PT Bentala Coal Mining (BCM), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara, barangkali ingin membuat sejarah dalam dunia peradilan Indonesia. Ia yang tadinya digugat pailit oleh BII malah balik menggugat lawannya.
Tak tanggung-tanggung, dalam gugatan baliknya, BCM menuntut ganti rugi materiil dan immateriil senilai Rp 977.064.544.304 (hampir Rp 1 triliun) ditambah AS$ 50.000. Sidang pertama gugatan ini akan digelar Senin (4/9) esok di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
BCM menggugat karena menganggap permohonan pailit yang diajukan telah menyebabkan usaha produksi batu bara mereka tidak efektif dan tidak menguntungkan.
Yang dijadikan dasar pertimbangan BCM untuk mengajukan gugatan adalah status BII. Menurut pihak BCM, seharusnya BII mengetahui, terhitung sejak ikut serta dalam program rekapitalisasi pada 28 Mei 1999, mereka tak dapat lagi mengajukan tindakan hukum, yaitu menagih utang kepada penggugat.
Perbuatan BII mengajukan permohonan pailit dengan demikian tidak berdasarkan hukum dan merupakan perbuatan melanggar hukum. Hal itu, menurut BCM (penggugat), telah melanggar Pasal 13 PP No. 17/1999 tentang BPPN, bahwa sejak 28 Mei 1999 BII (tergugat) tidak mempunyai kewenangan lagi untuk bertindak sehubungan dengan aset perkreditan.
Masuk dalam BPPN
Sebelumnya, antara BCM dan BII terlibat perkara kepailitan yang terdaftar dalam nomor perkara 50/Pailit/1999. Menurut data hukumonline, perkara itu adalah perkara BII selaku pemohon dengan termohon Abu Hermanto, Wahyu Budiono, dan PT Surya Andalas Corporation.
Ketiga termohon diajukan pailit dalam kapasitasnya sebagai penjamin utang BCM senilai Rp 23.617.579.618 (Rp 23,6 miliar). Utang BCM telah diambil oleh ketiga penjamin tersebut dengan melepaskan hak-hak istimewanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).