Dasar Praperadilan dengan Tuntutan Tidak Nyambung, Elza Tetap Sah Ditahan
Berita

Dasar Praperadilan dengan Tuntutan Tidak Nyambung, Elza Tetap Sah Ditahan

Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya Cq Direktorat Serse Polda Metro Jaya selaku termohon praperadilan menilai antara dasar permohonan praperadilan (fudamentum petendi) Elza Syarief dengan tuntutannya (petitum) tidak nyambung. Karena itu, tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan termohon terhadap Elza sah.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Dasar Praperadilan dengan Tuntutan Tidak Nyambung, Elza Tetap Sah Ditahan
Hukumonline

Pasalnya, dasar praperadilan yang diajukan Elza hanyalah kronologis peristiwa ketika Rahmat memberikan keterangan palsu di persidangan Tommy Soeharto, yang tidak cukup dijadikan permulaan penyidikan terhadap Elza. Sementara tuntutannya meminta penahanan harus dinyatakan tidak sah dan bertentangan dengan hukum.

 

"Ini kan jelas tidak ada hubungan, antara dasar mengajukan praperadilan dengan tuntutan yang diminta," papar Henry Yosodiningrat yang menjadi kuasa hukum termohon Polda Metro Jaya Cq Direktorat Serse Polda Metro saat membacakan jawaban termohon atas permohonan praperadilan Elza di PN Jakarta Selatan (22/5).

 

Padahal permohonan menahan Elza, menurut Henry, mendalilkan bahwa Elza disangka melanggar Pasal 242 KUHP jo Pasal 55 dan Pasal 2 UU No. 11 Tahun 1980 yang ancaman penjaranya lebih dari lima tahun. Maka berdasarkan Pasal 20 ayat 1 KUHAP, termohon mempunyai kewenangan melakukan penahanan terhadap Elza. 

 

Dalam jawabannya, Henry tetap menegaskan bahwa penahanan yang dilakukan termohon kepada Elza adalah sah menurut ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 KUHAP. Surat penahanannya tercantum alasan serta identitas Elza, serta tebusan suratnya sudah diterima oleh suami Elza.

 

Nuansa kekuasaan kental

 

Sebelumnya, Elza dalam permohonan praperadilannya mengemukakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap dirinya sarat dengan nuansa kekuasaan. Selama penyidikan, Elza mengaku hak-haknya selaku tersangka yang diberikan oleh hukum acara pidana (KUHAP) diabaikan begitu saja oleh termohon praperadilan.

 

Hal ini terlihat saat termohon melakukan penyidikan pada 13 Mei 2002 yang langsung mengkonfrotir terhadap saksi-saksi yang semuanya tersangka. Padahal pada Pasal 116 ayat 1 KUHAP secara tegas telah menyatakan, hanya saksi-saksi saja yang boleh dikonfrontir antara satu dengan lainnya dalam mendapatkan keterangan.

 

Elza dalam permohonan praperadilannya juga mengemukakan bahwa penyidikan atas dirinya terkait sumpah palsu yang dilakukan Rahmat dan Tatang pada persidangan Tomy Soeharto. Seharusnya berdasarkan KUHAP, hanya hakim ketualah yang  mempunyai kewenangan menilai apakah saksi memberikan sumpah palsu.

Tags: