Politisasi di Balik Penyelenggaraan VoIP Masih Terus Berlangsung
Fokus

Politisasi di Balik Penyelenggaraan VoIP Masih Terus Berlangsung

Akhir tahun lalu, bisa diibaratkan sebagai masa paceklik bagi pelaku usaha di sektor telekomunikasi. Pasalnya, di sana-sini hampir tidak ada lahan lagi bagi pelaku usaha baru selain perusahaan raksasa, seperti Telkom dan Indosat. Apalagi setelah pemerintah (Departemen Perhubungan dan Telekomunikasi) menyadari begitu besar potensi VoIP untuk menambah devisa negara.

Oleh:
Ram/APr
Bacaan 2 Menit
Politisasi di Balik Penyelenggaraan VoIP Masih Terus Berlangsung
Hukumonline

Setelah disadari, Ditjen Postel mengeluarkan Keputusan Dirjen Postel No. 159 Tahun 2001. Dalam keputusan tersebut, ditetapkan lima perusahaan yang "sah" sebagai pilot project untuk menyelenggarakan VoIP (Voice over Internet Protocol). Tentu saja, penetapan tersebut dianggap diskriminatif oleh pelaku usaha. Pasalnya, hanya perusahaan yang tercantum dalam keputusan tersebut yang diperkenankan untuk menyelenggarakan VoIP.

Lima perusahaan dimaksud adalah Telkom, Indosat, Satelindo, Gaharu, dan Atlasat Solusindo. Lalu bagaimana nasib pemain lain yang tidak tercantum namanya dalam keputusan tersebut? Keadaan ini tentu saja membuat gusar para pengusaha yang mengaku telah menyelenggarakan VoIP sejak 1997.

Bahkan konon, dua perusahaan terakhir yang ditunjuk sebagai operator sah VoIP adalah murni KKN. Bagaimana tidak, menurut sumber hukumonline, keberadaan dua perusahaan terakhir (Atlasat dan Gaharu) tidak melalui proses tender.

Tarik-menarik pun terjadi dan tragisnya tidak hanya melibatkan operator saja. Saling tuding pun akhirnya tidak bisa dihindari. Telkom sebagai representasi dari pemerintah menuding para operator VoIP dinilai telah melakukan kebohongan publik.

Hal ini didasari oleh  satu kesepakatan yang ditandatangani oleh operator VoIP yang diwakili oleh APJII (Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia). Namun menurut sumber hukumonline di Telkom, para operator VoIP telah menyalahi nota kesepakatan yang ditandatangani pada Oktober 2001.

Belakangan, anggota DPR-RI pun angkat bicara. Ketua Komisi IV DPR M. Sofhian Mile, dalam acara "Harapan Awal Tahun Baru Fraksi Partai Golkar" mengemukakan bahwa pemerintah seharusnya mengambil langkah untuk melindungi kepentingan industri. Pernyataan anggota Fraksi Partai Golkar ini kiranya patut dikritisi, sejauh mana kompetensi yang bersangkutan di sektor telekomunikasi.

Namun bisa dipastikan, pernyataan tersebut akan berdampak politis dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Apalagi yang bersangkutan sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang cukup berkaitan dengan VoIP.

Tags: