman bagi Kompetisi Sektor Telekomunikasi

Pemerintah kerepotan untuk menyusun regulasi yang berkaitan dengan teknologi, termasuk bidang telekomunikasi. Lemahnya regulasi ini bisa menjadi ancaman bagi kompetisi di sektor telekomunikasi. Apa kendalanya?

Oleh:
Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Lemahnya Regulasi Ancaman bagi Kompetisi Sektor Telekomunikasi
Hukumonline

Di antara permasalahan yang timbul karena lemahnya regulasi antara lain ketentuan tentang Badan Regulasi Mandiri (independent regulatory body), ketentuan tentang interkoneksi, masalah penentuan tarif telekomunikasi secara luas, serta manajemen pemberian lisensi, baik bagi izin bagi operator maupun lisensi frekuensi.

Regulasi lainnya  yang dibutuhkan adalah masalah VoIP (Voice over Internet Protocol) atau Internet Telephony yang masih kontroversial hingga saat ini, masalah USO (Universal Service Obligation) atau Kewajiban Pelayanan Universal yang masih saja berorientasi pada pembangunan SST (Satuan Sambungan Telepon). Selain itu, ketentuan penomoran serta berbagai standarisasi peralatan maupun billing system dan Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP).

Boleh dibilang, player yang masuk di bisnis telekomunikasi bak masuk ke rimba belantara, tidak jelas hukum yang berlaku bagi penghuninya. Namun satu yang jelas, yang kuat adalah yang berkuasa, mungkin termasuk pihak yang dekat dengan "yang kuat" ini.

Jika saja sektor telekomunikasi masih seutuhnya dimonopoli oleh PT Telkom,  regulasi yang kuat mungkin saja tidak diperlukan.  Sama halnya dengan Badan Regulasi Mandiri (BRM), tidak akan diperlukan juga. Buat apa jika BRM dibentuk hanya untuk "memelototi" satu player saja.

Demikian juga dengan masalah interkoneksi yang tidak akan muncul karena memang tidak ada interkoneksi jika pemain sektor telekomunikasi masih ber-"solo"-ria. Semua pekerjaan ini cukup dilakukan organ pemerintah sekelas Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

Lain halnya jika suasana kompetisi hendak dibangun, sebagaimana niat dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. BRM menjadi penting posisinya sebagai wasit di antara multi player yang menjalankan bisnisnya di bidang telekomunikasi.

Persoalan interkoneksi sedemikian penting artinya bagi operator baru. Masalah interkoneksi ini pula yang dapat menjadi senjata ampuh untuk "membunuh" operator telekomunikasi yang baru lahir. Siapa yang mau menjadi pelanggan operator telekomunikasi yang tidak dapat menghubungi pelanggan operator telekomunikasi lainnya?

Tags: