Bank Indonesia Tidak Bisa Dibubarkan Begitu Saja
Berita

Bank Indonesia Tidak Bisa Dibubarkan Begitu Saja

Jakarta, hukumonline. Bank Indonesia (BI) adalah unsur negara yang sejajar dengan lembaga kepresidenan dan DPR. Oleh karena itu BI tidak bisa dibubarkan begitu saja.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia Tidak Bisa Dibubarkan Begitu Saja
Hukumonline

Bagir Manan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pajajaran, berpendapat bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara. "Dalam sistem kita itu berarti BI adalah alat kelengkapan negara, sehingga keberadaan BI seharusnya diatur dalam UUDS dan bukan hanya dalam UU biasa saja karena alat kelengkapan negara merupakan unsur organisasi negara yang menjalankan kekuasaan negara," katanya dalam seminar tentang UU Nomor 23 Tahun 1999  di Jakarta yang diadakan oleh Yayasan Indikator.

Menurut Bagir, Bank Indonesia sebagai lembaga negara secara hakiki bertugas menjalankan administrasi negara dalam bidang keuangan. Karena BI merupakan salah satu alat kelengkapan negara, kedudukan BI itu sejajar dengan lembaga kepresidenan, DPR, dan lembaga lainnya yang merupakan alat kelengkapan negara.

Konsekuensi sebagai lembaga negara, BI adalah unsur dari negara, sehingga BI tidak bisa dibubarkan begitu saja. Hal ini terkait dengan rancangan perubahan kedua Pasal 23 UUD 1945 yang antara lain mengatur BI sebagai bank sentral atau sebuah bank sentral tanpa menyebut nama BI.

Dua alternatif

Rancangan itu masih memuat dua alternatif. Alternatif pertama menyebutkan: Pertama, Negara Republik Indonesia memiliki satu bank sentral yang independen, yaitu Bank Indonesia yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan mata uang. Kedua, susunan, kedudukan, dan wewenang lainnya diatur dengan UU. Ketiga, pimpinan bank sentral diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.

Alternatif kedua menyebutkan: Pertama, negara Republik Indonesia memiliki satu bank sentral atau lembaga otoritas keuangan lainnya yang independen dan berwenang mengeluarkan dan mengedarkan mata uang, susunan, kedudukan, dan wewenang lainnya diatur dengan UU. Kedua, pimpinan bank sentral atau pimpinan lembaga otoritas keuangan lainnya diusulkan dan diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR.

Dalam alternatif kedua rancangan perubahan Pasal 23 UUD 1945 tersebut, mengisyaratkan kemungkinan adanya otoritas keuangan lain selain bank sentral. Perbedaan ini menurut Bagir cukup mendasar.

Bagir menduga keengganan menggunakan nama BI terdorong oleh kinerja BI pada saat ini yang sangat tidak memuaskan. Apabila di dalam UUD nanti tidak disebutkan kata "Bank Indonesia", maka dapat dijadikan dasar untuk melakukan likuidasi terhadap Bank Indonesia dan mendirikan bank sentral baru. Dengan demikian berbagai persoalan dan "noda" akan hapus bersamaan dengan likuidasi Bank Indonesia. "Untunglah perubahan Pasal 23 ini tidak jadi disahkan dalam Sidang Tahunan MPR kemarin, katanya

Tags: