Kejagung Tidak Punya Komitmen Berantas Korupsi
Fokus

Kejagung Tidak Punya Komitmen Berantas Korupsi

Beban berat penyelesaian kasus korupsi menumpuk di pundak Kejaksaan Agung (Kejagung). Banyak pihak telanjur tidak percaya terhadap kinerja Kejagung untuk menyelesaikan kasus korupsi. Kinerja Kejagung yang begitu buruk ini bukan karena kurangnya SDM, melainkan kurangnya komitmen dari Kejagung untuk memberantas korupsi.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Kejagung Tidak Punya Komitmen Berantas Korupsi
Hukumonline

Paling tidak sampai saat ini, Kejagung sedang menangani 84 perkara korupsi. Dari 84 perkara korupsi tersebut meliputi 31 kasus pada tingkat penyelidikan, 39 kasus pada tingkat penyidikan, 11 kasus pada tingkat penuntutan, dan 3 kasus pada tingkat upaya hukum. Total tersangkanya  mencapai kurang lebih 109 orang.

Namun, tingginya penanganan kasus korupsi oleh Kejagung ternyata sebagian besar adalah kasus-kasus lama yang memang menjadi tunggakan Kejagung. Di antaranya kasus korupsi pembebasan tanah Marunda dengan tersangka Hokiarto, kasus korupsi jalan tol JORR dengan tersangka Djoko Ramiadji, dan kasus korupsi NV Indover Amsterdam, serta kasus-kasus lainnya (lihat Tabel).

Sementara untuk penyelesaian kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kejagung telah mengerahkan jaksa-jaksa daerah melalui crash program untuk membantu penyidikan kasus BLBI. Sebenarnya, perekrutan jaksa-jaksa dari daerah untuk penyelesaian kasus BLBI sudah mulai dicanangkan pada masa Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Namun, tetap saja penyelesaian kasus BLBI masih terkatung-katung. Dari 31 kasus perkara BLBI yang telah ditingkatkan ke penyelidikan, ternyata baru 8 kasus yang telah telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sementara yang sudah diputus pengadilan hanya satu perkara, yaitu kasus BLBI Bank Aspac dengan tersangka Hendrawan Haryono.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Muljohardjo, langkah crash program karena Kejagung memerlukan tenaga tambahan untuk membantu penyidikan kasus BLBI. Paling tidak, menurut Muljo, saat ini Kejagung sudah mengerahkan 50 orang jaksa daerah yang berasal dari Ujung Pandang, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat untuk menanggani 11 kasus korupsi BLBI.

Selain untuk membantu penyidikan kasus BLBI, crash program juga ditujukan untuk membersihkan penyidikan kasus korupsi BLBI dari praktek-praktek kolusi. Maklum, prektek kotor ini selama ini sudah menjangkiti pemeriksaan kasus-kasus BLBI di Pidsus Kejagung. Untuk mengantisipasinya, Kejagung melakukan pengaman ektra-ketat terhadap 50 jaksa-jaksa tersebut.

Lambannya kinerja Kejagung memberantas korupsi menimbulkan pertanyaan, apakah memang Kejagung sudah terlalu penuh menangani kasus korupsi dibandingkan dengan sumber daya manusia yang ada. Ataukah memang, tidak ada komitmen dari Kejagung untuk menuntaskan berbagai kasus korupsi?

Tags: