Dekadensi Bangsa karena Korupsi
Kolom

Dekadensi Bangsa karena Korupsi

Sidang pengadilan paripurna DPR pada 18 Maret 2002 mengambil keputusan untuk menunda pembahasan masalah Pansus Buloggate II sampai Mei 2002. Dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Maret telah memulai persidangan untuk memeriksa kasus Akbar Tanjung, Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang. Lalu, apa sajakah kiranya yang akan terjadi selanjutnya di negeri kita.

Bacaan 2 Menit
Dekadensi Bangsa karena Korupsi
Hukumonline

Sungguh, ini merupakan pertanyaan yang sulit dijawab dengan pasti oleh siapa pun, termasuk oleh dukun-dukun atau tukang ramal yang  paling sakti. Sebab, banyak kemungkinan yang bisa muncul, termasuk yang "aneh-aneh" atau tidak masuk akal. Kiranya, hanya Tuhan sajalah yang tahu dan bisa menjawabnya secara pasti.

Namun apapun yang akan terjadi, satu hal sudah jelas, yaitu : makin banyak orang  yang menjadi lebih yakin, bahwa negeri kita sekarang ini memang sedang sakit parah. Bahwa pembusukan besar-besaran sedang berlangsung di banyak kalangan, dan bahwa korupsi adalah penyakit kanker ganas yang telah menyerang bagian-bagian vital tubuh bangsa kita, terutama : otak dan  hati bangsa kita. Penyakit ganas yang bernama korupsi ini telah merusak cara berfikir dan membusukkan hati-nurani banyak orang (terutama kalangan "atasan" negeri kita).

Kalau kita renungkan dalam-dalam, akan nyatalah bahwa masalah-masalah besar dan parah yang sama-sama kita saksikan dewasa ini,  pada adalah manifestasi korupsi dalam segala bentuknya. Dalam tulisan  ini, kata 'korupsi' dimaksudkan dengan arti yang lebih luas. Dan bukanlah hanya terbatas pada arti korupsi yang berbentuk uang atau benda, yang selama ini sudah menjadi pengertian yang "salah kaprah" di Indonesia (bahkan juga di negeri-negeri lainnya).

Pembusukan atau dekadensi sejak Orba

Menurut kamus raksasa bahasa Prancis LE ROBERT, yang terdiri dari 7 jilid dan setiap jilid rata-rata memuat 800 halaman ukuran besar, kata 'corruption' berasal dari bahasa Latin 'corruptio', yang sudah dipakai sejak abad ke-7. Untuk suatu benda, korupsi bisa diartikan sebagai suatu perubahan atau pergantian kualitas/kuantitas, yang secara gampangnya bisa dsebutkan sebagai pembusukan atau perubahan menuju yang jelek.

Karena itu, dalam bahasa Prancis, ada ungkapan "corruption de l'air"  atau "corruption de l'eau" (pembusukan udara atau pembusukan air) dan "corruption du coeur" (pembusukan hati-nurani). Juga bisa dipakai untuk menyatakan pembusukan di berbagai hal lainnya, yang menggambarkan dekadensi, kerusakan, kemunduran, kebobrokan (umpamanya : corruption de la conscience - pembusukan  kesadaran; corruption des moeurs - kebobrokan tata-susila atau adat-istiadat).

Dalam pengertian inilah kiranya banyak di antara kita bisa melihat - dengan sedih, dan juga marah -  bahwa negara dan bangsa kita sekarang ini sedang betul-betul membusuk. Tingkat pembusukan ini sudah amat akut dan juga menyeluruh di tubuh bangsa.

Keadaan yang menyedihkan ini bisa sama-sama kita saksikan dengan mata-kepala sendiri dalam kehidupan sehari-hari, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Seperti yang sudah sering diutarakan oleh berbagai tokoh masyarakat, dan juga diberitakan dalam media massa selama ini, pembusukan atau penyakit parah ini telah melanda : bidang politik, bidang ekonomi, bidang agama, bidang hukum dan peradilan, bidang kebudayaan, bidang tatanan sosial,  dan (terutama sekali) bidang moral.

Halaman Selanjutnya:
Tags: