Soeharto diramalkan akan lepas dari jerat hukum. Hal itu disebabkan karena surat dakwaan jaksa terhadap mantan orang nomor satu Indonesia ini sangat lemah dan mengandung kekeliruan.
Itulah kesimpulan para pembicara dalam diskusi yang membahas surat dakwaan Soeharto yang diselenggrakan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). Diskusi ini dihadiri oleh pengamat dan praktisi hukum di Jakarta.
Dalam surat dakwaan, Soeharto hanya didakwa dalam kapasitasnya sebagai ketua yayasan. Presiden Indonesia kedua ini dianggap menyalahgunakan dana yayasan, sehingga melenceng dari tujuan pendirian yayasan sebagaimana diatur dalam akte pendirian yayasan.
Perbuatan melawan hukum Soeharto adalah melanggar Anggaran Dasar yayasan. Padahal menurut Gagoek Soebagyanto, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, ada aturan dalam Anggaran Dasar yayasan tersebut yang membolehkan yayasan untuk mengelola uang yayasan dengan pihak ketiga. Pihak ketiga adalah perusahaan milik keluarga Soeharto dan kroninya yang menerima uang.
Gagoek berpendapat bahwa jika pihak ketiga tersebut sampai saat ini belum membayar uang tersebut, maka itu adalah perkara perdata biasa. Bahkan menurut Gagoek, hal itulah yang menjadi alasan bagi Pejabat Sementara Jaksa Agung, Ismudjoko, dulu untuk meng-SP3-kan kasus Soeharto. Karena itu, Gagoek tidak habis pikir kembalinya digunakan alasan itu untuk mendakwa Soeharto. Dakwaan ini menyedihkan cetus Gagoek.
Kepala negara
Semua pembicara dalam diskusi itu sependapat bahwa seharusnya Soeharto digugat dalam kapasitasnya sebagai kepala negara merangkap ketua yayasan. Soeharto melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan (Keppres atau PP) yang mewajibkan pemberian sumbangan dari BUMN pada yayasan-yayasan tersebut. Jika Soeharto digugat dalam kapasitasnya sebagai kepala negara yang menyalahgunakan kekuasaan, maka dakwaan korupsi akan mudah untuk dibuktikan.
Sementara dalam surat dakwaan Soeharto, dakwaan primernya adalah Pasal 1 ayat 1 sub a Uu Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut, ada tiga unsur yang harus dibuktikan untuk dianggap sebagai tindak pidana korupsi.