Hukum Acara dan Tantangan Penegakan UU No. 5/1999
Kolom

Hukum Acara dan Tantangan Penegakan UU No. 5/1999

Tantangan selalu akan ada bagi pelaksanaan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat (selanjutnya disebut "UU No. 5") dengan bobot yang berbeda﷓beda dan sesuai dengan perkembangan cara berbisnis dan teknologi dunia usaha. Akan tetapi yang relevan pada saat ini adalah tantangan mana yang pada saat ini merupakan tantangan terbesar bagi eksistensi, reputasi dan masa depan UU No. 5, khususnya ditinjau dari segi tata cara penanganan perkara?

Bacaan 2 Menit
Hukum Acara dan Tantangan Penegakan UU No. 5/1999
Hukumonline

Tantangan terbesar pada saat ini bagi UU No. 5 dalam kaitan dengan hukum acara adalah bahwa belum ada test case yang melewati tahap putusan KPPU dengan pengajuan keberatan dan banding sampai pada putusan Mahkamah Agung. Dan belum ada kasus yang ditindaklanjuti oleh penyidik sampai pada pelaksanaan sanksi pidana pokok dan pidana tambahan. Sebagai akibat dari kenyataan tersebut, semua pihak yang terkait belum dapat memastikan secara akurat masalah-masalah apa saja yang mungkin akan timbul "sepanjang perjalanan" suatu perkara.

Memang benar, bahwa dengan itikad baik dan kerja sama selalu dapat dicarikan suatu jalan keluar yang bersifat praktis. Tetapi kita harus ingat bahwa supremasi hukum menghendaki penerapan asas legalitas dan kepastian hukum secara konsekuen. Selain itu bahwa kelemahan dalam produk perundang-undangan tidak boleh dipergunakan bagi kerugian warga negara yang langsung terkena. Akan tetapi, harus merupakan alasan kuat untuk segera dan secara formal yuridis mengubah kelemahan yang dapat diidentifikasikan.

Dengan memberikan perumpamaan: alasan untuk "menembak" tidak mungkin "tembakan" itu sendiri, akan tetapi alasan tembakan tersebut haruslah sasaran dan dampak yang ingin dihasilkan. Bahkan apabila akibat yang diinginkan dapat dicapai tanpa menembak, cara itu yang seharusnya diprioritaskan dalam suatu negara hukum! Apa hubungannya dengan tantangan bagi UU No. 5?

Hubungannya adalah bahwa secara yuridis UU No. 5 dimaksudkan sebagai senjata untuk menembak, lengkap dengan penembak (=KPPU) dan amunisinya (=sanksi administratif dan pidana). Akan tetapi, belum ada kepastian bahwa sasarannya akan kena karena ketidakpastian sehubungan dengan aspek hukum acara yang terkait.

Secara konseptual dan juga yuridis pragmatis, UU No. 5 memerlukan suatu pengintegrasian ke dalam tatanan hukum acara di Indonesia agar dapat berhasil dan efektif sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembuat undang undang.

Makalah ini sebenarnya hanya suatu substitusi dari suatu makalah lain dengan judul yag sama. Makalah yang "asli" menunjuk pada kelemahan UU No. 5 dan problematik pelaksanaan dalam kenyataan hukum sehubungan dengan wewenang dan sanksi yang diberikan kepada KPPU, sehingga bobot efektifitas pelaksanaannya mungkin diragukan. Tetapi itu tidak boleh jadi tujuan suatu diskusi akademis dihubungkan dengan lebih pentingnya eksistensi dan masa depan UU No. 5 bagi keberhasilan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Di sisi lain, kekhawatiran saya adalah bahwa dari kepentingan pelaku usaha yang mungkin tidak merasa salah walaupun "dihukum" KPPU dalam suatu kasus yang nyata, "sah-sah" saja apabila mempergunakan kelemahan "teknis" yang ada untuk menghindar dari putusan yang dianggap salah tersebut. Tentunya peluang secara potensial merugikan sejarah hukum di Indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags: