MSAA, A Never Ending Story
Fokus

MSAA, A Never Ending Story

Kesepakatan yang dibuat antara pemerintah dengan para pemegang saham bank-bank yang berstatus BBO (Bank Beku Operasi), BBKU (Bank Beku Kegiatan Usaha) maupun BTO (Bank Take Over) yang tertuang dalam MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement) ternyata berbuntut panjang.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
MSAA, <I>A Never Ending Story</I>
Hukumonline

Bahkan, kelemahan posisi tawar pemerintah dalam MSAA membuat KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) memberikan rekomendasi perpanjangan jangka waktu Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa MSAA like a never ending story (cerita tanpa akhir).

Awalnya, dari pelanggaran terhadap batas maksimum pemberian kredit (BMPK) yang dibuat oleh beberapa bank yang berakhir pada penutupan dan pengambilalihan bank oleh pemerintah di awal 1998.

Permasalahan itu membawa pemerintah pada dua alternatif penyelesaian yang sulit diambil. Karena pada dasarnya, pelanggaran BMPK merupakan perbuatan pidana berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.

Alternatif pertama, melakukan penyelesaian permasalahan melalui pengadilan atau court settlement. Alternatif penyelesaian ini tentunya akan membuat pemerintah berwibawa di hadapan hukum. Namun, penyelesaian melalui jalur pengadilan memerlukan waktu yang panjang dan tingkat pengembalian uang negara yang belum tentu maksimal.

Alternatif kedua, untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi dan cepat adalah melalui penyelesaian di luar pengadilan atau out of court settlement, dengan mengambil pendekatan komersial kepada para konglomerat pemilik bank. Alternatif inilah yang kemudian diambil oleh pemerintah.

Keputusan tersebut memang mengorbankan aspek wibawa hukum. Karena dalam negosiasi yang terjadi, pemerintah akan mengampuni pelanggaran pidana BMPK oleh konglomerat-konglomerat tersebut jika mereka mau menyelesaikan kewajibannya.

Terbukti kemudian terjadinya penandatanganan kesepakatan PKPS dalam 2 pola, yaitu MSAA dan MRNIA (Master of Refinancing and Notes Insuance Agreement). Belakangan, pemerintahan Abdurrachman Wahid melalui Menteri Perekonomian Kwik Kian Gie mengubah kedua pola tersebut dengan Akta Pengakuan Utang (APU). Alasannya, kedua pola itu melanggar perundang-undangan di Indonesia dan cenderung merugikan negara.

Tags: